Kekuatan media cetak tidak setangguh satu dekade lalu. Media cetak semakin ditinggal penggemarnya. Dibalik sisa-sisa ketangguhannya media cetak masih menyimpan potensi sebagai agen perubahan di masyarakat. Salah satunya harian Tribun Tumur (Kelompok Kompas Gramedia) yang bermarkas di kota Makassar. Ada tiga peristiwa dimana media Tribun Timur berperan menjadi suluh perubahan yang menyedot perhatian pemerintah atau birokrasi yang lamban. Yang dilakukan Tribun Timur sesuatu yang kelihatnnya sederhana namun berefek luar biasa.
Toliet Jorok dikampus Megah
Peristiwa pertama adalah Toilet kampus Unhas yang jorok. Dengan predikat sebagai kampus termegah, terbesar dan terbaik di Indonesia timur sudah sepatutnya Unhas menjadi lokomotif percontohan sebuah kampus mandiri yang elegan. Kesan megah Unhas dari luar, apalagi menatapnya dari balik jalan Perintis Kemerdekaan ternyata berbeda jauh dengan kondisi didalamnya khususnya urusan toilet. Tujuh belas trahun silam ketika saya pertama kali menginjakkan kaki sebagai maba di kampus ini sampai Truibun memuat foto-foto ekslusif toilet yang buruk kondisinya tetap sama. Toilet tidak terurus padahal dana melimpah adalah cerminan kegagalan kampus menyediakan fasilitas yang layak. Dulu adalah seloroh yang mengatakan jika ingin mencari toilet di Unhas cukup memakai indera penciuman.
[caption id="attachment_336583" align="aligncenter" width="478" caption="Gambar Koran Tribun Timur "][/caption]
Ketika foto tersebut dimuat dihalaman depan Tribun Timur sontak membuat kaget dan malu rektor kala itu Prof Idrus Patturusi. Memang sebuah ironi sebauh kampus yang dipimpin seorang dokter tidak memperhatikan sisi higinies kampus yang dipimpinnya. Bagai disambar geledek disiang bolong, rektor bergerak cepat dan membereskan masalah yang memalukan tersebut. Tidak butuh lama gambar buram toilet kampus telah berubah menjadi gambar yang enak dipandang. Dengan foto sebuah wajah kampus ternyata bisa di ubah.
Gubuk Mesum
Entah iseng atau sekedar membuat sensasi, Tribun Timur menampilkan foto-foto gubuk dengan tirai tertutup dan beberapa muda mudi yang sedang berduan disiang bolong. Disiang saja sudah heboh bagaimana kalau malam! Gubuk tersebut terletak di pantai Tanjung Gamacca . Sebelum Tribun memuat foto syur, saya sudah sering mendengar dari teman-teman tentang gubuk mesum ini. Apalagi letaknya yang sepi jauh pemukiman warga. Masyarakat menyebutnya gubuk gamacca (bambu) karena terbuat dari bambu. Tarif sewa semalam 100 ribu hampir sama dengan tarif hotel kelas melati di Makassar. Entah mengapa para penikmat gubuk gamacca lebih memilih tempat ini dari hotel yang nyaman, mungkin beda nyamuknya. Di gubuk Gamacca nyamuknya kecil bisa ditangkis dengan anti nyamuk tapi di hotel bisa diganggu sama nyamuk besar (baca: satpol PP)
[caption id="attachment_336585" align="aligncenter" width="560" caption="Halaman depan koran Tribun Timur yang memuat Gubuk Gamacca"]
![14002978051614132770](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14002978051614132770.jpg?t=o&v=770)
[caption id="attachment_336586" align="aligncenter" width="408" caption="Lebih dekat lagi foto-foto syur di Gubuk Gamacca"]
![1400297841910723740](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1400297841910723740.jpg?t=o&v=770)
Tribun menampilkan reportase mesum ini tidak hanya sekali, sampai kemudian ke telinga walikota Makassar saat itu. Kabar yang direspon dengan marah oleh walikota membuat camat dan konco-konconya membongkar gubuk gamacca tersebut. Tentu walikota tidak ingin diakhir masa jabatannya timbul sesuatu yang memalukan. Lalu bagaimana kondisi gubuk gamacca sekarang? Walau tirai sudah dihilangkan tapi membuang maksiat di gubuk tersebut bukan perkara ringan, jadi menarik menunggu foto-foto edisi selanjutnya dari Tribun.
Manusia kalah sama Ayam
Hampir saja luput dari pemberitaan jika bukan karena pengaduan seorang pemenang lomba MTQ (lomba baca Al Quran) tingkat propinsi yang mengadu hanya diberi hadiah uang 200 ribu. Sebuah perlombaan tingkat propinsi hanya diberi hadiah yang minim yang jumlahnya masih kalah banyak dari lomba ayam ketawa yang sampai jutaan rupiah. Manusia kalah sama ayam. Selama tiga hari berturu-turut Tribun dengan telaten menampilkan berita yang pada akhirnya mencoreng wajah propinsi yang dikenal dengan julukan serambi madinah. Padahal anggaran untuk kegiatan ini mencapai milliaran rupiah. Ironisnya hadiah honor untuk juri lomba lebih banyak dari pemenang. Kemarin Jumat 16 Mei 2014, pemprov menambah hadiah bagi masing-masing pemenang. Semoga nilainya setara dengan ayam ketawa, masa manusia dikalahkan sama ayam ketawa. Lagi-lagi Tribun berhasil menjadi lakon sebuah kebaikan dan keadilan.
Lewat media cetak yang mulai termarginalkan sebuah perubahan bisa terjadi. Memang perlu banyak kreasi agar media tidak ditinggalkan pembacanya termasuk berani menampilakn berita kelihatan sepele namun berpotensi membuat kuping pejabat menjadi merah. Media cetak lebih bebas dan luwes menampilkan berita-berita yang luput terekam oleh media lain seperti televisi. Dengan usianya satu dekade, Tribun Timur diharapkan tetap berada di garda depan sebagai penyambung lidah masyarakat. Itulah media tidak lain menyuarakan kebenaran dan keadilan serta tetap bersikap jujur dalam pemberitaannya.
salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI