Mohon tunggu...
Isnainatul EkaRahmadini
Isnainatul EkaRahmadini Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswi UIN Malang 21/22

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Mendalam: Pandangan Kognitif Jean Piaget dan Tahapannya dalam Perkembangan Manusia

7 Oktober 2023   18:57 Diperbarui: 7 Oktober 2023   23:07 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Menurut Gredler (2011), fokus utama dari teori Jean Piaget adalah untuk mengungkap asal-usul logika alamiah dan bagaimana transformasi logika tersebut terjadi dari satu bentuk penalaran ke bentuk penalaran lainnya. Penelitian Piaget memusatkan perhatian pada akar pemikiran logis pada bayi, jenis penalaran yang dilakukan anak-anak kecil, serta proses penalaran pada remaja dan dewasa. Aunurrahman (2009) menjelaskan dalam teorinya, Piaget berpendapat bahwa meskipun jenis dan tingkat pengalaman anak-anak berbeda-beda, secara umum, perkembangan mental semua anak mengikuti urutan perkembangan moral yang sama. Perkembangan ini berlangsung secara bertahap, dengan setiap tahap membawa perubahan yang signifikan dalam pemikiran anak.Dalam konteks teori perkembangan kognitif Piaget, terdapat beberapa konsep penting:

a. Proses Kognitif

Santrock (2008) menjelaskan bahwa anak-anak secara aktif memahami dunia sekitar mereka dengan menggunakan skema, yaitu kerangka kognitif atau referensi yang digunakan untuk mengorganisir dan menginterpretasikan informasi. Piaget mengidentifikasi dua proses utama yang bertanggung jawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses menginterpretasikan informasi baru dengan mengaitkannya dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak. Sementara itu, akomodasi adalah proses penyesuaian skema yang ada atau pembentukan skema baru untuk mengakomodasi informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang ada.Kemudian, Santrock (2008) menjelaskan bahwa Piaget juga menganggap bahwa anak-anak mengorganisir pengalaman mereka secara kognitif untuk memahami dunia. Organisasi adalah konsep Piaget yang mengacu pada upaya anak untuk mengelompokkan perilaku terpisah ke dalam urutan yang lebih terstruktur dan sistem fungsi kognitif.

Santrock (2008) juga mengemukakan bahwa ekuilibrasi adalah mekanisme yang diusulkan oleh Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak berpindah dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran berikutnya. Pergeseran ini terjadi ketika anak menghadapi konflik kognitif atau disekuilibrium dalam usahanya untuk memahami dunia. Dalam proses ini, anak mencoba menyelesaikan konflik tersebut dan mencapai keseimbangan atau ekuilibrium pemikiran. Piaget meyakini bahwa ada pergerakan yang kuat antara keadaan ekuilibrium kognitif dan disekuilibrium saat asimilasi dan akomodasi bekerja sama untuk menghasilkan perubahan kognitif.Dengan demikian, teori perkembangan kognitif Jean Piaget menekankan pentingnya penggunaan skema, proses asimilasi, akomodasi, organisasi, dan ekuilibrasi dalam pemahaman perkembangan kognitif anak-anak dan bagaimana mereka memahami dunia di sekitar mereka. Teori ini memberikan pandangan yang mendalam tentang bagaimana anak-anak tumbuh dan berkembang dalam pemikiran mereka seiring dengan bertambahnya usia.

b. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif dalam Teori Jean Piaget 

Menurut Santrock (2008), Jean Piaget mengidentifikasi empat tahap perkembangan kognitif yang berhubungan dengan usia anak-anak. Setiap tahap ini memiliki ciri-ciri unik dalam pemikiran anak, dan perkembangan tidak hanya berkaitan dengan kuantitas informasi, tetapi juga kualitas pemikiran yang berbeda. Berikut adalah penjelasan tentang keempat tahap perkembangan kognitif dalam teori Piaget:

1) Tahap Sensorimotor

Tahap sensorimotor adalah tahap pertama dalam teori Piaget, berlangsung dari kelahiran hingga sekitar usia dua tahun. Pada tahap ini, bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan menggabungkan pengalaman sensorik (seperti penglihatan dan pendengaran) dengan gerakan motorik (seperti meraih dan menyentuh). Pada awal tahap ini, bayi hanya menunjukkan refleks dasar untuk beradaptasi dengan dunia sekitar. Namun, menjelang akhir tahap ini, mereka menunjukkan pola sensorimotor yang lebih kompleks. Pencapaian kognitif penting dalam tahap ini adalah "object permanence," yaitu pemahaman bahwa objek atau peristiwa tetap ada meskipun tidak terlihat, didengar, atau disentuh. Selain itu, anak mulai menyadari perbedaan antara diri mereka dan lingkungan mereka, yang merupakan langkah penting dalam perkembangan mental mereka.

2) Tahap Pra-operasional

Tahap kedua dalam teori Piaget adalah tahap pra-operasional, yang berlangsung sekitar usia dua hingga tujuh tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai menggunakan simbolisme dalam pemikiran mereka, meskipun pemikiran mereka belum operasional secara logis. Tahap ini dapat dibagi menjadi dua subtahap: fungsi simbolis dan pemikiran intuitif.

