Mohon tunggu...
Ismail Aziz
Ismail Aziz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Futsal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelaah Angka Kekerasan Fisik dan Seksual di Lingkungan Sekolah Asrama atau Pesantren

9 Januari 2023   12:21 Diperbarui: 9 Januari 2023   12:29 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pesantren adalah tempat dimana para orang tua menitipkan anaknya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan mempelajari serta mendalami ilmu agama, akan tetapi bagaimana tempat tersebut yang selalu kita anggap aman dan nyaman malah menjadi boomerang untuk anak itu sendiri dan keluarga dari anak tersebut. 

Banyak dari orang tua yang menitipkan anaknya ke pesantren agar si anak menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya dan juga bekal untuk di akhirat nanti. Akan tetapi banyak orang yang tidak tahu bagaimana sisi dalamnya pendidikan pesantren. 

Mengapa saya mengambil tema ini? Dikarenakan saya juga adalah alumni tamatan pesantren yang telah banyak pengalaman mulai dari tindak kekerasan karena kesalahan saya telah melanggar peraturan dll. 

Mari kita bicara tentang kehidupan dipesantren. Kami biasanya akan di bangunkan atau dipaksa bangun sekitar jam 4 subuhai sudah bangun untuk menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid pesantren kami. 

Setelah selesai sholat subuh, mulai dari jam 6 sampai 7 itu adalah rentang waktu untuk mandi persiapan ke kelas untuk belajar dan bagi yang mau sarapan silahkan ke ruang makan. 

Sekolah mulai dari jam 7 sampai 12 dengan 2 kali istirahat. Selepas jam 12 sampai jam 1 itu biasanya kosong diisi dengan sholat zuhur berjamaah dan selesai sholat kami berbondong-bondong ke ruang makan untuk makan siang. 

Selepas itu kami dibebaskan akan tetapi seperti biasanya kami yang kelas tinggi biasanya di pegang oleh ustad yang meng-handle bukan lagi organisasi. Dan biasanya diwaktu ini lah sering pemanggilan nama-nama santri yang melanggar bahasa. Dan kerap hukuman yang diberikan ialah berupa pemukulan ( walau angkatan saya adalah angkatan terakhir dalam hukuman pemukulan). 

Dan bagaimana bisa seorang ustad bisa melaksanakan hukuman tersebut kepada santri yang jelas sudah beda zaman. Kembali ke masa lalu, memang hukuman pemukulan bagi santri itu sangat efektif buktinya banyak santri yang sudah keluar atau alumni malah menjadi orang yang bisa berbahasa dengan mengandalkan Bahasa Arab dan Inggris dan juga dengan hukuman tersebut lah para pelanggar bahasa yang setiap harinya ada kini semakin berkurang dan terus berkurang dengan adanya hukuman berupa pemukulan tersebut. Akan tetapi itu kan zaman dulu zaman yang keras dimana apabila seorang anak dipukul saja dan ngadu ke orang tua malah orang tua nya yang nambah. 

Dan sekarang sudah berubah zaman yang dimana hukuman tersebut apabila terdapat pada salah satu anak maka anak tersebut melaporkan ke polisi dan anak tersebut minta visum ganti rugi kepada yang pemukul itu. Seperti itu lah berupa kekerasan fisik yang terjadi didalam lingkungan pesantren. 

Masuk ke kekerasan seksual yang didalam pesantren. Bagaimana bisa seorang ustad yang kita anggap baik dan lain sebagainya tapi sanggup dan tega untuk mencabuli para santriwati? 

Apakah mereka pantas untuk di anggap sebagai manusia. Mereka para santriwati yang dititipkan orang tua untuk sekolah di pesantren agar mereka pergaulan nya terjaga dari dunia luar apalagi pergaulan jaman sekarang sangat berbahaya. 

Orang tua dengan harapan menitipkan anaknya ke pesantren yakni bisa bergaul dengan orang baik dan juga menjadi pribadi yang lebih baik akan tetapi malah dirusak oleh ustad sendir. Seperti berita yang pernah beredar bahwa ada seorang ustad yang tidak hanya mencabuli akan tetapi memperkosa 13 santriwati yang dimana ada beberapa santriwati tersebut yang sudah melahirkan dan ada juga yang digugurkan dengan paksa. 

Apakah manusia tersebut masih pantas untuk disebut manusia? Kita lihat santriwati yang keseharian nga tertutup dengan hijab dan baju panjang tapi kenapa masih tetap dapat perlakuan seperti itu, dan ini bikin saya semakin yakin bahwasanya mau tertutup apapun manusia bejat akan selalu melakukan pelecehan seksual terhadap orang yang dia inginkan untuk dilecehkan. 

Kalau saya pribadi kekerasan secara fisik tidak masalah selain untuk menimbulkan efek jera dan juga membentuk mental anak akan tetapi jangan sampai menimbulkan luka memae, lebam dan lain sebagainya hal itu pula yang bisa dibawa ke pengadilan. Tetapi lebih baik hukuman tersebut sesuaikan lah dengan zaman sekarang. 

Dan untuk pelaku kekerasan seksual seperti yang diatas saya berharap pengadilan memberikan berupa hukuman yang pantas seperti hukuman mati, karena dia telah menimbulkan rasa traumatik kepada sang korban dan mandul seumur hidup. 

Dan artikel ini merujuk kepada teori etika kode etik profesi yang dimana menurut Biggs dan Blocher ada 3 yang dimana

Salah satunya yakni tentang " Melindungi praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi "

Sekian Terimakasih kurang lebih nya mohon maaf untuk kedepannya semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini di Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun