"Assalamu'alaikum, Bapak pulang"
"Wa 'alakkum salam," jawab seorang wanita dari dalam rumah, tak lain dia istriku.
"Asyif mana, Bu?" Tanyaku.
"Sudah tidur, Pak. Tadi seharian ia membantu pamannya menjual dagangan di pasar.
Segelas teh hangat dan gorengan pisang kini tersaji di depan meja setelah aku selesai membersihkan badan. Langsung saja aku menyantapnya. Kupanggil istriku yang sedari tadi duduk menonton televisi, "Bu, sini sebentar," Lalu kuberikan hasil pekerjaan hari ini.
"Tabungan kita sudah cukup belum, Bu, untuk Asyif kuliah?"
"Sepertinya sudah cukup, Pak."
"Oh, ya syukur."
Kurebahkan tubuhku di ranjang bambu yang berderit. Tak terasa mataku berkaca-kaca dan kini menitikkan bening air mata. Bukan apa, hanya merasa bahagia akhirnya cita-cita kecil ingin menguliahkan anakku serasa telah dijawab oleh Tuhan. Dalam hati tak henti-henti kusebut Asma-Nya, hingga tanpa sadar mataku terpejam.
Pagi dengan cepat menghampiri penduduk bumi dengan terbitnya matahari. Walaupun sudah dari subuh tadi aku terbangun untuk melakukan kewajiban sebagai seorang hamba. Seperti biasa kupanaskan motor dulu di halaman rumah sambil menyantap sarapan berlauk tempe masakan istri.
Hari ini aku berangkat ngojek lebih pagi dari biasanya. Entah, ada rasa semangat yang terasa dalam dada. Walaupun uang tabungan untuk daftar kuliah sudah cukup, tapi lebih baik aku lebihkan. Siapa tahu nanti ada bayaran-bayaran lainnya. Kupikirkan semua itu saat sedang mengendarai motor sambil sesekali aku tersenyum sendiri. Ah, aku bahagia sekali hari ini.