"Tofik" panggilku pada anak laki-laki bertubuh bulat. Â Tingginya sama denganku. Â Badannya lebih berisi dan kulitnya putih bersih. Â Rambutnya ikal, Â bulu matanya lentik membuatku semakin tertarik. Â Pipinya bak bakpau yang empuk. Â Serta mulutnya kecil tapi ceriwis. Sorot matanya terlihat ketakutan mendengarku memanggilnya. Â Seperti melihat hantu, Â ia langsung menundukan kepala.
Aku tersenyum, melihat tingkahnya seperti serba salah karena panggilanku padanya. "Tofik" aku mengulangi panggilanku. Dia masih tersipu malu, Â menggaruk rambutnya yang hitam. Â Kakinya digerak-gerakan sehingga suaranya terdengar menggema di seluruh ruangan. Â Dia menggigit bibirnya. Â Aura ketakutan menyelimutinya. Aku tersenyum lembut padanya.
"Iya, Bu" mulutnya mengeluarkan suara gemetar. Â Layaknya orang yang berbuat salah, Tofik pun seperti merasakannya. Pipinya yang putih menjadi merah karena malu atas perbuatannya. Bercanda saat pembelajaran, membuat kegaduhan sehingga mengganggu temannya. Panggilanku membuatnya diam membisu tak bergeming.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H