Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dukung Akses Kesehatan Bagi Penyandang Disabilitas Kusta Demi Kesempatan dan Produktivitas Kerja

25 Juli 2021   12:18 Diperbarui: 1 Februari 2023   19:00 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Webinar bersama KBR dan NLR Indonesia untuk mendukung layanan kesehatan bagi disbilitas kusta. (Dok. pribadi)

Seorang lelaki tampak terduduk di sisi jalan dengan wajah murung. Di sebelahnya terlihat sebuah kursi roda yang terbalik. Bisa disimpulkan lelaki tersebut penyandang cacat yang baru saja terjatuh dan tak mampu bangkit sendiri. Seorang sopir bajaj baik hati menghampirinya untuk menolong. Setelah duduk sempurna, lelaki malang itu menerima uang sekadarnya dari pak sopir.

Beberapa saat kemudian sopir bajaj melewati jalan yanag sama dan kaget mendapati lelaki yang sudah ditolongnya terjatuh lagi. Rupanya itu modusnya untuk mengelabui orang yang lewat agar merasa iba dan tergerak membantunya. Ia sama sekali tidak cacat dan sengaja berpura-pura jatuh untuk mendapatkan belas kasihan dan bantuan.

Menghapus stigma negatif

Kejadian menggelitik itu menjadi fragmen pembuka salah satu episode sitkom Bajaj Bajuri yang juga menghadirkan petenis difabel Inung Nugroho. Tak heran jika Bajuri kemudian mencurigai Inung sebagai penipu setelah ia pindah dan mengontrak di lingkungan Bajuri. 

Namun stigma negatif itu ditepis Inung yang membuktikan bahwa penyandang disabilitas pun bisa berprestasi dan mandiri alih-alih mengemis seperti lelaki yang muncul di adegan awal. Inung mengaku terinspirasi oleh Presiden AS Roosevelt yang, meskipun berada di kursi roda, mampu mengalahkan Adolf Hitler pada Perang Dunia II.

Melihat spirit optimisme seperti itu, difabel atau penyandang disabilitas sebenarnya punya posisi tawar dan kemampuan memberikan kontribusi bagi masyarakat jika mendapat dukungan optimal dari pemerintah. Salah satu dukungan penting adalah akses pada layanan kesehatan yang memadai. Karena dijamin undang-undang, maka hak atas layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas diharapkan bisa mendorong mereka untuk dapat hidup mandiri dan produktif baik secara sosial maupun ekonomi. 

Data yang dirilis oleh Bappenas tahun 2018 menunjukkan bahwa ada 21,8 juta atau sekitar 8,26 persen penduduk Indonesia yang merupakan penyandang disabilitas. Dari data tersebut terungkap bahwa pasien kusta, penyandang disabilitas karena kusta, dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) ternyata menjadi kelompok yang tak jarang mengalami kesulitan atau bahkan tidak memiliki akses pada kesehatan yang layak sebagaimana warga negara lainnya.

Urgensi layanan kesehatan inklusif

Demi mendukung penyelenggaraan program layanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas, termasuk pasien kusta, maka NLR Indonesia menghelat webinar melalui live streaming di akun Youtube KBR hari Kamis 22 Juli 2021 lalu. NLR dan KBR meyakini bahwa dengan kesehatan yang optimal maka para penyandang disabilitas, terutama pasien kusta atau OYPMK, akan bisa hidup dengan produktif dan mampu memberikan andil positif bagi kemajuan masyarakat dan pembangunan dalam pengertian yang luas.

Suwata memaparkan pentingnya akses kesehatan bagi penyandang disabilotas kusta (Dok. pri)
Suwata memaparkan pentingnya akses kesehatan bagi penyandang disabilotas kusta (Dok. pri)

Acara ini menghadirkan dua pembicara utama yakni Bapak Suwata mewakili Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dan Ardiansyah yang merupakan aktivis kusta sekaligus Ketua PerMaTa Bulukumba. Suwata menegaskan bahwa penderita kusta bisa mengalami disabilitas fisik baik sensorik maupun motorik sehingga perlu diwaspadai. Belum lagi harus berhadapan dengan stigma negatif dari masyarakat tentang kusta yang dianggap mudah menular dan memalukan. Di Kabupaten Subang sendiri kusta masih menjadi problem kesehatan yang mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi akibat disabilitas kusta tersebut.

Penyakit kusta terjadi bisa akibat ketidaktahuan penderita, ditambah stigma salah kaprah di masyarakat, dan bisa juga akibat penanganan oleh petugas kesehatan dalam melakukan deteksi dini. Tak heran jika prevalensi atau tingkat kejadian masih cukup tinggi di Kabupaten Subang yakni 5% dari disabilitas yang ada.

