Mungkin itulah mengapa di kota-kota yang umurnya tua, banyak kita temukan alun-alun atau semacamnya yang memungkinkan orang berkumpul, berolah raga, dan menyaksikan pagelaran seni.Â
Semua orang bisa berkumpul, mengobrol, bertemu dengan berbagai macam orang baik yang dikenal maupun tidak. Bahkan bila sekolah tidak punya lapangan olah raga, atau tempat luas untuk berlatih yang mengharuskan berkumpul banyak, mereka bisa melakukannya di sana.
Di beberapa kota yang merasakan pentingnya ruang publik, pemerintah daerahnya banyak yang mengoptimalkan bahkan membuat ruang publik yang baru. Sedang di daerah pinggiran, ruang publik menjadi semakin terbatas apalagi dengan pemukiman yang semakin padat. Ruang publik  tercipta dengan dadakan dan berada di sembarang tempat yang bisa mengganggu ketertiban umum.Â
Di pemukiman pedesaan, pemukiman yang padat terkadang terkendala dengan pembangunan yang pesat tanpa menyisakan ruang gerak yang optimal bagi penghuninya. Banyak pemilik rumah yang menghabiskan tanah mereka untuk bangunan dan tidak menyisakan sedikitpun ruang untuk orang lain, bahkan ada yang tidak menyisakan tanah mereka untuk area kegiatan mereka sendiri.
Seperti pernah ramai di media sosial tentang pemilik mobil yang membuat garasi di jalan umum. Tentunya hal itu membuat ruang yang seharusnya untuk publik menjadi ruang untuk pribadi dan merugikan publik. Ruang publik dimanakh kau berada, rindu aku ingin jumpa...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H