Mohon tunggu...
Ismarti Sohieb
Ismarti Sohieb Mohon Tunggu... Dosen - Ibu Pembelajar

Berbagi, Peduli, Bermanfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mengapa Perlu Sertifikasi Halal oleh MUI?

18 Februari 2018   10:15 Diperbarui: 18 Februari 2018   21:42 4898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kita semua tahu bahwa Allah menciptakan segala sesuatu yang halal, jauuuhh lebih banyak dari yang haram. Dalam Al Quran disebutkan secara tersurat apa-apa saja yang yang dilarang untuk dikonsumsi oleh manusia, khususnya umat Islam. Bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, binatang buas yang berkuku tajam dan bertaring, merupakan kelompok makanan yang dilarang untuk dikonsumsi. Sedangkan dari kelompok minuman, yang dilarang adalah khamr dan sejenisnya yang memabukkan (intoxicant).

Mungkin sebagian dari kita bertanya, mengapa untuk sebuah produk bakery saja butuh sertifikasi halal? Kan hanya roti berbahan terigu, gula, telur, dan sedikit bahan tambahan lain? Lalu, mengapa air minum dalam kemasan harus dilabeli halal? Kan isinya hanya air?  Serta mungkin sederet mengapa lainnya.

Era globalisasi membawa konsekuensi pada meningkatnya teknologi industri sekaligus distribusinya. Salah satu dampak teknologi yang mempengaruhi kehidupan manusia adalah teknologi pangan. Berbagai produk pangan diciptakan dan didistribusikan dengan bantuan teknologi sehingga berlimpah dan mudah diakses dimana-mana. Tidak jarang, produk-produk tersebut diproduksi sedemikian rupa dengan berbagai ingredient sehingga kita tidak tahu dengan tepat, apa yang terdapat di dalamnya dan bagaimana proses pembuatannya. Demikian pula dengan status halal-haramnya.

Ulama menghukumi bahwa produk olahan teknologi adalah syubhat (meragukan). Oleh karena itu perlu ditelusuri kehalalan produk tersebut, utamanya dari bahan baku, proses hingga cara penyajiannya. Bakery misalnya, dalam pembuatannya melibatkan terigu yang difortifikasi/diperkaya dengan protein, shortening yang mungkin berasal dari lemak hewan, pewarna dan pengawet yang bisa saja terbuat atau terkontaminasi dengan bahan non halal. Atau mungkin saja, dalam proses pembuatannya digunakan kuas dari bulu hewan non halal semisal babi. Air minum dalam kemasan (AMDK), dalam proses purifikasinya, bisa saja menggunakan karbon dari tulang babi, sehingga sangat riskan bagi umat muslim khususnya bila dikonsumsi.

Sertifikasi halal sebetulnya memudahkan kita untuk meyakinkan bahwa suatu produk, memang sudah teruji kualitasnya, dan secara syariat dijamin kehalalannya.  Pada kondisi dimana kita tidak mungkin mengecek sendiri status kehalalan suatu produk, ada LPPOM yang merupakan perpanjangan tangan dari MUI yang melakukan tugas tersebut untuk kita. Apalagi bila produk pangan tersebut diproduksi di tempat yang lokasinya jauh dari tempat tinggal kita, atau merupakan produk impor. Maka, keberadaan logo halal yang diakui yang terdapat pada kemasan produk tersebut, dapat menjadi jaminan bagi kita bahwa produk tersebut dijamin  kehalalannya. 

Urgensi Mengonsumsi Produk Halal

Tren saat ini di dunia global menunjukkan bahwa makanan halal merupakan produk dengan kualitas  terbaik. Oleh karena itu, produk-produk halal banyak diminati di seluruh dunia. Mengkonsumsi makanan halal bukan saja wajib bagi umat Islam, namun juga diserukan untuk seluruh umat manusia.  Mari kita perhatikan perintah Allah dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 168 yang artinya: 

"Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaiton. Sungguh, syaiton itu musuh yang nyata bagimu".  

Perrhatikan, bahwa pada ayat di atas, seruan itu ditujukan kepada seluruh makhluk yang berjudul manusia.

Selanjutnya dalam surat Al Baqarah ayat 172, Allah menyeru orang-orang beriman untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thoyyib dengan firman-Nya, 

"Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah-Nya".

Demikian pula halnya dalam surat Al Maidah ayat 88 yang artinya:

"Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya".

Setidaknya, terdapat 5 alasan pokok bagi umat Islam terkait dengan konsumsi makanan halal. Yang pertama adalah melaksanakan perintah dari Allah swt. Dalam ayat di atas, Allah telah memerintahkan manusia untuk mengonsumsi makanan yang halal. Ketaatan kita pada perintah Allah ini merupakan salah satu bentuk ibadah dan ketakwaan kita kepada-Nya. Artinya, jika kita tidak mengindahkan perintah-Nya sama halnya dengan kita melakukan maksiat terhadap Allah swt.

Yang kedua, mengonsumsi makanan halal berarti menjauhkan diri dari bujukan syaiton (maksiat) dan api neraka. Syaiton, selalu membisiki kita untuk melanggar dan bermaksiat kepada Allah swt. Berbagai cara dilakukan oleh syaiton agar manusia dengan sadar atau tidak sadar mengacuhkan bahkan meninggalkan apa-apa yang diserukan Allah swt. Sedikit saja termakan oleh kita makanan tidak halal, maka kita dihadapkan pada ancaman siksa api neraka. 

Rasulullah saw berwasiat kepada sahabatnya, Ka'ab bin 'Ujroh: "Wahai Ka'ab bin 'Ujroh, sesungguhnya tidak tumbuh daging yang berasal dari makanan yang haram, kecuali neraka lebih berhak untuknya" (HR. At-Turmudzi).

Yang ketiga, merupakan salah satu ciri atau identitas seorang muslim. Seorang muslim, akan selalu memaksimalkan semua aktivitasnya untuk mengabdi/beribadah kepada Allah. Dengan memakan hanya makanan yang halal, identitas keislaman seorang muslim menjadi jelas dan terjaga. 

Sedangkan yang keempat adalah merupakan hak asasi seorang individu. Makanan berperan dalam pertumbuhan sel dan pembentukan jaringan dan organ. Lebih lanjut lagi, makanan yang dikonsumsi secara biologis akan diproses diantaranya menjadi sari pati kehidupan berupa sel sperma atau sel telur yang selanjutnya akan bertumbuh-kembang menjadi generasi baru. Jika nutfah tumbuh dari makanan yang halal, insya Allah, generasi pelanjut itu akan tumbuh dan berkembang pula dengan akhlak-perilaku yang halal. Sangat boleh jadi, krisis akhlak yang dialami umat ini disebabkan karena mengonsumsi makanan yang haram atau tidak jelas kehalalannya.

Yang terakhir, mengonsumsi makanan halal merupakan sarana terkabulnya doa. Hal lain terkait dengan makanan halal adalah keterkabulan doa. Bila masih perut kita terisi dengan hal-hal yang haram, tentulah doa yang kita panjatkan tak akan Allah kabulkan. 

Dikisahkan ketika suatu hari Saad bin Abi Waqqas berkata kepada Rasulullah agar didoakan supaya menjadi orang yang makbul doanya, maka Rasulullah menjawab, "Hai Saad, makanlah yang baik (halal), tentu engkau menjadi orang yang makbul doanya. Demi Allah yang memegang jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang yang pernah melemparkan sesuap makanan haram ke dalam mulutnya (perutnya), maka tidaklah akan dikabulkan doanya selama selama 40 hari. Siapa saja manusia yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram, maka nerakalah yang berhak untuk orang itu." (HR. Alhaafidh Abubakar bin Mardawih dikutip oleh Alhaafidh Ibnu Kathin dalam tafsirnya).

Sertifikat Halal dan Sistem Jaminan Halal (SJH)

Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis dari MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam, setelah melalui proses audit yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Artinya, suatu produk yang telah memperoleh sertifikat halal dari MUI, maka produk tersebut dijamin kehalalannya oleh MUI selama masa berlakunya sertifikat, sepanjang kondisinya sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam dokumen yang diajukan dan disetujui MUI. Sertifikat halal berlaku untuk masa 2 tahun, dengan kewajiban evaluasi dan pelaporan hasil audit internal perusahaan setiap 6 bulan sekali. 

Untuk menjamin kehalalan suatu produk secara konsisten dan berkelanjutan, diberlakukan Sistem Jaminan Halal (SJH). Dalam konsep industri halal, dikenal istilah halal dan thoyyib 'from farm to fork'.  Sistem Jaminan Halal ini bertujuan untuk memastikan bahwa suatu produk mulai dari bahan mentahnya, prosesnya, distribusinya, penyimpananya, hingga penyajiannya sesuai dengan kaidah halal dan thoyyib.

Terdapat 11 poin penting dalam implementasi Sistem Jaminan Halal pada suatu perusahaan/rumah produksi, yaitu: (1) Kebijakan Halal (2) Tim Manajemen Halal (3) Training dan Edukasi (4) Bahan (5) Fasilitas (6) Produk (7) Prosedur untuk kegiatan kritis (8) Ketertelusuran (9) Penanganan produk tidak sesuai kriteria (10) Audit Internal dan (11) Kaji ulang managemen.

Nah, Tim Manajemen Halal bertugas sebagai perpanjangan tangan LPPOM MUI yang berkedudukan di internal perusahaan. Salah satu tugasnya adalah melakukan audit halal internal perusahaan dan melaporkan hasilnya kepada LPPOM MUI setiap 6 bulan. Adanya audit internal yang dilakukan secara berkala akan menjaga bahwa proses produksi yang dilakukan berada pada line yang tepat sesuai dengan apa yang telah diajukan dan disetujui oleh MUI. Hal yang penting disini adalah MUI mewajibkan internal auditor dalam suatu perusahaan adalah seorang muslim dan telah mendapatkan pengetahuan yang cukup tentang halal dalam program pelatihan internal auditor yang diwajibkan oleh MUI.

Pastikan Kehalalan Makanan Kita

Jika diamati, kesadaran konsumsi produk halal di kalangan masyarakat Indonesia masih rendah. Pola konsumsi pangan masih berkisar pada tujuan pemenuhan kebutuhan dan pemuasan selera dan seringkali mengabaikan kehalalan produk serta nilai gizinya. Sehingga, sering kali dijumpai masyarakat terjebak dengan mengonsumsi produk yang ternyata berstatus syubhat bahkan haram. 

Bagaimana caranya, agar bisa memastikan bahwa makanan atau produk yang kita konsumsi halal? 

  1. Pastikan terdapat logo halal resmi MUI dan nomor registrasinya pada kemasan produk. 
  2. Jika produk tersebut impor, pastikan ada logo halal atau sertifikat halal dari badan sertifikasi halal yang diakui oleh MUI. Per Januari 2018, terdapat 42 Badan Sertifikasi Halal yang diakui oleh MUI, yang berasal dari 25 negara. Daftar dan logo Halal tersebut dapat dilihat melalui tautan ini.

Selain dengan logo halal, LPPOM MUI juga menyediakan beberapa layanan  penelusuran halal yaitu:

  1. Layanan Tanya Produk Halal dan Sertifikasi melalui Call Centre Halo LPPOM 14056.
  2. Layanan Tanya Halal via SMS. Caranya, ketik SMS dengan format: HALAL (spasi) MEREK kirim ke 98555.
  3. Halal MUI, aplikasi smartphone berbasiskan Blackberry10, android dan iOS untuk mengecek dengan cepat status kehalalan produk dan restoran serta wisata syariah. 
  4. Autentikasi Halal Restoran dengan QR Code yang dapat digunakan dengan mendownload aplikasi menggunakan smartphone.
  5. Layanan tanya halal via website www.halalmui.org 

Jadi, dimanapun berada, kini Anda dapat lebih mudah dan cepat mengakses informasi produk halal.

Lantas, bagaimana jika pada kemasan produk tidak ditemukan logo halal? Bihun misalnya, atau tempe atau beberapa produk lain. Untuk mensiasatinya, Anda dapat melakukan telusur mandiri dengan mengecek komposisi bahan. Jika memang bahan tersebut tidak mengandung unsur hewan atau bahan lain yang dicurigai berpotensi non halal, misalnya flavor/perisa,  maka statusnya insya Allah halal. Namun, jika Anda ragu, silakan mengonfirmasi langsung pada penjualnya, atau tinggalkan. Karena keragu-raguan akan berujung pada syubhat. 

Jika kita berani memilih untuk hanya menggunakan produk yang higienis (thoyyib), maka seharusnya kita berani memilih untuk hanya mengonsumsi produk yang halal. Karena kata halal secara umum dinyatakan lebih dulu sebelum thoyyib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun