Mohon tunggu...
Alfathan Rahman
Alfathan Rahman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger, kompasiana kontributor

Full time Blogger Ismimalfathan www.ismimalfathan.wordpress.com, dan www.alfa27.com "Membangun bangsa dengan tulisan"

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Ketika Public Figure Berada di Pusaran Konflik Omnibus Law

14 Agustus 2020   23:51 Diperbarui: 15 Agustus 2020   07:52 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo penolakan Omnibus Law (Foto: ANTARA/MAKNA ZAEZAR)

Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja, adalah sebuah rumusan baru dari pemerintah yang mencoba untuk merekonstruksi kembali regulasi-regulasi yang menyangkut dunia ketenagakerjaan di Indonesia.

Tujuan utama dari pemerintah sebenarnya cukup baik jika dilihat secara garis besar dan latar belakang dibuatnya rumusan tersebut. Yakni menarik para investor juga memperkuat perekonomian nasional secara menyeluruh.

Implikasi dari adanya rancangan undang-undang ini yakni para Investor akan tertarik untuk menanamkan modal dan menjalankan mobilitas usaha mereka di Tanah Air. Tentunya akan ada banyak sekali keuntungan yang diterima Indonesia, dimulai dari profit, penyerapan tenaga kerja, dan masih banyak aspek lainnya. 

Akan tetapi rumusan ini bertransformasi menjadi sebuah polemik. Rakyat tak sepenuhnya menerima semua yang akan direkonstruksi oleh pemerintah. Karena perumusan aturan yang baru seakan mencekik leher mereka yang telah terjerat oleh ambigunya makna sebuah kesejahteraan. 

Buruh adalah pihak yang sering terdampak oleh regulasi yang tak bersahabat. Mereka tak henti-hentinya melakukan protes dan terus menyuarakan permasalahan-permasalahan ini.

Memang di sisi lain banyak yang menaganggap, "ah, buruh di Indonesia banyak mengeluh, banyak minta, mau enaknya aja". Anggapan tersebut tak sepenuhnya benar dan tak sepenuhnya salah. Namun untuk masalah Omnibus Law, saya kira ada hal lain.

Jika RUU ini berhasil disahkan, maka ketidakadilan ini akan berdampak bagi seluruh tenaga kerja. Sehingga saya sangat mendukung penuh aksi para buruh dalam menyuarakan hal ini. Setidaknya ada empat regulasi yang sangat-sangat tidak melindungi hak para pekerja di Indonesia..

1. Hilangnya Upah Minimum Kabupaten/Kota
Dalam RUU Cipta kerja pasal 88C yang membahas mengenai peraturan atau skema pengupahan tertulis: Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Pada Ayat (2) berbunyi, dijelaskan lebih lanjut bahwa upah minimum sebagaimana disebut di atas merupakan upah minimum provinsi (UMP). 

Nah jika peraturan ini disahkan maka UMK resmi dihapuskan. Bagi saya ini konyol dan tak masuk akal. Saya akan mengambil contoh. Provinsi Jawa Barat saja, UMP yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi yakni sebesar Rp 1.810.000 untuk tahun 2020. Sementara kita bandingkan dengan UMK di beberapa kabupaten/kota.

Kabupaten Karawang yakni Rp 4.594.324, Kota Bekasi yakni sebesar Rp 4.589.708, Kabupaten Bekasi Rp 4.498.961, dan Kota Bandung Rp3.623.778.

Jika DPR mengesahkan RUU cipta kerja menjadi undang-undang, maka secara otomatis upah minimum didasarkan UMP Provinsi. Bro, saya saja yang bukan orang ekonomi, hukum, atau politik sangat menyadari betapa menyedihkannya regulasi yang satu ini. 

2. Pemangkasan Biaya Pesangon
Sudah banyak sekali permasalahan mengenai ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satunya adalah adalah PHK secara sepihak. Ditambah lagi kini di saat pandemi membuat para pengusaha tidak memiliki pilihan lain.

Pendapatan nol tapi mereka masih harus mengeluarkan banyak sekali biaya. Pada akhirnya, tenaga kerja lah yang mereka korbankan. 

Dengan permasalahan yang belum menemui kata selesai, justru pemerintah malah semakin memperkeruh nasib para tenaga kerja dengan RUU Cipta Kerja. Dengan adanya regulasi ini ada kemungkinan biaya pesangon akan dipangkas.

Namun pemerintah melalui Kemenaker berdalih bahwasannya regulasi saat ini yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 dirasa kurang implementatif. Berkurangnya nilai pesangon nantinya dialokasikan kepada cash benefit yang akan diterima oleh setiap pekerja yang terkena PHK. 

Untuk masalah ini saya tidak ingin berspekulasi. Karena pemerintah sendiri pun belum bisa memvisualisasikan seperti apa cash benefit yang lebih implementatif versi mereka itu. Apakah akan berdampak lebih positif bagi para pekerja, atau hanya akan membenturkan kepala mereka setelah terjatuh ke jurang ketidakpastian imbas PHK. 

3. Penghapusan Cuti Haid
Sebagai seorang pria, saya sama sekali tidak mengerti seberapa besar rasa sakit ketika mengalami haid. Akan tetapi perlahan saya mulai mengerti bahwa haid itu sakit dan berdampak bagi kinerja seseorang setelah mengetahui bahwa ada regulasi ketenagakerjaan yang merangkum peraturan mengenai cuti haid.

Kini para pekerja kaum hawa justru menjerit karena dalam RUU Cipta Kerja, cuti haid berpotensi untuk dihapuskan. Regulasi mengenai cuti haid tertuang pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 99 huruf a.

Bahkan tidak hanya itu, cuti melahirkan, menikah, hingga cuti akibat ada keluarga yang meninggal dalam satu rumah juga berpotensi dihapuskan. 

4. Pekerja Bisa Dikontrak Seumur Hidup
Biasanya nih dalam bekerja pasti ada keinginan untuk menjadi karyawan tetap. Akan tetapi jika RUU Cipta Kerja ini ketuk palu, maka kesempatan itu berpotensi sirna.

Pemerintah berencana untuk menghapus ketentuan-kententuan yang tertuang dalam Pasal 59 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau disingkat PKWT. 

Jika ketentuan-ketentuan tersebut dihapuskan, maka ada kemungkinan seorang pekerja akan dikontrak seumur hidup. 

Public Figure Malah Ikut-ikutan
Gofar Hilman dan Ardhito Pramono, dua selebriti yang sempat memposting video bertema #IndonesiaButuhKerja tapi kemudian dihapus. Lalu keduanya menyampaikan klarifikasi di media sosial. (Foto dok. Ardhito Pramono via hai.grid.id)
Gofar Hilman dan Ardhito Pramono, dua selebriti yang sempat memposting video bertema #IndonesiaButuhKerja tapi kemudian dihapus. Lalu keduanya menyampaikan klarifikasi di media sosial. (Foto dok. Ardhito Pramono via hai.grid.id)

Yang terbaru dan dan cukup membuat saya terkejut adalah beberapa public figure secara tiba-tiba tampil bak pahlawan. Mereka membuat sebuah video di laman Instagram yang berisi tentang UU Cipta Kerja. Mereka mengawalinya dengan redaksi dan narasi yang menunjukkan kondisi memperihatinkan yang dialami Indonesia selama pandemi ini.

Dimulai dari omset usaha yang turun drastis, banyak pekerja yang di PHK, ekonomi yang memburuk, dan masih banyak lagi. Narasi pun berlanjut dengan redaksi RUU Cipta Kerja sebagai solusi yang kini tengah dipersiapkan oleh pemerintah.

Nah loh, kok bisa begitu? Apalagi bukan hanya satu-dua artis yang membuat video dengan tema yang sama.

Ada pihak yang mengerahkan mereka. Itulah keyakinan saya karena para public figure tidak akan sekonyong-konyong membuat video tersebut tanpa adanya mobilisasi atau permintaan dari pihak lain. 

Pihak tersebut ingin meng-counter narasi yang terus dimunculkan untuk menghalangi langkah perumusan RUU Cipta Kerja. Dengan mengerahkan para public figure atau influencer yang memiliki jutaan pengikut, maka diharapkan bisa mengubah stigma masyarakat dalam menyikapi polemik Omnibus Law ini.

Di sisi lain, saya sangat menyayangkan dengan fenomena yang terjadi. Saya berpendapat bahwa para artis mencoba untuk mengintervensi kesejahteraan para tenaga kerja. Di balik semua perdebatan dan polemik, mereka justru berperan dalam membiaskan semua tuntutan yang kini tengah diperjuangkan.

Padahal saya sendiri tidak yakin apakah mereka telah membaca RUU tersebut dan mengetahui bahwa ada poin-poin yang sebenarnya tidak bisa diterima begitu saja. 

Tanpa mengurangi rasa hormat, apa yang telah dilakukan oleh para artis dan public figure dengan videonya adalah upaya halus dalam menumpulkan semua kritik.

Kalau pun video itu dibuat karena sukarela, itu berarti mereka hanya mementingkan keuntungan segelintir pihak dan mengorbankan nasib rakyat kecil yang berjuang menemukan keadilannya. Setega itu kah para public figure yang mencoba untuk mengintervensi kesejahteraan para tenaga kerja di Indonesia?

Disclaimer: Artikel ini adalah opini pribadi dalam menyikapi sebuah fenomena. Perbedaan pendapat itu indah, dan saya tidak akan menghalangimu mengungkapkan sebuah gagasan yang berbeda. Tulislah di kolom komentar.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun