Mohon tunggu...
Isman Yusron
Isman Yusron Mohon Tunggu... -

Penulis biasa | Jauh tak berarti, Persib selalu di hati | Bobotoh Gone Gole Wew

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Surat Terbuka untuk Boris, dan Mereka yang Sudutkan Bobotoh

26 September 2018   22:06 Diperbarui: 27 September 2018   07:51 3099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://news.airomedia.net

Atas termuatnya tulisan Boris Toka Pelawi, yang bertitel Nominator Kompasiana 2017 Kategori Best in Specific Interest, yang memuat surat terbuka untuk Bobotoh, saya sebagai salah satu Bobotoh merasa harus menjawabnya.

Tidak, tidak untuk memulai perdebatan atas asumsi-asumsi, spekulasi-spekulasi dan berbagai Apriori yang dilontarkan Boris -itu sangat tidak penting-, namun semua orang mesti memahami hal-hal yang fundamental yang tak Boris sama sekali Pahami.

Tulisan ini, juga bagi mereka yang terus menggoreng isu dan menyudutkan Bobotoh secara umum.

Pertama-tama, saya sebagai Bobotoh, juga merasakan duka dan kemarahan yang sama atas terjadinya tragedi yang menewaskan Haringga di GBLA.

Hal ini pula yang para Bobotoh pendukung Persib Bandung rasakan, bayangkan saja euforia kemenangan Persib atas Persija di GBLA, harus sirna dalam hitungan menit akibat meninggalnya Supporter lawan, Haringga Sirla.

Jika anda naik pitam, apalagi para Bobotoh yang mesti kehilangan tawa bahagia, berganti emosi yang begitu ekstrem di situasi euforia: ada manusia yang meregang nyawa.

Saya tak heran, yang bisa Anda lakukan hanyalah berdebat, dan cuma membangkitkan kemarahan dan memperkeruh keadaan.

Anda tidak mau tau dan memahami, bahwa menjadi pihak yang disudutkan seantero bangsa, dipersalahkan dan digeneralisir atas kejadian yang dilakukan oleh mereka yang tak mencapai satu persen pun dari seluruh Bobotoh yang secara tulus datang ke stadion untuk mendukung kesebelasan kesayangannya bertanding, sangat mengusik hati.

Anda jelas tak mau ambil pusing dan terus berargumentasi hingga tak peduli menyinggung atau tidak agar semua orang menyetujui pendapat sepihak anda: bobotoh semuanya adalah pembunuh Haringga.

Kalau Anda tak setuju tentang pertanyaan, "kesalahan Haringga datang ke GBLA", maka tanyalah diri anda sendiri: "Kalau Haringga tidak memaksakan diri, berbohong pada orang tuanya, memfoto KTA Jakmania demi eksistensi di ruang kerumunan Bobotoh yang sejak lama berseteru dengan Jakmania, akankah terjadi tragedi?"

Saya tak hendak menyalahkan korban. Korban tetaplah korban akibat penganiayaan pelaku pengeroyokan.

Tapi intensi Haringga untuk memaksakan diri ke GBLA, saya yakin bukan tidak menyadari risiko-risikonya dan memahami betul bahwa datang ke GBLA bukan perkara aman-aman saja.

Hal itu terbukti, Haringga tidak memakai atribut jakmania, tidak mencirikan diri sebagai pendukung Persija, dan tidak dengan terang-terangan menujukkan diri sebagai suporterkesebelasan yang dicintainya.

Fakta-fakta itupun, mencirikan bahwa Haringga menyadari bahwa resiko hadir di ruang outgrup nya, bukanlah suatu tindakan biasa. Anda menuliskan pertanyaan kawan anda "Kenapa dia memakai kaus Persija?" saya yakin Anda Cuma mengarangnya. Faktanya, Haringga tidak pakai kaus Persija, dan tidak mungkin juga, Haringga tak sebodoh yang Anda kira.  

Jika Anda tidak memahami perkara ini, saya tidak heran. Karena yang ada di pikiran Anda hanyalah penghakiman dan berbagai semangat penghukuman bagi Bobotoh secara keseluruhan.

Anda tentu merasa paling benar hingga saat ini, pandangan kacamata kuda Anda mungkin menutupi kenyataan yang begitu nyata: Haringga datang demi Persija.

Maka, alasan apa yang paling rasional untuk dikatakan, tentang motivasi memaksakan diri Haringga datang ke GBLA pada saat ribuan orang The Jakmania aman-aman saja di rumah, nonton bareng pertandingan itu dengan biasa? Naif saja pengen nonton bola?

Saya dan banyak Bobotoh setuju dengan Anda, bahwa pelaku harus dihukum sekeras-kerasnya. Saya juga setuju dengan Anda, tak perlu mengatakan pelaku sebagai oknum.

Ya! Jelas, bisa diakui itu bobotoh juga semua, masa iya Jakmania? Tapi hal itu, jika Anda sedikit saja mengerahkan akal sehat Anda, apakah cukup rasional menghakimi seluruh bobotoh sama dengan pelaku?

Saya bobotoh, dan ratusan ribu bobotoh sedunia jelas jelas tidak pernah menyetujui tindakan pelaku.

Jadi yang perlu dihukum keras itu siapa? Pelaku atau semua Bobotoh? Saya yakin Anda yang jago argumentasi dan gandrung akan berbagai perdebatan, bisa menjawabnya.

Mengenai overacting yang Anda tuduhkan kepada Bobotoh, saat adanya pertandingan Persib dan Persija, Anda mungkin mesti tanya kepada Bung Ferry Indra Sjarief kenapa bisa demikian. Jangan memandang satu sisi, Jakmania juga sama overacting-nya ketika Persija menjamu Persib Bandung.

Rivalitas dan saling memusuhi antara Bobotoh dan Jakmania, memiliki sejarah yang cukup panjang, dan tidak mudah ditalar dengan pikiran yang serba heuristik dan meloncat pada kesimpulan.

Yang jelas, itulah realitanya, kedua pihak sama saling membenci dan overacting, dan kondisi ini mengakar hingga tataran grassroot.

Tapi janganlah memandang juga bahwa kondisi ini hanya dimiliki pendukung Persib dan Persija, anda bisa cari sendiri, Ada Bonek dan Aremania, ada Pendukung PSIM dan PSS, ada The jakmania dan La Viola, Pasoepati dan Brajamusti dan banyak lainnya. Gesekan suporter sangat tidak mudah dielakkan

 Naif sekali jika dikatakan dua pendukung yang berbeda selamanya tidak bisa berseteru. Pasti ada saja. Namun bukan berarti itu bisa dibenarkan, tapi juga tidak bisa dielakkan. Psikologi massa punya coraknya sendiri.

Dalam konteks Haringga pun, pada dasarnya adalah hal yang sangat sulit dielakkan. Nature nya kerumunan selalu menimbulkan fenomena deindividuasi. Di mana, mereka sangat tidak terkendali ketika mengalami kemarahan, karena emosinya telah merupakan emosi kerumunan.

Jangankan suporter bola, masih ingat mengenai kejadian Joya, Pria malang yang dituding mencuri amplifier Musala kemudian dibakar hidup hidup oleh masa? Tindakan biadab itu adalah efek dari situasi psikologis dalam kerumunan. Biadab? Iya! Tapi apakah anda bisa mengatakan warga Pasar Muara Bakti, Bekasi tersebut semuanya Biadab?

Hal yang sama yang bisa anda coba sendiri saudara Boris, dan semua yang menyudutkan Bobotoh, datanglah ke kerumunan suporter salah satu pertandingan apapun, mau sepakbola atau basket bahkan volley antar kampung sekalipun, kemudian ditengah kerumunan salah satu pendukung tim, anda sendiri bersorak sorai menyemangati pihak lawan. Anda berani? Coba saja..

Kalaulah tidak berani, saya yakin itu karena anda sendiri menyadari bahwa berada dikerumunan kemudian anda bersikap bersebrangan, namanya anda hanya melakukan bunuh diri yang konyol.

Anda tulis sendiri anda takut untuk pergi ke stadion setiap kali tanding melawan Persija, takut karena apa? Anda menyadari bukan betapa berbahayanya ketika anda datang ke situasi kerumunan yang bukan kelompok anda sendiri? Hanya kebetulan saja anda tidak suka Persib, lalu mengatakan pendukung Persib menakutkan.

Coba sebaliknya, individu individu bobotoh Persib juga akan berpikir ribuan kali untuk hanya hadir ke GBK kalau Persib melawan Persija. Ketakutan dan penilaian yang sama seperti yang anda pikirkan.  

Kerentanan konflik pada saat di situasi kerumunan outgrup, adalah sesuatu yang pasti semua orang memahami risikonya.

Melawan konformitas kelompok pada saat kerumunan, akan berakibat fatal dan membahayakan, sekecil apapun skala kelompoknya.

Apalagi di situasi kerumunan yang besar, pasti semua dari kita memahami akibatnya. Hal ini pula yang disadari Haringga, meskipun malangnya, Haringga ketahuan dan mengakibatkan tragedi pengeroyokan.

Anda sedih membayangkan perasaan keluarga Haringga, begitupun kami di sini dan bobotoh lainnya. Haringga memohon pertolongan tidak ada yang menolong, kenapa? Karena alaminya pada saat situasi kelompok, akan terjadi fenomena bystander effect. Situasi di mana setiap orang melepaskan diri dari tanggung jawab, karena ada banyak orang lainnya, sehingga sebisa mungkin tidak terlibat. Alami saya katakan, karena kecenderungan manusia yang konformis, dan mencari situasi aman. Saya membayangkan saudara Boris ini ada disana, saya yakin anda juga pasti diam saja.

Dosa besar bagi pendukung Persib? Bukan cuma pendukung Persib, tapi semua yang memperkeruh keadaan, menyemai terus bibit permusuhan, dan juga dosa anda yang menulis di media yang dibaca banyak orang untuk menguatkan permusuhan kepada Bobotoh Persib, dengan berbagai asumsi, penghakiman sepihak, apriori-apriori yang anda tuliskan. Bobotoh tak memaklumi tindakan pelaku yang mengakibatkan kematian Haringga, tapi sungguh sangat naif juga jika dikatakan Haringga adalah orang yang tidak tahu apa-apa. Jelas dia memahami betul risikonya.

Atas penilaian ngawur anda tentang Pendukung Persib tidak siap kalah dan tidak siap menghadapi panasnya kompetisi, saya tak bisa menangkap maksudnya apa, dan apa hubungannya dengan tragedi Haringga. Beberapa kali Persib kalah, dan beberapa kali Pendukung Persib menghadapi panasnya kompetisi yang bukan dengan Persija saja, semua biasa biasa saja, aman-aman saja, terim-terima saja. Penilaian yang ngawur.

Anda beberapa kali menjumpai tingkah brutal pendukung Persib di Jalanan? Coba anda searching di Google, dengan keyword "Senjata Tajam Jakmania". Niscaya anda temui banyaknya berita tentang jakmania yang membawa senjata tajam ke stadion. Mau ngapain coba? Bukankah itu juga brutal? Anda kebetulan saja tidak suka Persib, sehingga yang dicari adalah kesalahan Bobotoh. Apakah Jakmania tidak seperti itu? Bukan mencari pembenaran, tapi harus adil juga dalam mengambil kesimpulan.

Pesan saya kepada Boris dan siapa saja yang hanya bisa menyudutkan Bobotoh atas tragedi yang tidak kita semua terima ini, ayolah genks coba adil sejak dalam pikiran. Jangan hanya karena tidak suka, hanya melihat potongan peristiwa, hanya terpengaruh opini yang memperkeruh, kalian malas menempatkan diri sebagai pengamat yang menalar secara komprehensif peristiwa ini. Semangat menyalahkan memang hal yang paling mudah kita lakukan, tapi menjadi cerdas dan bijaksana dalam mencerna peristiwa memang membutuhkan usaha kognitif dan kecerdasan.

Saya berharap semua pihak, jangan hanya beramai-ramai menghakimi dan memperkeruh situasi. Menyudutkan salah satu pihak hanya membuat timbulnya berbagai macam upaya defensif yang menjadikan jalur penyelesaian semakin ruwet dan jauh. Kita semua tidak ingin peristiwa ini berulang. Maka berhentilah memperkeruh keadaan.

Saya, dan semua Bobotoh ikut berbela sungkawa kepada Haringga, semoga almarhum ditempatkan di tempat yang terbaik di Sisi-Nya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun