Saya pernah mengajar di sekolah menengah swasta yang umurnya masih bayi. Saya mengajar karena ada paman yang baru mengajar dan mencita-citakan untuk mengembangkan sekolah yang statusnya masih satu atap dengan sekolah SMP yang masih satu yayasan. Itulah pertama kali Saya menceburkan diri dalam dunia pendidikan.
Idealisme yang tinggi dengan latar belakang kuliah D3 non pendidikan dan ingin mencetak siswa yang berkualitas dengan semangat bahwa dunia akan Saya ubah dengan mudahnya.Â
Semangat membangun generasi yang lebih berpikir dan berkualitas itu akan mudah Saya lakukan karena Saya belum mencoba sendiri mendidik siswa dan menjadi Guru.
Setelah mencoba mengajar, Saya mendapati kenyataan bahwa siswa tidak bisa mudah saya kendalikan. Jarak usia Saya yang tidak begitu jauh dari siswa membuat Saya harus berhati-hati dengan segala tindakan Saya.Â
Bagaimana kalau seandainya mereka malah mengajak berkelahi dan malah saya yang bonyok. Selain usia yang tidak terlalu jauh, badan mereka pun hampir sama dengan Saya dan mereka lebih mudah berpendapat untuk melawan.
Para siswa angkatan pertama ini terdiri dari lulusan siswa sekolah SMP yang masih satu yayasan dan juga dari sekolah lain. Ada pula siswa yang sudah beberapa tahun tidak melanjutkan dan ikut sekolah kami untuk melanjutkan.Â
Dapat dibayangkan para siswa adalah angkot (angkatan kolot) dan gurunya anak muda yang kebanyakan bukan berlatar belakang sarjana pendidikan. Namun semangat Saya dan rekan untuk mengajar masih kencang dan penuh harapan masa depan yang cerah.
Para siswa kebanyakan masih malas-malasan untuk belajar karena mereka mau sekolah juga sudah untung. Saya berusaha untuk hadir pada setiap waktu yang dijadwalkan walaupun tingkat kehadiran sangat rendah karena mereka malah nongkrong di warung.Â
Saya berusaha memperlihatkan idealisme karena satu sisi saya belum menguasai materi pembelajaran dan keinginan untuk memperlihatkan kesungguhan Saya dalam mengajar.
Hasil pembelajaran yang Saya dan rekan-rekan lakukan adalah ada beberapa siswa yang mengundurkan diri, terutama yang kurang termotivasi.Â
Tetapi ada juga yang masih bertahan dan tetap semangat untuk belajar dan melanjutkan di kelas selanjutnya. Dan beberapa tahun kemudian dari siswa angkatan satu ini ada yang melanjutkan kuliah dan mengajar di Sekolah Dasar sehingga diangkat menjadi guru PPPK.
Siswa angkatan kedua lebih parah lagi karena siswanya kebanyakan laki-laki dan jumlahnya hanya sepuluh orang. Siswa angkatan dua ini lebih beringas dan ada yang usia hanya terpaut lima tahunan.Â
Siswa angkatan dua ini penampilan dan perilakunya memang kurang diharapkan, tetapi kelebihannya di hadapan Kami, mereka tetap hormat dan mau menghargai Kami.Â
Namun Saya dan rekan kadang tidak bisa mengendalikan perilaku mereka di luar yang katanya macam-macam menurut orang-orang di luar.
Saya dan rekan tetap terus mengajar mereka sebisa kami, dengan fasilitas seadanya, in take siswa yang seadanya dan kebiasaan belajar siswa yang kurang kami berusaha mewujudkan idealisme kami. Dan hasilnya setelah mereka lulus, mereka bisa hidup normal dan bahkan mendapatkan pekerjaan yang lebih dari ekpektasi mereka.
Kami pun sebagai guru berusaha memperbaiki kompetensi kami dengan mengikuti kuliah baik berupa pendidikan akta mengajar atau melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana.Â
Selain memperbaiki kualitas pembelajaran kami, juga memperbaiki nasib kami di masa kemudian hari. Dua orang dari kami dikemudian hari bisa lulus tes CPNS dan beberapa rekan yang lain bisa mendapatkan sertifikat pendidik untuk mendapatkan tunjangan fungsional.Â
Sekolah yang dulunya hanya sekolah kelas kambing, kemudian hari bisa menjadi sekolah mandiri dan mempunyai banyak siswa. Namun kepuasan seorang guru adalah ketika anak didiknya bisa sukses dengan definisi mereka.Â
Ada di antara alumni yang pernah pindah-pindah sekolah dan menemukan kenyamanan dan penerimaan setelah sekolah di sekolah kami. Padahal sekolah yang pernah di ikuti sebelumnya adalah sekolah-sekolah besar dan berbiaya mahal.Â
Dan kepuasan yang lain adalah ada beberapa siswa yang bermasalah ini kemudian kuliah dan berhasil mendapat gelar sarjana.Â
Masalah yang mereka buat adalah ketika mereka di masyarakat atau karena mereka bermasalah di sekolah-sekolah sebelumnya.Â
Dan tetap kita sebagai guru harus menjunjung keadilan dan idealisme kita sebagai pendidik, karena ketika kita memperlihatkan integritas kita sebagai guru, maka siswa akan berusaha untuk berbuat sesuai aturan dan merasa nyaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H