Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lagu Ramadan yang Menguatkan

22 April 2021   22:12 Diperbarui: 22 April 2021   22:20 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grup musik Bimbo yang masih kompak sampai sekarang. (Foto: kompas.com)

Memasuki hari ke-10 puasa Ramadan, alhamdulillah saya masih tetap kuat dan bersemangat. Tetap bergairah menuntaskan Ramadan meski wabah tak berkesudahan. Tak lain tak bukan adalah karena aura bulan penuh berkah yang tiada tertandingi keutamaannya. Inilah momen kita bisa mulai membangun kekuatan dan keunggulan, secara perlahan-lahan lewat latihan berkesinambungan dan penuh pertimbangan.

Salah satu hal penting yang berkontribusi menyuntikkan semangat positif dan membangun selimut optimisme adalah lagu-lagu Ramadan yang selama ini saya dengarkan dengan penuh kenikmatan. Terasa nikmat sebab telah menjadi bagian dari hidup yang dinamis. Lagu-lagu itulah yang turut mendewasakan dan membentuk memori kolektif masyarakat dalam menyambut kehadiran bulan Ramadan setiap tahun.

Setiap habis Ramadan, keharuan datang

Bimbo, grup musik asal Bandung, tak bisa dilewatkan ketika kita membahas alunan musik khas Ramadan. Kendati awalnya banyak memproduksi lagu pop bernuansa cinta, Bimbo cukup dikenal dekat dengan lagu-lagu Islami. Apalagi setelah penyair gaek Taufiq Ismail didapuk sebagai penulis lirik mereka. Lagu berjudul "Puasa" dan "Setiap Habis Ramadhan" selalu menyegarkan nama grup mereka ketika Ramadan tiba. Nah, lagu kedua inilah yang menjadi favorit saya.  

Setiap habis Ramadhan
Hamba rindu lagi Ramadhan
Saat-saat padat beribadat
Tak terhingga nilai mahalnya

Setiap habis Ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan

Alangkah nikmat ibadah bulan Ramadhan
Sekeluarga, sekampung, senegara
Kaum muslimin dan muslimat sedunia
Seluruhnya kumpul dipersatukan
Dalam memohon ridho-Nya


"Setiap Habis Ramadhan" menyiratkan makna mendalam justru karena konteksnya berbicara tentang masa atau waktu ketika Ramadan telah pergi. 

Menelusuri larik demi larik yang disusun taufiq dengan cermat memaksa saya harus memutuskan pelajaran apa yang sudah saya petik dan apakah amalan selama Ramadan setiap tahun sudah cukup solid sehingga layak saya rindukan pada tahun mendatang. Tentu saja ketika Tuhan berkenan memberikan saya peluang untuk mengalami ritual ibadah dan esensi keimanan pada bulan dahsyat ini.

Dari lagu itulah---dengan membayangkan Ramadan telah berakhir---saya menimba pemahaman dan memastikan bahwa saya sanggup membangun jarak dengan diri sendiri agar lebih jujur menilai dan mengevaluasi setiap langkah masa lalu dan rencana aksi masa depan. Kegembiraan yang berlangsung seantero Nusantara, bahkan di seluruh dunia, harus menjadi motor penggerak, bukan sekadar euforia yang berpijar sejenak lalu padam seketika.

Saat-saat padat beribadat // Tak terhingga nilai mahalnya, oh sungguh ini kalimat bernas yang menyimpulkan bahwa kerinduan punya esensi---bahwa melewatkan kesempatan sedetik pun tanpa berbuat kebaikan adalah kebodohan yang memalukan. Ketiadaan jaminan bahwa kesempatan berjumpa Ramadan akan kembali datang bukan lagi sebuah perasaan takut, melainkan diktum yang mengafirmasi keterbatasan saya, kita, sebagai manusia. Terima kasih, Bimbo! Memang ketika Ramadan pergi, hanya keharuan yang mengisi diri.

Monitor diri

Saya bisa saja menyanyikan lagu itu diam-diam, secara lirih atau bergumam. Atau mengumandangkan kencang-kencang agar orang lain ikut membisikkan liriknya yang dalam. 

Namun satu hal yang jelas: tak ada jaminan orang menangkap maksud lewat lagu yang saya suarakan. Saya bukan Acil dengan suara bariton yang empuk dan merdu---sangat tepat untuk menuturkan teguran secara bersahabat. Pun bukan Sam yang suaranya melengking tinggi dan mencapai nada-nada memukau, sangat pas untuk menyampaikan ledakan pesan.

Saya hanyalah seorang manusia yang selalu gembira ketika Ramadan tiba walau selalu takut bahwa setiap habis Ramadan tak ada ampunan yang saya raih, tak ada soliditas ibadah yang saya capai. Maka saya harus merapatkan kening ke bumi, merendahkan ego dan emosi, untuk menemukan keberanian bahwa saya selalu butuh cermin untuk menaksir kebanggaan atau menafsir kealpaan yang selama ini saya kira sebagai kesuksesan.

"Setiap habis Ramadhan..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun