Mohon tunggu...
Ismi Mia
Ismi Mia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pencatatan Perkawinan adalah Bukti Sahnya Perkawinan

15 Februari 2023   17:31 Diperbarui: 15 Februari 2023   17:43 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Pencatatan perkawinan merupakan hal yang penting, bahkan menjadi persyaratan administrasi yang harus dilakukan. Tujuannya agar perkawinan itu jelas dan menjadi bukti bahwa perkawinan itu telah dilangsungkan, baik bagi yang bersangkutan, keluarga kedua belah pihak, orang lain, maupun bagi masyarakat karena peristiwa perkawinan itu dapat dibacakan dalam surat resmi dan dalam surat. daftar yang sengaja disiapkan. untuk itu agar sewaktu-waktu dapat digunakan terutama sebagai alat bukti tertulis yang otentik. 

Dengan adanya surat bukti itu, secara hukum dimungkinkan untuk mencegah terjadinya perbuatan lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun ketentuan tentang pencatatan perkawinan hanya merupakan persyaratan administrasi, namun ketentuan tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap ketentuan administrasi lainnya, khususnya yang berkaitan dengan peristiwa dan perbuatan hukum.

Seperti yang baru ini diungkapkan, surat nikah pada dasarnya adalah metode yang sah untuk pembuktian. Berkaitan dengan itu, dalam buku keempat, Bagian I, pasal 1865 Kitab undang Hukum Umum, disebutkan bahwa motivasi diadakannya pembuktian adalah:

Sebagai anggapan bahwa individu memiliki keistimewaan
Untuk menegaskan dan memperkuat bahwa seseorang memiliki keistimewaan
Untuk menyangkal atau menyatakan pernyataan yang salah bahwa orang lain memiliki hak istimewa
Untuk menunjukkan dan menyatakan bahwa telah terjadi apa yang sedang terjadi atau suatu peristiwa telah terjadi.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kehadiran surat nikah yang sah menurut hukum memegang peranan penting, terutama dalam upaya menjaga dan melindungi kebebasan seseorang dan untuk menunjukkan bahwa suatu peristiwa yang sah telah selesai. Akibatnya, ketika ada kasus atau klaim dari satu pihak lagi sehubungan dengan sahnya suatu kegiatan yang sah, pekerjaan pembuktian (dalam hal ini pengesahan perkawinan) menjadi sangat penting. Bila ditelaah lebih lanjut, keberadaan alat bukti yang tersusun, khususnya dalam menangani perkara di pengadilan, berdiri kokoh pada suatu keadaan yang berat, padahal merupakan alat bukti yang withering banyak digunakan dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Selain itu, bukti yang disusun ini dapat sah untuk jangka waktu yang lama selama laporannya masih ada.

Pendaftaran pernikahan tidak menentukan apakah pernikahan itu sah atau tidak. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak orang tidak mendaftar di Kantor Kebendaharaan Umum atau Kantor Urusan Ketat (KUA) bagi umat Islam. Di sisi lain, pengaturan ini hanyalah sebuah substansi, sehingga acara pernikahan tidak memuaskan pihak yang masih mengudara dengan peraturan. Banyaknya kasus pengabaian pasangan dan anak, hubungan kontrak terpisah, yang salah satunya disebabkan oleh tidak adanya hubungan. Mengalahkan hal tersebut, otoritas publik telah memberikan payung hukum yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) PP No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan PP No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 22 Tahun 1946 ttg UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pendaftaran Terpisah Hubungan, dan Rujukan. Agregasi Regulasi Islam, sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari negara. Keuntungan yang muncul dari pendaftaran hubungan antara lain: (1)terjaminnya kepastian status suami istri dan anaknya(2)terjaminnya proses pengurusan akta kelahiran anak(3)terjaminnya hak waris dari suami istri serta anak. 

Pembahasan

1. Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia

Pertama, aturan Islam, baik dalam Al-Qur'an maupun al-Sunnah, tidak secara eksplisit mengatur daftar hubungan. Ini unik dalam kaitannya dengan muamalat (mudayana) yang tidak diselesaikan dengan uang tunai untuk jangka waktu tertentu, pencatatannya diminta. Tuntutan kemajuan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan, syariat Islam di Indonesia perlu mengaturnya dengan pertimbangan yang sah demi kepastian hukum di mata masyarakat.

Upaya ini sudah lama diupayakan oleh aparatur negara, karena selain merupakan perjanjian yang sakral, perkawinan juga mengandung hubungan kebersamaan. Hal ini terlihat pada penjelasan keseluruhan nomor 2 (dua) Perda No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai berikut:

"Saat ini, peraturan pernikahan yang berbeda berlaku untuk pertemuan warga yang berbeda dan distrik yang berbeda, sebagai berikut:

Bagi penduduk asli Indonesia yang beragama Islam berlaku aturan tegas yang telah diubah dalam Peraturan Standar. Untuk penduduk lokal Indonesia lainnya, peraturan standar berlaku. Bagi warga lokal Indonesia yang beragama Kristen, berlaku Huwelijks. Bagi Orang Luar Tionghoa Timur dan penduduk Tionghoa perantauan Indonesia, pengaturan Hukum Umum berlaku dengan sedikit perubahan. Untuk Orang Luar Timur lainnya dan penduduk Indonesia dari terjun Timur Asing lainnya, Peraturan Standar mereka berlaku. Bagi orang Eropa dan Indonesia yang berdomisili di Eropa terjun dan yang disamakan dengan mereka berlaku Normal Code.

Sejak dicanangkannya Peraturan UU No. 1 Tahun 1974, merupakan periode lain bagi kepentingan umat Islam secara khusus dan kebudayaan Indonesia secara keseluruhan. Peraturan ini merupakan kodifikasi dan unifikasi peraturan perkawinan yang bersifat publik yang menempatkan peraturan Islam memiliki realitasnya sendiri tanpa dikendalikan oleh peraturan baku. Jadi wajar saja jika ada yang merasa bahwa pemberlakuan Undang Perkawinan adalah akhir dari hipotesis penerimaan setan yang dimotori oleh Snouck Hurgronje. Pendaftaran hubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meskipun telah terjalin selama lebih dari 30 tahun, sampai saat ini masih ada hambatan yang menunggu. Konsekuensinya, pekerjaan ini harus terus dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini mungkin karena masih sedikitnya kelompok umat Islam yang memahami pengaturan nikah yang lebih menitikberatkan pada sudut pandang fikih. Berdasarkan varian pemahaman ini, perkawinan dipandang penting, jika syarat dan rukun fikih terpenuhi, tanpa diikuti pendaftaran yang dikukuhkan dengan surat nikah. Kondisi semacam ini dipraktekkan oleh oknum tertentu dengan menyadarkan kembali tindakan hubungan yang tidak tercatat tanpa mengikutsertakan petugas Pusat Pendaftaran Nikah (PPN) sebagai petugas yang menjadi tumpuan tugas pencatatan perkawinan. Juga, jika ada orang yang memanfaatkan "kesempatan" ini, untuk mencari keuntungan pribadi, tanpa menghiraukan sisi dan nilai keadilan yang menjadi misi utama sebuah perkawinan, seperti poligami haram tanpa persetujuan si pasangan utama, atau tanpa izin dari Pengadilan Ketat. Kebenaran semacam ini merupakan hambatan yang signifikan bagi pelaksanaan Peraturan Perkawinan yang berhasil.

Pembukaan kebenaran semacam ini direncanakan agar semua pihak dapat lebih memahami dan mengakui betapa pentingnya nilai keadilan dan permintaan dalam pernikahan yang menjadi andalan dalam mempertahankan kehidupan rumah tangga. Sehubungan dengan pendaftaran hubungan, Agregasi masuk akal dalam Pasal 5. Untuk menjamin efisiensi hubungan untuk kelompok orang Islam, setiap pernikahan harus dicatat.

2. Alasan pencatatan perkawinan sangat diperlukan

Pendaftaran perkawinan berarti mengajukan permohonan dalam perkawinan di depan umum. Ini adalah pekerjaan yang dikendalikan oleh peraturan, untuk menjaga kebanggaan dan kesucian (mitsaqan ghalidhan) pernikahan, dan lebih khusus lagi untuk melindungi wanita dan remaja dalam kehidupan rumah tangga. Melalui pendaftaran hubungan yang ditegaskan oleh Pernyataan Perkawinan, yang mana masing pasangan mendapatkan salinannya, jika terjadi perselisihan atau pertanyaan di antara mereka, atau salah satu dari mereka tidak sadar, maka yang lain dapat mengambil langkah yang sah. untuk melindungi atau mendapatkan hak istimewa mereka. Pendaftaran perkawinan sebagaimana disinggung dalam Pasal 2 ayat (2) diharapkan: (1)Adanya administrasi perkawinan(2)Regulasi Memberikan kepastian dan jaminan atas status sah pasangan, istri dan anak(3)Memberikan jaminan dan jaminan atas kebebasan tertentu yang timbul dari perkawinan, misalnya hak warisan, hak istimewa untuk mendapatkan surat wasiat, dan lain.

3. Makna pencatatan perkawinan dalam filosofis, sosiologis, religious, dan yuridis 

Dalam makna filosofis Pencatatan pernikahan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh seorang mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan pernikahan sangat penting dilaksanakan oleh pasangan mempelai, karena buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti otentik tentang keabsahan pernikahan, baik secara agama maupun negara. pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah ke Allah. Oleh karena itu, ditegaskan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Adapun perkawinan yang tidak dicatat sesuai dengan ketentuan yang telah diterapkan, maka perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan perlindungan hukum dari negara.

Dari perspektif filosofis, pendaftaran pernikahan adalah tindakan penulisan yang dilakukan oleh seseorang sehubungan dengan peristiwa yang terjadi. Pendaftaran nikah sangat penting bagi calon istri dan calon suami, karena buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti sah sahnya perkawinan tersebut, baik secara tegas maupun secara garis besar. Pernikahan adalah sesuatu yang terhormat dan suci, pentingnya cinta kepada Allah. Demikian digarisbawahi bahwa perkawinan harus dibuktikan dengan surat nikah yang dibuat oleh Pencatat Nikah. Mengenai hubungan yang tidak terpelihara sesuai dengan pengaturan yang berlaku, maka perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan jaminan yang sah dari negara.

Dalam pengertian sosiologis, perkawinan adalah suatu bentuk kerjasama kehidupan antar manusia dalam keberadaan masyarakat umum di bawah suatu keputusan yang unik (luar biasa) yang mempunyai sifat tertentu, yaitu laki sebagai pasangan dan perempuan sebagai istri. keduanya terikat secara hukum. Untuk membedah perilaku sosial, Weber menjadikan perilaku yang ideal sebagai contoh untuk dapat membandingkannya dengan perilaku yang sebenarnya. Max Weber mempresentasikan pemikiran tentang jenis ideal yang ia rencanakan sebagai deklarasi dari setiap perincian dan batasan yang masuk akal dalam ilmu sosial. Konsekuensi dari penelitian ini adalah bahwa alasan sahnya pendaftaran hubungan tercantum dalam pasal 2 ayat 2 UUP dan ditegaskan dalam KHI pasal 5 KHI yang menyatakan bahwa pendaftaran hubungan berencana untuk membuat permintaan.

Penyidikan Yuridis Pendaftaran Nikah Berdasarkan Perda No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pedoman Dinas No. 1 Tahun 1991 tentang Majelis Hukum Islam, antara lain: Pertama, Motivasi Penyusunan, untuk menggambarkan dan membedah substansi wajib nikah dalam kacamata pengaturan perkawinan di Indonesia. Kedua, Derajat, bahwa sampai saat ini masih terdapat perbedaan penilaian mengenai pendaftaran hubungan dalam hal kedudukannya dalam juklak Indonesia dan dalam penyempurnaan syariat Islam. Ada dua standar yang berkembang, pertama, bahwa pendaftaran hubungan tidak ada hubungannya dengan keabsahan pernikahan, secara signifikan, keadaan dan poin pendukung telah terpenuhi, pendaftaran ini hanya terbatas pada komitmen manajerial, bukan lagi berhubungan dengan dosa. Sementara itu, penilaian selanjutnya menyatakan bahwa pencatatan perkawinan disinggung sebagai penentu sah tidaknya suatu perkawinan.

Dari perspektif religious, konsep pencatatan perkawinan adalah jenis perubahan yang sah yang dilakukan di bidang peraturan keluarga Islam di Indonesia. Hal ini karena komitmen menjalin hubungan tidak secara jelas terekspresikan dalam kerangka pemikiran hukum Islam tersebut, baik dalam al-Qur'an maupun as-Sunnah. Selain itu, para peneliti fikih juga tidak memberikan perhatian yang serius terhadap pencatatan perkawinan. Beberapa hal yang dianggap sebagai variabel yang membuat daftar relasi luput dari perhatian para peneliti pada masa awal kemunculan Islam. Ditemukan pada awal Islam, pendaftaran hubungan sebagai bukti asli tidak diperlukan. Bagaimanapun, jiwa dan substansi yang akan dicapai dari pendaftaran pernikahan telah ditunjukkan, meskipun dalam struktur yang lebih sederhana. Dengan adanya pemikiran maslahah mursalah dalam syariat Islam, pendaftaran nikah merupakan demonstrasi yang harus dilakukan. Mendaftarkan suatu hubungan menjadi lebih besar dari merugikan aktivitas masyarakat, sehingga melakukan pendaftaran nikah merupakan suatu keharusan yang tidak perlu dipertanyakan lagi bagi orang yang beragama Islam.

4. Pentingnya pencatatan perkawinan dan dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan

Pendaftaran hubungan sangat penting bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan kepastian yang sah sehubungan dengan hubungan dan pengenalan anak mereka. Pendaftaran pernikahan adalah hal yang penting dan wajib dilakukan meskipun tidak terkait dengan persyaratan hukum pernikahan. Tidak hanya itu, mendidik orang pada umumnya untuk mendaftarkan hubungan juga merupakan hal yang wajib dilakukan. Untungnya, negara dapat memberikan instruksi kepada masyarakat, terutama bagi pasangan yang akan menikah tentang pentingnya pencatatan perkawinan.

Terkait dengan prinsip pencatatan perkawinan, pemerintah memberikan keterangan dalam UU No. 1 Tahun 1974 bahwa menurut UU a quo, sah atau tidaknya suatu perkawinan tergantung pada suatu ketentuan yang ketat, akan tetapi suatu perkawinan tidak dapat dianggap sah keabsahannya jika tidak disimpan sesuai pengaturan hukum. Alasan perkawinan harus dicatatkan adalah sebagai berikut:(1)Untuk tertib administrasi perkawinan(2)Jaminan mendapatkan kebebasan tertentu (mendapatkan akte kelahiran, membuat kartu karakter, membuat kartu keluarga, dll.(3)Memberikan keamanan pada status suami-istri.

Pengaruh yang terjadi jika pernikahan tidak didaftarkan. Secara sosiologis, dalam hal status perkawinan tidak tercatat, pasangan tidak dapat menuntut suami, dengan asumsi suami meninggalkannya, istri tidak mendapatkan tunjangan perkawinan dan pensiunan suami, sementara menangani akta kelahiran dia mengalami kesulitan. Anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak tercatat dalam undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hanya mempunyai hubungan yang sama dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sesuai dengan pengaturan Pasal 42 Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 43 ayat (1) Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Akibat tidak didaftarkannya hubungan secara yuridis, jika dicermati lebih mendalam, hubungan yang didaftarkan di suatu negara dengan hubungan yang tidak didaftarkan ternyata memiliki hasil yuridis yang berbeda. Salah satu hasil yuridis yang withering jelas terkait dengan anak. Padahal, masih banyak anak muda yang lahir di dunia pergaulan bebas yang mengalami keterpisahan dalam kepuasan dan keamanan hak anak, mengingat relasi untuk regulasi keluarga. Selain itu, kebebasan anak terhadap layanan sosial dan pendidikan juga akan berpengaruh. hasil yuridis lain yang mungkin muncul terkait dengan masalah hak warisan dan istri, justru tidak akan timbul sebab secara hukum bahwa perkawinan tidak tercatat maka tidak akan mendapatkan hak waris.

Dampak perkwinan secara religious merupakan akibat hukum perkawinan yang tidak tercatat, meskipun agama atau keyakinan dianggap sah, namun pekawinan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan petugas pendaftaran nikah tidak memiliki kekuatan hukum yang bertahan lama dan dipandang sebelah mata. sebagai perbuatan melawan hukum menurut peraturan negara. Akibat perkawinan ini, dampaknya sangat merugikan bagi pasangan dan wanita pada umumnya, baik secara hukum maupun sosial, serta terhadap anak-anak yang dikandung.

Disusun oleh :

Aisyah Rahmawati (212121147)
Ismia Hanny Kharomah (212121153)
Hilma Syahidah (212121154)
Nurhalimah Syaiful (212121156)
Umar Ardhiyanto (212121165)
Alfiyan Bintang Kurniawan (212121166)
Ahmad Husain (212121182)
Yahya Akbar Azhari (212121184) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun