Memasuki hari ke-10 puasa Ramadan, alhamdulillah saya masih tetap kuat dan bersemangat. Tetap bergairah menuntaskan Ramadan meski wabah tak berkesudahan. Tak lain tak bukan adalah karena aura bulan penuh berkah yang tiada tertandingi keutamaannya. Inilah momen kita bisa mulai membangun kekuatan dan keunggulan, secara perlahan-lahan lewat latihan berkesinambungan dan penuh pertimbangan.
Salah satu hal penting yang berkontribusi menyuntikkan semangat positif dan membangun selimut optimisme adalah lagu-lagu Ramadan yang selama ini saya dengarkan dengan penuh kenikmatan. Terasa nikmat sebab telah menjadi bagian dari hidup yang dinamis. Lagu-lagu itulah yang turut mendewasakan dan membentuk memori kolektif masyarakat dalam menyambut kehadiran bulan Ramadan setiap tahun.
Setiap habis Ramadan, keharuan datang
Bimbo, grup musik asal Bandung, tak bisa dilewatkan ketika kita membahas alunan musik khas Ramadan. Kendati awalnya banyak memproduksi lagu pop bernuansa cinta, Bimbo cukup dikenal dekat dengan lagu-lagu Islami. Apalagi setelah penyair gaek Taufiq Ismail didapuk sebagai penulis lirik mereka. Lagu berjudul "Puasa" dan "Setiap Habis Ramadhan" selalu menyegarkan nama grup mereka ketika Ramadan tiba. Nah, lagu kedua inilah yang menjadi favorit saya. Â
Setiap habis Ramadhan
Hamba rindu lagi Ramadhan
Saat-saat padat beribadat
Tak terhingga nilai mahalnya
Setiap habis Ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan
Alangkah nikmat ibadah bulan Ramadhan
Sekeluarga, sekampung, senegara
Kaum muslimin dan muslimat sedunia
Seluruhnya kumpul dipersatukan
Dalam memohon ridho-Nya
"Setiap Habis Ramadhan" menyiratkan makna mendalam justru karena konteksnya berbicara tentang masa atau waktu ketika Ramadan telah pergi.Â
Menelusuri larik demi larik yang disusun taufiq dengan cermat memaksa saya harus memutuskan pelajaran apa yang sudah saya petik dan apakah amalan selama Ramadan setiap tahun sudah cukup solid sehingga layak saya rindukan pada tahun mendatang. Tentu saja ketika Tuhan berkenan memberikan saya peluang untuk mengalami ritual ibadah dan esensi keimanan pada bulan dahsyat ini.
Dari lagu itulah---dengan membayangkan Ramadan telah berakhir---saya menimba pemahaman dan memastikan bahwa saya sanggup membangun jarak dengan diri sendiri agar lebih jujur menilai dan mengevaluasi setiap langkah masa lalu dan rencana aksi masa depan. Kegembiraan yang berlangsung seantero Nusantara, bahkan di seluruh dunia, harus menjadi motor penggerak, bukan sekadar euforia yang berpijar sejenak lalu padam seketika.