Saya lahir dari keluarga menengah ke bawah. Orangtua sebagai seorang penjahit sekaligus pedagang perlengkapan sandang dan apa saja yang mungkin untuk didagangkan. Merintis usaha dari nol sehingga bisa membuat warung yang menjual barang sandang dengan disiplin yang kuat.
Kenapa dikatakan disiplin yang kuat? Karena sang Bapak begitu ketat dalam mengatur keuangan dan menabung hasil penjualan untuk membeli barang baru untuk didagangkan.
Penggunaan hasil usaha diusahakan seirit mungkin, tetapi kalau untuk uang jajan anak-anaknya ke sekolah beliau memberikannya dengan teratur. Dan dengan uang jajan ini, saya merasa lebih beruntung dibandingkan anak-anak yang lain. Saya sekolah dari Sekolah Dasar sampai kuliah Diploma bisa menerima uang saku yang teratur walau tidak besar, sampai jenjang pendidikan tersebut selesai.
Sebagai keluarga kelas menengah ke bawah, saya mengisi jumlah penghasilan orangtua ketika PMDK dengan jumlah yang minim. Sehingga ada teman menilai kegagalan saya dalam PMDK karena mencantumkan jumlah penghasilan orangtua yang minim. Penghasilan sebagai pedagang atau penjahit memang susah diprediksi, kadang mendapat penghasilan yang besar dan kadang sebaliknya.
Dorongan keluarga besar bapak agar bapak menabung untuk umrah/haji tidak pernah terealisasi sampai beliau meninggal. Adik dan Kakak bapak memang sudah melaksanakan ibadah haji, tinggal beliau dan salah satu adiknya yang belum. Mereka melihat bapak sangat rajin bekerja belanja ke Jakarta dan menjahit setiap hari dengan teratur. Tetapi hasil yang diperoleh Bapak tidak sebesar yang dihasilkan saudara-saudaranya.
Sebagai orang kelas menengah dalam segala-galanya, saya sulit mendapatkan beasiswa atau tunjangan lainnya. Dilihat dari kemampuan akademik saya tidak pantas mendapatkan beasiswa, begitu pula dari segi kemiskinan kita tidak pas juga untuk mendapatkan SKTM. Maka, selama pendidikan sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi saya tidak pernah mendapatkan beasiswa.
Puji syukur walaupun tidak pernah mendapatkan beasiswa, saya bisa menyelesaikan pendidikan dengan biaya mandiri. Membiayai pendidikan sendiri walau dengan pinjaman tapi dapat melunasi semua kewajiban terhadap lembaga pendidikan sebagai bukti penghargaan kami kepada pentingnya pendidikan.
Setelah bekerja menjadi guru, penampilan seorang guru harus rapi dengan mengenakan pakaian seragam atau pakaian kantoran. Penghasilan sebagai seorang guru honorer tidak paralel dengan penampilan yang harus ditampilkan. Pandangan orang terhadap guru cukup tinggi, sehingga harus menerima kenyataan kalau pergi pulang ke sekolah dengan jalan kaki.
Menjadi PNS juga suatu hal yang banyak dikejar semua orang. Bagi saya yang jadi PNS guru berasal dari keluarga menengah, menjadi PNS merupakan jalan untuk hidup yang layak.
Namun untuk hidup mewah atau bergaya seperti yang orang lain bayangkan juga masih jauh. Paman saya sampai bersikeras menganggap bahwa saya sudah layak untuk membeli mobil, padahal saya sudah menyanggah dengan keras juga karena membeli mobil belum layak kami lakukan.
Kami masih sibuk bergelut membiayai kebutuhan pokok dan menyekolahkan anak yang jumlahnya lima orang. Anak yang terbesar sebentar lagi akan memasuki masa kuliah.
Tentunya Kami harus bersiap membiayai kuliah dan biaya hidupnya di kota lain, dan sebagai keluarga kelas menengah dalam segala-galanya kemungkinan untuk anak mendapatkan beasiswa juga kecil. Maka, mulailah Kami merancang agar anak-anak bisa mendapatkan pendidikannya dengan kemampuan yang ada.
Sebagai keluarga kelas menengah, dan posisi sebagai PNS juga menjadi tumpuan dan pandangan dari keluarga besar yang lain. Bila ada keluarga yang menikah, sakit, atau peristiwa lainnya tak elok bila tidak ada kepedulian terhadap mereka. Mereka menganggap bahwa kami mendapat rezeki yang lebih dari mereka, padahal mereka juga tidak tahu apa yang sebenarnya kami hadapi berupa kesulitan dan kekurangan.Â
Beban utang yang harus dibayar membuat penghasilan yang seharusnya layak tidak bisa memenuhi kebutuhan selama sebulan. Tidak punya apa-apa kalau tidak berutang memang sudah menjadi rumus pegawai.
Kami bisa membeli mobil, namun jangan makan selama tiga tahun. Tapi itu juga pada kami keluarga kelas menengah, kalau kelas atas walaupun pegawai tentunya bukan masalah.
Cukuplah apa yang kami peroleh, karena dengan melihat apa yang diperoleh orang lain juga tidak akan membuat kami cukup. Karena dengan menambah penghasilan tambahan pun belum terbayang oleh kepala ini.
Namun, menjalani hidup ini dengan syukur tentunya akan membuat segalanya menjadi cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H