Suasana Ramadan masa kecil yang saya rindukan adalah momen bersantap sahur bersama keluarga. Saya paling semangat karena ibu menyediakan lauk kesukaan kami sekeluarga, yakni ikan gabus yang dipepes dengan bumbu kunyit dominan dan rempah yang melimpah. Enak sekali disantap dengan nasi hangat. Waktu itu ibu belum punya kompor gas, menghangatkan nasi harus dengan tungku dengan bahan bakar utama berupa serbuk kayu hasil penggergajian. Ditambah peyek kacang, sungguh sedap makan sahur bareng-bareng!
5| Kolak ubi kacang
Momen lain yang selalu bikin saya nostalgic adalah selepas Asar ketika ibu telah mematangkan kolak kesukaan. Apa lagi kalu bukan ubi jalar yang dicampur kacang hijau. Santannya begitu pekat, dengan adonan gula merah yang sedap menggugah selera. Jika tak ada ubi atau kacang, kolak labu parang menjadi ganti yang sangat menyenangkan hati. Â
6 | Menginap di masjid dan bercerita
Bersama kakak-kakak senior kami tidur di serambi masjid begitu tadarus usai. Sambil menunggu kantuk datang, kami biasa menghabiskan kudapan sisa tadarus. Dari sanalah kami mendengar cerita-cerita menarik, mulai kisah nabi-nabi hingga cerita komedi Abu Nawas. Kami tak tahu siapa dia, tapi kami menikmati setiap cerita, bahkan pun misalnya cerita yang dikisahkan senior ternyata bohong belaka. Kami suka cerita sebab tak punya akses ke buku berlimpah selain cerita di televisi yang waktu itu masih hitam putih dan jumlahnya terbatas. Â
7 | Surau Paklik dan pancuran bambu
Akhirnya, langgar atau surau Paklik tak mungkin tak saya tuliskan. Cukup lama saya mengaji di sana, termasuk saat bulan Ramadan. Yang paling saya kenang adalah pancuran air dari bambu yang dibuat Paklik sewaktu desa dilanda kemarau panjang. Jublang yang airnya biasa dipakai berwudhu ternyata kering kerontang. Paklik yang kebetulan seorang tukang segera menebang sebilang bambu panjang lalu diberi lubang-lubang.
Kami ditugaskan mengambil air dari sumur warga yang jaraknya kira-kira 300 meter. Kami bergilir mengisi tandon agar lubang-lubang pada bambu bisa mengucurkan air saat dibutuhkan. Itu sungguh mengesankan karena rumah kami jauh dari pegunungan. Rasanya sejuk dan unik bisa berwudhu menggunakan pancuran terbuat dari bambu panjang.Â
Itulah 7 hal yang menjadi nostalgia Ramadan masa kecil, kini jadi memori berharga yang ingin diulang walau muskil. Terima kasih, Kompasiana, telah menawarkan pancingan tema penuh kenangan yang sungguh berkesan dan mengibur selama pandemi berkepanjangan. Apakah sobat Kompasianer  punya kenangan serupa yang menciptakan nostalgia pada Ramadan semasa kecil dulu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H