Selain kopi robusta dan arabica di Indonesia ada jenis kopi Liberika yang bernama ilmiah Coffea liberica var. liberica merupakan kopi yang banyak di yakin berasal dari negara Liberia sesuai dengan nama Liberika.
Akan tetapi, secara umum jenis kopi ini dapat ditemukan di banyak kawasan Afrika lainnya. Saat ini, liberika ditanam di perkebunan kopi di Afrika dan Asia secara terbatas, namun tanaman liberika juga tumbuhan liar di daerah Afrika lain, seperti Angola, Afrika Tengah, Benin, Kamerin, Gabon, Ghana, Kongo, Guinea, Nigeria, Sao Tome, Sierra Leone, Sudan, Uganda dan Pantai Gading. Di Asia kopi liberika banyak di konsumsi di Malaysia, Philipina, disini kopi liberika juga di branding buat perbaikan iklim dan di munculkan kembali sebagai tanaman primadona.
Pada asalnya sebelum tahun 1878, tanaman perkebunan kopi di Indonesia ditanami dengan kopi jenis arabika. Akan tetapi, saat itu muncul serangan wabah penyakit karat daun atau Hemelia vastatrixi (HV), sehingga pemerintah Belanda mencari alternatif jenis kopi lain yang lebih tahan terhadap penyakit tersebut.
Di Philipina Kegagalan Liberica cofea sebagai tanaman global pada pergantian abad kedua puluh disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk
pemilihan bahan yang tidak tepat untuk diseminasi global. Minat baru dalam hal ini spesies, terutama dalam varian Excelsa, terbukti di seluruh rantai pasokan cofee.Â
Di dunia yang memanas, dan di era yang dilanda gangguan rantai pasokan, liberika cofee bisa muncul kembali sebagai tanaman tanaman utama, beginilah negara philipina melakukan rebranding kopi jenis Liberika.
Kopi dengan buah yang berukuran beras ini di Indonesia banyak di jumpai di kabupaten Meranti Kecamatan Selat Panjang yang merupakan pinggiran pantai dan lahan gambut basah, petani sudah mengkembangkan dengan skala ekspor dengan tujuan Malaysia yang juga merupakan negara pengimpor kopi terbesar di dunia.
Di Pulau Jawa banyak di temui namun masih tumbuh di sela-sela kopi robusta, di Temanggung desa Gesing oleh petani Rio kopi berbatang besar ini di manfaatkan sebagai batang bawah untuk penghasilkan robusta, karena lahan yang sempit kopi dengan batang besar ini di nilai kurang menguntungkan bila di banding robusta yang sudah bernilai komersil lebih tinggi.
Di banyak di jumpai di Kalimantan seperti di Kayong, Desa Bati-Bati, Desa Perangat dan kecamatan sepaku juga sedang di kembangkan kembali setelah banyak komoditas seperti karet dan sawit, asal kopi yang berukuran tinggi bisa 9 meter ini banyak di jumpai daerah transmigrasi, memang hampir punah yang dulu awal transmigrasi menjadi konsumsi warga dan dan terus di kembangkan.
Suyanto melalui neneknya membawa kopi jenis buah besar ini dari Pacitan dan sampai sekarang sang cucu ini membudidayakan kembali setelah sempat menanam lada, dan baru sadar kopi sang nenek masih bisa tumbuh dengan sangat baik di lingkunganya sebagai warisan leluhurnya. Usia Suyanto saat ini 43 tahun maka kurang lebih se usianyalah kopi liberika sepaku ini hadir sejak transmigrasi.
Kopi Liberika ini sempat tidak di lirik oleh para petani karena waktu itu belum semaraknya industri hilir dari kopi, sehingga masih ada sisa-sisa yang hanya tumbuh beberapa pohon saja, bahkan di temui di lahan kopi ini tumbuh di tonggak batang kayu ulin, kemungkinan yang tumbuh dari kotoran luwak yang memakan buah kopi.