Edukasi pada masyarakat

Maka dinas kesehatan setempat melakukan pengobatan pada kontak kusta dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait kusta baik seputar karakter, penularan, dan penanganan yang semestinya. Suwata mengakui bahwa kendala terbesar justru karena stigma negatif tentang kusta. Kita tahu bahwa kusta dianggap memalukan bahkan pernah dianggap sebagai kutukan sehingga penderita bisa dikucilkan sehingga sulit mendapat layanan kesehatan. Ini tentu kontraproduktif.

Dalam rangka memberikan dukungan kesehatan bagi penyandang disabilitas kusta, Suwata dan timnya berusaha melakukan leprosy control (yakni agar tak menular) dan mencegah agar kecacatan tidak terjadi secara berlebihan akibat kusta yang tak tertangani dengan baik. Jika cacat parah terjadi, maka produktivitas bisa terhambat dan kesempatan bekerja akan sulit didapat.

Birokrasi rumit dan cakupan BPJS 

Di sisi lain, Ardiansyah menyatakan bahwa para pasien kusta mengalami kesulitan dalam mengakses kesehatan setidaknya karena dua hal. Pertama, jalur yang rumit di mana mereka harus mendapatkan pelayanan di RS umum daerah yang mungkin jaraknya jauh. Kedua, penyakit kusta tak mendapat waktu yang cukup pada cover asuransi BPJS yang tentu menyulitkan dari segi biaya. Pasien kusta yang mengalami luka jelas butuh waktu lebih lama untuk bisa sembuh sehingga tak bisa disamakan dengan penyakit lain yang hanya diperbolehkan opname beberapa hari saja.

Menurut pantauan PerMaTa, selama pandemi juga ada masalah tersendiri karena pasien kusta dan OYPMK enggan mengunjungi puskesmas untuk mengambil obat lantaran khawatir tertular Covid-19. Dengan demikian, proses penyembuhan jadi terhambat. Akhirnya tim PerMaTa yang berinisiatif mengambil obat tersebut dan menyerahkan kepada pasien bersangkutan. Terputusnya pengobatan bagi pasien kusta harus dihindari terutama selama pandemi saat ini. Pihak puskesmas hendaknya proaktif.

Ardiansyah mewakili PerMaTa Bulukumba (Dok. pri)
Ardiansyah mewakili PerMaTa Bulukumba (Dok. pri)

Ardiansyah mengharapkan generasi muda, seperti mahasiswa di kota, bisa mengambil peran dengan mengedukasi publik tentang kusta yang sebenarnya bisa disembuhkan. Organisasi sosial seperti PerMaTa harus berani berkolaborasi dengan pihak kampus untuk menjangkau cakupan lebih luas. Kedua, literasi harus diperkuat agar kusta tidak disalahpahami, terutama cara penyembuhannya. Kesempatan emas ini tidak boleh dilewatkan atau ucul begitu saja.

Sinergi antarorganisasi

Dengan sinergi strategis antara organisasi sosial, pemerintah, dan generasi muda, maka inklusi layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas, terutama penderita kusta atau OYPMK, bisa diwujudkan. Mereka akan mampu menjalani ujian dengan penyembuhan yang semestinya. Dengan begitu, mereka pun akan percaya diri dan taraf hidup mereka meningkat seiring dengan kemampuan dan kesempatan bekerja sehingga terus produktif dalam menopang diri sendiri dan berpartipasi dalam pembangunan. 

Jadi jika Anda mengalami gejala umum seperti munculnya lesi pucat dengan mati rasa pada kulit, termasuk kehilangan kemampuan merasakan suhu, sentuhan, tekanan, atau rasa sakit, jangan abaikan. Jika lesi menebal di kulit dan lebih terang, segera hubungi lembaga kesehatan seperti puskesmas agar gejala tidak menjadi parah sampai menimbulkan luka. Tetap optimistis bahwa semua bisa diselesaikan dengan kerja sama.   

Lihat misalnya kiprah Ermawati, salah satu OYPMK yang setelah sembuh memilih bergabung di komunitas PerMaTa dan bisa menerima dirinya kembali. Dia menjadi guru mengaji di lingkungan rumahnya dan aktif mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja Kabupaten Gowa dengan penuh percaya diri. Dia bahkan berhasil menorehkan prestasi dengan mengikuti Global Apple Summit di Filipina tahun 2019 silam. Hal itu menjadi pesan positif bagi masyarakat bahwa OYPMK bisa berprestasi.

Para penyandang disabilitas dan penderita kusta punya kesempatan untuk berperan aktif dalam masyarakat jika dipercaya sepenuhnya dan dukungan tanpa pamrih. Mereka bisa murup atau menyala menurut ungkapan Jawa, lewat semangat yang besar dan spirit belajar tak kenal lelah demi kemajuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun