Siapa yang diuntungkan dengan kebijakan ini?
Dilansir dari tempo.com, Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai Singapura adalah negara yang paling diuntungkan dari kebijakan ekspor pasir laut Indonesia. Seperti diketahui Indonesia kembali membuka keran ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Dia berujar reklamasi Singapura saat ini sangat membutuhkan banyak pasir laut dari Indonesia karena berkualitasnya sangat baik. Sebab, beberapa negara telah menyetop ekspornya.
"Kebutuhan total pasir laut untuk kebutuhan reklamasi Singapura hingga tahun 2030, adalah sekitar 4 miliar kubik," ujar Yusri melalui keterangannya kepada Tempo, Selasa, 6 Juni 2023. Adapun dia menyebut harga kontrak Johor Baru ke Jurong Town Corporation (JTC) sekitar 15 dolar Singapura (SGD) per meter kubik. Sedangkan dari Vietnam sekitar SGD 35 hingga US$ 38 per meter kubik FOB Singapore.
Jika dibandingkan dari sisi kualitas pasir, dia menjelaskan jarak suplai dan harga jual yang didapatkan Singapura dari Indonesia sudah pasti lebih baik. Karena itu, menurutnya, dapat dipastikan Singapura akan memilih pasir laut dari Kepulauan Riau, dibandingkan dari Vietnam, Kamboja, Â Myanmar, Thailand dan Filipina.
Dengan demikian, dia menilai jika Indonesia bisa mengatur sistem satu pintu dalam penjualan ke Singapura, target harga bisa mencapai berkisar SGD 18 hingga SGD 21 per meter kubik FOB Singapore. Sistem yang ia maksud adalah mekanisme negosiasi tanpa tender ke JTC dan BUMN tambang yang ditunjuk sebagai pimpinan konsorsium.
Partisipasi Publik diabaikan
Sejumlah kalangan menilai kebijakan ekspor pasir laut dinilai minim melibatkan peran publik. Padahal, masyarakat pesisir dan nelayan paling berdampak pada kerusakan lingkungan akibat eksploitasi pasir laut.
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyebutkan penambangan pasir laut berpotensi meningkatkan pencemaran pantai yang juga akan berdampak terhadap ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir. Selain itu, penambangan pasir laut juga dapat merusak wilayah pemijahan ikan dan nursery ground, merusak ekosistem mangrove dan menganggu lahan pertambakan, mengubah pola arus laut yang sudah dipahami secara turun menurun oleh masyarakat pesisir dan nelayan, hingga kerentanan terhadap bencana di perkampungan nelayan.
Dalam pengelolaannya negara seharusnya menegakan good governance, yakni akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Alasan dibukanya kembali kebijakan ekspor pasir laut seharusnya bisa dipertanggungjawabkan, bukan dengan asumsi-asumsi liar. Alasan izin ekspor laut tidak semata demi kepentingan ekonomi. Kepentingan lingkungan dan ekosistem laut jauh lebih penting.
Demikian pula terkait dengan aspek transparansi, kebijakan ekspor pasir laut harus dibuka secara terang-terangan. Gelar diskusi publik, sejauh mana kebutuhan kita untuk mengekspor pasir laut serta seberapa besar pendangkalan laut mengganggu pelayaran nasional. Begitu pun aspek partisipasi, itu sangat menentukan dukungan publik terhadap kebijakan ekspor laut. Pemerintah harus membuka seluas-luasnya partisipasi publik terhadap kebijakan pengerukan dan ekspor pasir laut. Pasalnya, setiap kebijakan pemerintah sejatinya dilakukan demi kemaslahatan rakyat.