  • Subtahap Fungsi Simbolis:

 Subtahap ini terjadi antara usia dua hingga empat tahun. Anak-anak mulai mampu merepresentasikan objek yang tidak hadir secara fisik, memperluas pemahaman mereka tentang dunia. Penggunaan bahasa yang berkembang dan permainan imajinatif adalah contoh peningkatan pemikiran simbolis dalam subtahap ini. Meskipun demikian, pemikiran anak-anak pada tahap ini masih terbatas oleh egosentrisme, di mana mereka kesulitan memahami perspektif orang lain, dan animisme, di mana mereka percaya bahwa objek mati memiliki karakteristik "kehidupan."

Subtahap ini terjadi antara usia empat hingga tujuh tahun. Pada subtahap ini, anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu tentang banyak hal. Mereka merasa yakin tentang pengetahuan mereka tetapi tidak selalu bisa menjelaskan alasannya. Pemikiran intuitif ini seringkali didominasi oleh sentralitas, di mana mereka fokus pada satu aspek tanpa mempertimbangkan aspek lain. Keterbatasan pemikiran ini tercermin dalam kesulitan anak-anak dalam memahami konsep konservasi, yaitu gagasan bahwa karakteristik suatu objek tetap sama meskipun penampilannya berubah.

3) Tahap Operasional Konkret  

Tahap Opersional Konkret adalah tahap perkembanga kognitif Piagetian ketiga, dimulai dari sekitar umur tujuh tahun sampai sekitar sebelas tahun. Pemikiran operasional konkret mencakup pengguna operasi. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan untuk menggolong-golongkan sudah ada. Tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Operasi konkret adalah tindakan mental yang bisa dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata. Operasi konkret membuat anak bisa mengoordinasikan beberapa karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas dari satu objek. Pada level operasional konkret, anak-anak secara mental bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya bisa mereka lakukan secara fisik, dan mereka bisa membalikkan operasi konkret ini. Beberapa percobaan Piagetian meminta anak untuk memahami hubungan antarkelas. Salah satu tugas itu disebut seriation, yakni operasi konkret yang melibatkan stimuli pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif (seperti panjang).  Untuk mengetahui apakah murid dapat mengurutkan, seorang guru bisa meletakan delapan batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid untuk mengurutkan batang itu berdasarkan panjangnya. Banyak anak kecil mengurutkannya dalam kelompok batang "besar" atau "kecil" bukan berdasarkan urutan panjangnya dengan benar. Menurut teori Piaget, pemikiran konkret operasional bisa memahaminya, tetapi pemikiran praoperasional tidak.   

4) Tahap operasional Formal 

Tahap ini, yang muncul pada usia tujuh sampai lima belas tahun, adalah tahap keempat menurut teori Piaget dan kognitif terakhir. Pada tahap ini, individu sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis.  Kualitas abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam pemecahan problem verbal. Pemikir operasional konkret perlu melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A = B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya, pemikir operasional formal dapat memecahkan persoalan ini walau problem ini hanya disajikan secara verbal. Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal punya kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinan-kemungkinan. Pada tahap ini, remaja mulai melakukan pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain.

Mari kita ambil contoh seorang anak bernama Lisa dalam tahap operasional konkret:

1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun):

   - Pada tahap ini, Lisa masih sangat muda dan belum memiliki pemahaman moral yang kompleks.

   - Respons terhadap moralitasnya terbatas pada perilaku dasar seperti patuh kepada orang tuanya.

2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun):

   - Ketika Lisa berusia sekitar 4 tahun, dia mulai menggunakan simbol dan bahasa.

   - Pemahaman moralnya masih sederhana dan egosentris. Misalnya, jika dia mengambil mainan temannya, dia mungkin tidak menyadari bahwa tindakannya bisa menyakiti temannya.

3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun):

   - Saat Lisa mencapai usia sekitar 9 tahun, dia mulai memahami konsep moral yang lebih kompleks.

   - Dia mulai memahami konsep seperti keadilan dan kesetaraan. Misalnya, dia akan mengerti bahwa berbagi mainan adalah hal yang baik dan bahwa perlakuan yang adil adalah penting.

4. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas):

   - Saat Lisa memasuki remaja, dia mulai memahami moralitas dalam konteks yang lebih abstrak.

   - Dia mungkin dapat mempertimbangkan konsep moral yang kompleks seperti hak asasi manusia atau etika sosial.

Studi kasus ini menunjukkan bagaimana perkembangan moral Lisa mengikuti tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget. Pemahaman moralnya berkembang seiring pertumbuhan kognitifnya, dari yang sederhana menjadi lebih kompleks dan abstrak. Ini mengilustrasikan bagaimana pandangan Piaget tentang perkembangan kognitif dapat diterapkan dalam memahami perkembangan aspek-aspek lain, seperti moralitas pada anak-anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun