Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. SJSN diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS dibagi menjadi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi tahun 2014 sedangkan BPJS Ketenagakerjaan baru beroperasi pada tahun 2015. Dengan baru berjalannya BPJS Kesehatan dan masih lemahnya peraturan serta penerapannya menyebabkan kemungkinan terjadinya fraud menjadi lebih besar.
Fraud merupakan suatu tindakan penipuan/kecurangan untuk mendapatkan keuntungan bagi pelaku fraud atau bagi pihak lain. Fraud dapat dilakukan oleh peserta asuransi, penyelenggara asuransi dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK). Fraud pada PPK khususnya Rumah Sakit dapat disebabkan oleh ketidakpuasan Rumah Sakit terhadap tarif INACBG dan ketidaksiapan sistem Informasi Teknologi di Rumah Sakit. Selain itu, adanya motivasi mencari “keuntungan ekonomi” dapat membuat PPK melakukan fraud.
UGM telah mengumpulkan fakta-fakta potensi fraud yang termasuk dalam daftar NHCAA pada 7 Rumah Sakit, yang tertera sebagai berikut:
Nama Tindakan
Batasan Operasional
Persentase Potensi terjadi di 7 RS
Upcoding
Memasukkan klaim penagihan atas dasar kode yang tidak akurat, yaitu diagnosa atau prosedur yang lebih kompleks atau lebih banyak menggunakan sumber dayanya, sehingga menghasilkan nilai klaim lebih tinggi dari yang seharusnya
100%
Cloning
Menggunakan sistem rekam medis elektronik dan membuat model spesifikasi profil pasien yang terbentuk secara otomatis dengan mengkopi profil pasien lain dengan gejala serupa untuk menampilkan kesan bahwa semua pasien dilakukan pemeriksaan lengkap
29%
Phantom billing
Tagihan untuk layanan yang tidak pernah diberikan
57%
Inflated Bills
Menaikkan tagihan global untuk prosedur dan perawatan yang digunakan pasien khususnya untuk alat implant dan obat-obatan
57%
Service unbundling of fragmentation
Menagihkan beberapa prosedur secara terpisah yang seharusnya dapat ditagihkan bersama dalam bentuk paket pelayanan, untuk mendapatkan nilai klaim lebih besar pada satu episode perawatan pasien
71%
Self-referral
Penyedia layanan kesehatan yang merujuk kepada dirinya sendiri atau rekan kerjanya untuk memberikan layanan, umumnya disertai insentif uang atau komisi
57%
Repeat billing
Menagihkan lebih dari satu kali untuk prosedur, obat-obatan dan alkes yang sama padahal hanya diberikan satu kali
43%
Length of stay
Menagihkan biaya perawatan pada saat pasien tidak berada di rumah sakit atau menaikkan jumlah hari rawat untuk meningkatkan nilai klaim
29%
Type of room charge
Menagihkan biaya perawatan untuk ruangan yang kelas perawatannya lebih tinggi daripada yang sebenarnya digunakan pasien
57%
Time in OR
Menagihkan prosedur menggunakan waktu rata-rata maksimal operasi, bukan durasi operasi yang sebenarnya. Khususnya jika durasi operasi tersebut lebih singkat daripada reratanya
43%
Keystroke mistake
Kesalahan dalam mengetikkan kode diagnosa dan atau prosedur, yang dapat mengakibatkan klaim lebih besar atau lebih kecil
100%
Cancelled Services
Penagihan terhadap obat, prosedur atau layanan yang sebelumnya sudah direncanakan namun kemudian dibatalkan
86%
No Medical value
Penagihan untuk layanan yang tidak meningkatkan derajat kesembuhan pasien atau malah memperparah kondisi pasien yang berlaku
86%
Standard of care
Penagihan layanan yang tidak sesuai standar kualitas dan keselamatan pasien yang berlaku
86%
Unnecessary treatment
Penagihan atas pemeriksaan atau terapi yang tidak terindikasi untuk pasien
71%
Saat ini di Indonesia penanganan fraud masih belum jelas di Regulator dan BPJS. Belum ada peraturan yang jelas untuk tindakan fraud baik dari segi administratif maupun keuangan. Peraturan yang saat ini diterapkan yaitu langsung ke KUHP (aturan untuk penipuan dan fraud secara umum) pada pasal 378 KUHP dan pasal 381 KUHP.
Pasal 378 KUHP
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”
Pasal 381 KUHP:
“Barang siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan sehingga disetujui perjanjian, hal mana tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat-syarat yang demikian, jika diketahuinya keadaan-keadaan sebenarnya diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”
Namun, penerapan pasal ini terhadap pelaku fraud masih belum terlihat. Jangankan diberi sanksi, sistem untuk menemukan pelaku fraudnya saja entah dimana. Oleh karena itu, untuk membangun sistem yang baik dan dapat diterapkan diperlukan kerja sama dari berbagai pihak diantaranya Kemenkes, BPJS, RS dan PPK lainnya. Perlu dibuat sistem pencegahan dan penindakan fraud serta pembagian tugas yang jelas. Dimana didalamnya terdapat komponen ancaman (dettering), kegiatan mencegah (preventing), kegiatan menemukan (detecting), melaporkan (reporting) dan memperbaiki (remedying) fraud. Untuk internal BPJS diharapkan untuk dapat memperkuat Unit Pencegahan Fraud, melakukan berbagai kegiatan pencegahan dan deteksi dan mengembangkan mekanisme penindakan dalam pembayaran klaim.
Referensi: http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/pelatihan/24-halama-penuh/1154-pengantar-minggu-i
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H