Mohon tunggu...
Ismiyati Yuliatun
Ismiyati Yuliatun Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis_Psikolog RSJD Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Inner Child, Bagaimana Menyikapinya?

11 Oktober 2022   10:03 Diperbarui: 12 Oktober 2022   20:15 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembahasan mengenai inner child sudah sering kali kita dengar. Inner child merupakan sisi kepribadian seseorang yang terbentuk dari pengalaman masa kecil. 

Masa ini berlangsung ketika masih berada dalam kandungan sampai akil baligh. Jadi apabila peristiwa masa lalu yang diduga menjadi penyebab keadaan sekarang tersebut terjadi setelah menikah, maka bukan inner child namanya.

Makna lain yang dapat menggambarkan inner child adalah suatu sosok anak kecil yang masih melekat dalam diri orang dewasa. 

Jadi, orang tersebut memiliki cara merespon terhadap suatu peristiwa persis seperti anak kecil, misalnya takut yang berlebihan, emosi yang berlebihan atau tidak percaya diri. 

Namun, ada yang mengatakan bahwa inner child itu adalah luka pengasuhan masa lalu. Bagi sebagian orang pengalaman- pengalaman masa lalu dapat dibawa hingga dewasa, jadi meskipun tubuhnya dewasa namun respon terhadap situasi seperti anak kecil karena luka-luka yang ada belum tertangani atau belum terselesaikan.

Inner child menjadi satu hal yang perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, perilaku, dan pengembangan diri seseorang. Sehingga dengan memahami inner child, seseorang dapat berupaya untuk menerima dan mengelola pengalaman masa lalu.

Hal-hal yang terjadi di luar diri anak dapat mempengaruhi tumbuhnya berbagai persepsi yang mengakibatkan munculnya perasaan tertentu. 

Pengalaman yang dipersepsi sebagai situasi yang baik (feeling safe, loved, and supported) akan mengajarkan tentang kehangatan sebuah keluarga dan menstimulasi untuk belajar menjadi hebat. 

Sebaliknya pengalaman yang dipersepsi sebagai situasi yang buruk, misalnya tidak pernah atau jarang merasakan kasih sayang, tidak pernah dipeluk atau dicium oleh orang tua, tidak memiliki kesempatan bermain dengan teman, selalu diremehkan ketika menyampaikan pendapat atau melakukan sesuatu bahkan sampai terjadi kekerasan fisik maupun seksual.

Bahkan ketika menunjukkan emosi positif pun tidak dipedulikan (feeling alone, scared, and sedih) maka akan muncul rasa tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional.

Pengalaman masa kecil adalah sumber belajar dan akan membentuk kepribadian serta perilaku, melalui serangkaian pengalaman panjang, dengan segudang peristiwa yang tersusun menjadi karakter ketika dewasa. 

Peran keluarga sangat besar dalam membentuk pengalaman masa kecil. Keluarga yang dapat melakukan fungsinya dengan baik akan memunculkan pengalaman yang baik, begitu pula sebaliknya. 

Berat atau ringan gangguan yang dialami juga dipengaruhi oleh seberapa dalam luka yang dialami dan bagaimana karakter setiap orang. 

Selanjutnya, ketika seseorang terluka, tanpa disadari luka tersebut mengontrol perilakunya sehingga muncul rasa tidak aman, defensif, stress, menarik diri dan mengalami krisis kepercayaan.         

Sebagian orang dapat menyadari saat dirinya mengalami perubahan yang menyebabkan terhambatnya berbagai fungsi fisik, psikis maupun sosial akibat pengaruh inner child. 

Namun terkadang mereka tidak menyadari apa yang terjadi, sehingga kesadaran muncul dari orang-orang yang berada di sekitarnya.

Pertanyaannya, bagaimana cara merangkul dan mengasuh kembali inner child yang terluka?

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah berusaha menyadari dengan mengamati apa yang dialami serta mencari peristiwa yang sama pada masa lalu. 

Pada proses mengenali luka ini, seringkali muncul   reaksi otomatis menolak atau menutup akses untuk mengenali luka, fokus mencari siapa dalang dari luka yang dialami, dan ketika merasa tidak nyaman buru-buru ingin melepaskan. Akibatnya sulit dicapai adanya penerimaan terhadap peristiwa yang sudah terjadi.

Selanjutnya, langkah ini dilakukan melalui proses step by step, butuh waktu dan ada kemungkinan untuk salah, artinya apa yang dilakukan tidak akan selalu berhasil, ada saat gagal dan diulangi kembali prosesnya.

Setelah berhasil menyadari maka yang dapat dilakukan adalah mengelola: kepingan-kepingan masa lalu yang menyebabkan luka dengan cara:

Mengidentifikasi emosi dan pikiran; apa sih emosi atau pikiran yang belakangan sering mengganggu? Apa yang dilakukan ketika muncul emosi atau pikiran tersebut? Apa yang menyebabkan melakukan hal tersebut? Apa yang diyakini, apa kerugiannya dan apa keuntungannya?

Membangun kelekatan dengan inner child dan kemudian menjadi orang tua atau pengasuh dari sosok kecil tersebut. Katakan bahwa sekarang kamu aman dan ada saya yang menyayangimu.

Berkirim surat pada sosok kecil kita untuk menciptakan rasa aman dan nyaman. Memaafkan orang lain yang membuat luka, memaafkan lingkungan maupun memaafkan diri sendiri.

Sadari kelemahan dan kekuatan diri, koreksi kelemahan dan perbesar kekuatan, fokus pada tujuan (dream: manusia sehat dan bahagia)

Sadari bahwa segala sesuatu sudah ada yang mengatur yaitu Yang Maha Kuasa, tempat bersandar dan berharap. Menerima setiap kejadian dan memasrahkan pada yang mengatur akan membantu menciptakan ketenangan dan kebahagiaan.

Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan secara mandiri bila mampu, namun ada baiknya jika terdapat orang-orang dekat yang mendampingi untuk membantu mengatasi munculnya respon yang tidak terduga dan berisiko. 

Jika belum teratasi dapat meminta bantuan pada profesional yang berkompeten seperti psikolog atau psikiater.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun