Mohon tunggu...
Ismi Mia
Ismi Mia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Hukum Kewarisan

7 Maret 2023   18:43 Diperbarui: 7 Maret 2023   19:07 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Proses di mana hak milik orang yang meninggal dialihkan kepada ahli warisnya dikenal sebagai harta waris. Konsep pewarisan disebut juga dengan faraid, atau bagian yang nilainya telah dialokasikan kepada ahli waris. Dalam konteks penerapan waris Islam, alasan pertama yang harus dipahami tentu saja merupakan bentuk ketaatan kepada Sang Pencipta atau lebih khusus lagi berpegang pada prinsip-prinsip ketuhanan. Ajaran ini menekankan bahwa merupakan kewajiban Islam untuk membagi warisan sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan sunnah.

Lebih jauh lagi, iman, khususnya landasan iman yang kokoh kepada Allah SWT, terkait erat dengan penerapan waris Islam. Hal ini ditunjukkan dengan berpegang pada Sunnah Rasul-Nya dan Al-Qur'an. Karena itu, berpegang pada warisan Islam merupakan bentuk ketundukan total kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Tidak mungkin seseorang membagi warisan sesuai dengan ajaran Islam jika tidak dilandasi oleh iman.
Perlakuan yang sama bagi laki-laki dan perempuan harus dipastikan dalam pembagian warisan. Kesesuaian hak dan kewajiban adalah adil. Pengalihan harta peninggalan mendiang kepada ahli warisnya sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan Nabi SAW merupakan inti dari pewarisan Islam. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk berbagi keuntungan. Akibatnya, keadilan tidak berarti kesetaraan; melainkan harus seimbang atau al-mizan, atau sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing secara proporsional sehingga proses pewarisan dan sejarah seolah-olah telah sirna pada saat ini.

Penerapan prinsip waris Islam saat ini sudah sangat jarang. Tentu saja hal ini tidak lepas dari pengetahuan dan pemahaman tentang waris yang dimiliki oleh setiap umat Islam. Oleh karena itu, gagasan pewarisan Islam masih dianggap tidak penting dalam Islam. terlepas dari kenyataan bahwa dalam praktiknya, dia menerima hadiah dan konsekuensi serta menjadi ancaman baginya. Ini perlu dipahami sepenuhnya sebelum dapat dipraktikkan. Dimulai dengan sejarahnya, hukumnya, dan aspek lain dari praktik faraidh. Sejarah, hukum, takran, dan tata cara pembagian warisan lainnya akan dibahas dalam artikel ini.

PEMBAHASAN

1. Apa yang menjadi kewajiban ahli waris terhadap pewaris yang meninggal dunia?

Tanggung jawab ahli waris terhadap pewaris telah disebutkan dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 175 yaitu pada ayat (1) tentang kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah: Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai, Menyelesaikan baik utang-utang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang, Menyelesaikan wasiat pewaris dan Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.

ketika seorang ahli waris meninggal dunia, warisan dibagikan kepada mereka. Sesuai dengan hukum waris perdata, ahli waris memiliki beberapa tanggung jawab, beberapa di antaranya meliputi:

  • Sebelum harta warisan dibagikan kepada masing-masing ahli waris, seorang ahli waris wajib menjaga keutuhan harta peninggalannya. Tanpa persetujuan semua ahli waris yang bersangkutan, seorang ahli waris tidak dapat memanfaatkan harta warisan yang belum dibagikan kepada semua ahli waris yang berhak menerimanya.
  • Baik menggunakan pewarisan menurut hukum perdata, hukum Islam, maupun hukum adat, seorang ahli waris wajib merundingkan suatu sistem pembagian warisan bagi semua ahli waris.
  • Seorang ahli waris wajib melunasi utang-utangnya.
  • Dalam hal ada wasiat, ahli waris wajib melaksanakannya.

2. Mengapa proses penyelesaian harta warisan segera dilaksanakan?

Untuk menyelesaikan masalah keluarga, proses penyelesaian warisan harus segera diselesaikan. Dengan memperlancar pembagian warisan, maka dapat dihindari terjadinya konflik dan hal-hal lain yang dapat merugikan hubungan kekeluargaan dalam keluarga, khususnya antar ahli waris.

Setiap orang yang menjadi ahli waris setelah kematian ahli waris harus menyadari sejak awal bahwa warisan adalah hak yang sah. Ahli waris berhak untuk memintanya kapan saja, terlepas dari apakah mereka membutuhkannya. Ini adalah hak. Selain itu, sangat dianjurkan untuk mempercepat pembagian warisan karena ini adalah hak. Mengenai waktu pembagian warisan, terjadi setelah utang ahli waris lunas, wasiat ahli waris telah dibagikan, dan pengurusan jenazah selesai. Setelah itu, semuanya berakhir, dan setiap keluarga yang ditinggalkan melewati masa berkabung yang tidak terlalu sulit.

Pembagian warisan ahli waris kepada ahli waris biasanya terjadi setelah kematian orang tua ahli waris. Karena ada asas kekeluargaan yang mendukung pembagian harta warisan, dan kesepakatan para ahli waris diutamakan. Dan pembagian harta warisan itu harus segera dilakukan setelah segala sesuatunya diputuskan dan para ahli waris menyetujuinya.

3. Mengapa di masyarakat sering terjadi persengketakaan masalah harta warisan?

Faktor penyebab terjadinya sengketa waris adalah karena belum terjadi pembagian harta warisan dalam jangka waktu yang lama sehingga harta tersebut menjadi musnah dan timbulnya fitnah, ini dikarenakan adanya ketidaktahuan ahli waris, dan adanya penguasaan sepihak dari salah satu ahli waris. Maka sebaiknya ketika Para pihak pewaris meninggal dunia sebaiknya sesegera mungkin dilakukan urusan-urusan yang terkait dengan si mayit termasuk pembagian harta waris, para ulama dan para cendikiawan hukum perlu terus memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pembagian harta waris sesuai dengan hukum Islam. Hendaknya Hakim dalam memutus sebuah perkara harus mempertimbangkan kebenaran hukum dan memenuhi rasa keadilan bagi kedua belah pihak yang berperkara.

4. Bagaimana seharusnya dalam menyelesaiakan masalah harta wrisan dilakukan di tengah masyarakat?

Dalam hukum waris, pembagian harta peninggalan setelah selesai dapat terjadi tanpa pertentangan/persengketaan. Pada prinsipnya perlu adanya musyawarah dalam pembagian harta warisan. Untuk menentukan bagian masing-masing ahli waris dilakukan musyawarah dalam keluarga. Apabila persengketaan tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah, maka dapat diselesaikan melalui pengadilan.

Tata cara pembagian warisan termasuk dalam tata cara penyelesaian sengketa. Jika kepala desa menangani kasus perdata yang dibawa oleh tetangganya, itu sah atau tindakannya benar dan tepat. Tugas kepala desa sebagai hakim perdamaian.

Ada dua penyelesaian berbeda yang diajukan warga kepada kepala desa untuk kasus yang melibatkan pembagian warisan. Penyelesaian itu adalah sebagai berikut: Pertama, para ahli waris yang bersangkutan sepakat tentang bagaimana pembagian warisan itu. Kedua, sengketa antara ahli waris yang terlibat kasus yang dibawa oleh warga desa dan kepala desa.

Prosedur penyelesaian kedua jenis kasus tersebut sedikit berbeda. Karena keduanya memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan dalam penyelesaiannya. Perselisihan antara para pihak (ahli waris) yang terlibat mendahului kasus pembagian warisan yang diajukan kepada Kepala Desa. Dalam skenario ini, prosedur biasanya cukup mudah. Dalam kebanyakan kasus, ahli waris seseorang bertemu setelah kematiannya untuk membahas bagaimana membagi warisannya. Dalam perundingan itu biasanya ada atau ditunjuk seseorang juru bicara berwibawa dan dianggap mampu menangani masalah yang sedang dihadapinya.

5. Sebagai mahasiswa Islam, apa yang anda lakukan bila terjadi sengketa harta warisan dalam suatu keluarga?

Menurut hukum Islam, persengketaan tentang pembagian warisan dapat diselesaikan dengan cara litigasi atau melalui proses pengadilan. Diawali dengan gugatan di pengadilan negeri dan diakhiri dengan putusan hakim, maka sengketa dapat diselesaikan. Namun, ada juga penyelesaian sengketa non-litigasi. Apa yang dimaksud dengan "penyelesaian non-litigasi"? Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui lembaga penyelesaian sengketa alternatif dikenal dengan istilah "pemisahan melalui nonlitigasi".

Temuan penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa non litigasi/di luar pengadilan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi ahli waris. Mediasi digunakan untuk menyelesaikan perselisihan pembagian warisan sesuai dengan hukum Islam. Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa pembagian harta peninggalan menurut hukum Islam. Karena perselisihan dapat diselesaikan dengan tuntas, maka dapat menumbuhkan lingkungan keluarga yang lebih harmonis. Para ahli waris harus mencantumkan syarat-syarat perjanjian yang telah disepakati selama proses mediasi. Setelah itu, perjanjian perdamaian ditandatangani sebagai akta perdamaian, yang memberikan kekuatan hukum dan mengikat para ahli waris yang bersengketa.

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 7 HKI 4E :

1. Muhammad farkhan alasyrof(212121151) 

2. Ismia Hanny Kharomah(212121153) 

3. Muhammad Abdul Latif(212121168) 

4. Nur Rohmatul Azizah(212121176) 

5. Ajib Athoilah(212121180) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun