Mohon tunggu...
Isna Noor Fitria
Isna Noor Fitria Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Banjarmasin - Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Hafalan Shalat Delisa" Kisah Menyentuh untuk Indonesia

26 Januari 2012   03:07 Diperbarui: 4 April 2017   16:31 11153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oke, penduduk Indonesia! Sejenak mari kita refresh dulu otak dan pikiran kita yang kayaknya udah mbulet ngeliat berita Neng Aprilia Susanti atau anggaran ruang banggar DPR yang mencekik leher. Bosen cak, mas, mbah, mbak, opa, oma dll.. (maaph yang belum disebut :p) Daripada puyeng, mending kita ulas sedikit tentang novel Tere Liye yang baru-baru ini sudah diluncurkan filmnya. So, Tere Liye adalah seorang novelis Indonesia yang udah menerbitkan banyak buku. Tapi, dari sekian banyak buku baru satu yang saya baca dan ini langsung menyentuh ke hati. (Bermula lebay :p) Apakah itu? Jreng-jreng.. Ini dia...

Cover Novel "Hafalan Shalat Delisa"

Jadi, HSD adalah novel Tere Liye yang mulanya dimuat dalam koran Republika sebagai cerita bersambung. Kemudian, di tahun 2007 melihat antusiasme pembaca (hal sama terjadi pada novel Best Seller 'Ayat-Ayat Cinta'), cerbung ini dibukukan dalam sebuah novel yang  juga menjadi best seller hingga mengalami cetak ulang hingga 8 kali (per Desember 2011).

Ini adalah kisah tentang tsunami… Ini adalah kisah tentang kanak-kanak… Ini adalah kisah tentang proses memahami… Ini adalah kisah tentang keikhlasan… Ini adalah kisah tentang Delisa…

Novel ini diawali ketika Tere Liye melihat berita Tsunami Aceh dengan korban seorang anak kecil yang kakinya diamputasi. Dan Tere pun berikrar, bahwa dia akan mengabadikan kisah itu yang akhirnya diwujudkan dalam buku ini.

Bermula dari kehidupan sebuah keluarga kecil di Lhok Nga, Aceh yakni keluarga Ummi Salamah. Ummi memiliki 4 orang anak, yaitu Fatimah, Aisyah, Zahrah, dan si bungsu Delisa. Sedangkan ayahnya -Abi Usman- bekerja di sebuah kapal laut sehingga lebih sering berada di Luar Negeri dan komunikasi pun  dilakukan dengan telpon.

Di keluarga ini, nilai agama ditanamkan dengan kuat. Walaupun Ummi tidak didampingi Abi, tapi Umi berusaha menjadi ibu yang baik. Shalat shubuh selalu mereka laksanakan dengan jama'ah. Hingga Delisa, yang baru berumur 6 tahun pun, diwajibkan Ummi untuk hafal bacaan shalat. Mula-mulanya Delisa sangat sulit menghafal, sering tertukar letaknya. Ummi pun menjanjikan Delisa hadiah sebuah kalung, jika Delisa hafal bacaan shalat saat melewati tes hafalan di depan guru ngajinya. Dan kalung ini sangat istimewa, D untuk Delisa (hikss.. so sweet)

Akhirnya, Minggu 24 Desember 2004, kejadian memilukan hati pun terjadi.

Cuaca di Aceh hari itu begitu cerah. Tapi sesaat, gempa kecil menggetarkan Lhok Nga. Semua khawatir, tapi mengganggap ini hanya sebuah kejadian biasa. Dan hal ini tidak menjadi momok menakutkan bagi Delisa. Sebab pada hari ini, dia akan menjalani tes hafalan. Diantarkan Ummi, Delisa yakin hari ini akan menjadi hari yang indah.

Dengan visualisasi cerita yang bagus dari Tere, pembaca seakan dibawa dalam alur cerita dan turut merasakan ketulusan hati dari seorang Delisa. Di saat Delisa mengangkat takbir, Aceh bergetar. Gelombang pantai beriak seperti tak biasanya.  Endingnya, ketika Delisa tertatih dalam menyelesaikan tahiyat akhirnya, badai Tsunami datang menerjang tubuh kecilnya. Akan tetapi,ajaibnya Delisa tetap khusyu dan tidak menyadari akan apa yang terjadi.

Hiksss.. T_T (Yang nulis mulai pengen nangis lagi) Ummi beserta kakak-kakak Delisa semuanya syahid dalam musibah ini. Abi Usman pun pergi menyusul Delisa dan mendapati kaki Delisa yang mesti diamputasi. But, it's so awesome. Delisa terlihat sangat tegar bahkan dia sering menjadi motivator untuk Abi. Dan yang lebih mengharukan lagi, Delisa tetap bertekad menyelesaikan bacaan shalatnya. Bukan karena kalung, tapi karena Allah.

Kisah Delisa membawa kita pada penghayatan yang begitu dalam. Tentang keikhlasan, ketaqwaan kepada Tuhan, ketabahan dan juga mengajarkan bahwa bagaimana pun masalah mendera hidup kita, selalu ada Tuhan yang menjadi penolong.

Overall, meskipun dalam buku ini, pada halaman awalnya agak sedikit menimbulkan kerancuan pembaca, tapi di lembaran-lembaran berikutnya, kalo ga nangis ~_~, patut dipertanyakan. Dan hampir tujuh tahun setelah kejadian Tsunami Aceh dan empat tahun setelah novel ini diterbitkan, HSD hadir dalam bentuk film yang tidak kalah menyentuhnya. Saya aja habis satu bungkus tisu, karena dari awal sampai akhir terus berlinangan air mata. Mungkin, hanya film ini yang bisa mengalahkan rekor saya ketika menangis di bioskop, setelah My Name is Khan. ~_~ [caption id="attachment_166306" align="aligncenter" width="300" caption="Bentuk pamplet untuk film HSD"]

13275469451487076920
13275469451487076920
[/caption] Kayaknya filmnya udah ga diputer lagi di 21, tapi kalo Anda penasaran, novelnya bisa Anda cari di toko buku online atau offline. So, meskipun saya bukan orang hiperbolik tapi sangat saya sarankan jika Anda ingin membaca novel ini, sediakan tisu di samping Anda dan jangan pernah sekali-kali membacanya di ruang publik. Delisa, u'r inspiration. Surabaya, 26 Januari 2011 10.05

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun