Pada malam yang dijanjikan. Aku datang seusai meliput satu pertujukan kesenian di Gedung Kesenian Jakarta. Jadi, aku berpakaian formal : batik sutera pilihan Chacha, celana panjang hitam dan sepatu kulit hitam oleh-oleh Chacha dari Italia.  Kutenangkan hatiku sebelum menekan bel rumah putih yang megah itu. Gila ! Kok aku jadi begini deg-degan, sih ? Tapi kurasa, Soekarno pun akan berkaki dingin saat pertama kali bertemu dengan camernya, yang pertama, tentunya !
     Pintu gerbang itu dibuka oleh seorang pengawal bertubuh tegap. Beliau langsung tersenyum ramah menyambutku.  "Mbak Chacha sudah menunggu, lo Mas." katanya.
     Di beranda yang penuh dengan tanamanan Chacha menunggu, duduk dengan anggunnya di atas sofa rotan besar.
     "Mas Bimo, Mama dan Papa sudah menunggu di halaman belakang. Kita mau bikin barbeque." sambutnya hangat dengan ciuman ringan pada bibirku.
     "Hmm, enak !" jadi, hanya itu yang bisa keluar dari mulutku.
     Di halaman belakang yang berumput dan luas itu ternyata ada juga kolam renangnya. Sang pati dan Nyonya sedang sibuk mempersiapkan panggangan dan yang mau dipanggang. Kulihat, mereka saling bercanda. Jadi, mereka normal.
     "Selamat malam, Tante, Oom," sapaku setelah agak dekat dengan mereka.
     Tante langsung meletakkan capitan arangnya dan bergegas menyambutku. Aku yang merasa disambut begitu hangat, juga bergegas maju sambil mengulurkan tanganku,  untuk mengimbangi semangat sang Tante yang ternyata bertubuh sangat gemuk itu.  Baru beberapa langkah aku maju, tiba-tiba terdengar suara melengking dari bawah kakiku.
"Nguik !!!"
     Aku terloncat dan mencari dalam keremangan, apa yang sudah kuinjak.
     "Cherie !!!" teriak Tante dengan suara sangat menghiba., sambil membungkukkan tubuh 'Huges'nya untuk mengambil seekor anjing sangat  kecil dengan wajah lebih mendekati tikus dari pada anjing (jenis cihuahua).  Aku seperti mengalami deja vu. Anjing Idefix dalam pelukan Obelix !.