Saya jadi ingat dengan status salah seorang teman facebook saya yang seorang dokter. Terungkaplah kisah pilu dari pasiennya yang masih TK, sudah tidak perawan lagi, dan pelakunya adalah anak yang masih kecil juga, yaitu anak SD. Saya yakin tidak hanya anak tersebut yang menjadi korban gagalnya pendidikan kesehatan reproduksi di Indonesia, tapi masih banyak korban-korban lain, apalagi remaja. Bukan rahasia umum, banyak remaja kita yang rela melakukan apa saja, termasuk menjual diri demi uang dan gaya hidup. Entahlah, semestinya mereka sudah tahu tentang kespro, tapi lemahnya pengawasan orangtua dan lemahnya kepedulian lingkungan, menjadikan mereka santai saja melakukan hal yang menyimpang tersebut.
Sebagai seorang apoteker yang pernah bekerja di apotek, saya pribadi punya pengalaman horror soal kespro ini. Ada lho remaja yang mencari kondom dan antibiotik, di malam minggu pula. Jelas pikiran saya kemana-mana, alih-alih memberikan apa yang diminta remaja tadi, yang ada justru saya nasehati dan saya takut-takuti sekalian. Ada juga kisah minta obat KB padahal belum menikah dan belum pernah kontrol ke dokter untuk mendapat resep obat KB yang pertama. Mencurigakan, dan sekali lagi, saya jelaskan saja tentang kespro serta penyakit menular seksual.Â
Kesehatan reproduksi, penting untuk diperhatikan
Setali tiga uang soal kesehatan reproduksi remaja kita, sebenarnya kesehatan reproduksi dan mental remaja itu tidak terpisahkan. WHO sendiri menyatakan bahwa kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit, atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Soal kesehatan reproduksi ini tak lepas dari seks education. Zaman saya SMA dulu, sudah mulai gencar edukasi mengenai kesehatan reproduksi. Saya dan beberapa teman, bahkan mengangkat isu ini dalam tugas kelompok presentasi Bahasa Inggris. Seingat saya, ada juga seminar dari dinas kesehatan atau BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dan dinas terkait kepada seluruh murid, agar semakin paham tentang kesehatan reproduksi termasuk masalah-masalah kespro yang dapat timbul. Mestinya seminar atau sosialisasi ini juga digalakkan sejak anak menempuh sekolah dasar, karena tidak dipungkiri bahwa sekarang masa baligh anak-anak sudah semakin cepat.
Pengetahuan tentang kespro ini secara tidak langsung berpengaruh ke pikiran remaja kita terhadap aktivitas seksual mereka. Jika remaja paham apa efek dari aktivitas yang menyimpang dan tidak sesuai dengan usianya, mereka seharusnya mengerti konsekuensi yang akan muncul. Diharapkan dengan mengetahui akibat tersebut, remaja kita akan berpikir ratusan kali sebelum melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Peran orangtua
Tak hanya bermental tahan banting dalam artian memiliki daya saing, berperilaku baik dan percaya diri saja, kespro juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tugas orangtua untuk membekali anak dengan penjelasan fungsi masing-masing organ reproduksi dan apa yang dapat terjadi bila disalahgunakan. Orangtua mestinya membangun komunikasi dua arah agar anak mau terbuka soal dirinya, termasuk soal kespro.
Harapan sebagai orangtua
Besar harapan saya agar kita sama-sama membangun kualitas kesehatan reproduksi dan mental remaja Indonesia, baik sebagai orangtua, pendidik, maupun sebagai warga negara. Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Kalau tidak dimulai dari diri sendiri dan dari keluarga kita, maka dimulai dari mana lagi?
Referensi:
Materi Presentasi Nangkring BKKBN Bengkulu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H