Mohon tunggu...
Islah oodi
Islah oodi Mohon Tunggu... Penulis - Wong Ndeso

Penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hikayat Lelaki Bernama Rajul

24 Februari 2021   17:43 Diperbarui: 24 Februari 2021   17:46 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertahun-tahun Rajul menjadi abdi ndalem melayani apapun keperluan Abahnya, mulai dari membuatkan minuman jika ada tamu yang sowan di ndalem, membawakan kitab Abahnya jika Abahnya akan mengajar para santri, dan sering kali saat Abah Abdullah pergi untuk mengisi pengajian di berbagai daerah, Rajul pun ikut mendampingi. Bahkan semenjak Rajul diajari mengendarai mobil, kini ia telah menjadi sopir pribadi Abah.

Keadaan dalam komplek pondok pesantren telah berubah seiring berubahnya wajah sang tahun. Kang Amad yang dulu menjabat sebagai ketua keamanan pondok sudah lebih sepuluh tahun telah mukim[2] di kampung halamannya. Jabatan sebagai ketua keamanan pondok telah beberapa kali pindah tangan para santri, terganti dan terganti santri-santri lainnya seiring waktu yang terus berlalu.

Bagaimana kabar Rajul? Tentu ia telah menjadi lelaki dewasa yang saban harinya berada di ndalem Abahnya. Kini, Rajul dewasa benar-benar telah berubah watak dan sifatnya. Ia tak seperti saat kecil dulu yang malas untuk mengaji, bahkan seringkali saat Abah sakit atau ada urusan lain di luar pondok, Rajullah yang diperintah untuk menjadi badal[3] mengisi pengajian kitab Al-hikam yang di selenggarakan rutin setiap bada isya.

Hingga suatu saat tanpa diduga dan tanpa pernah terpintas dalam pikiran Rajul. Ia ditarik oleh Abah untuk menjadi menantunya. Awalnya Rajul menolak dengan halus. Rajul sadar siapa dirinya? Tak lain hanya santri nakal yang beruntung selalu diajari ilmu dengan kesabaran oleh Abahnya. Namun siapa yang dapat menolak keputusan Abah Abdullah? Akhirnya Rajul menikah dengan putri sekaligus anak tunggal Abahnya. Kini santri-santri tak lagi memanggil Rajul dengan sebutan Kang ataupun Cak, melainkan disebut dengan sebutan Gus Rajul, putra Abah Abdullah, pengasuh pondok dengan ribuan santri.

Belum sampai satu tahun umur pernikahan Gus Rajul dan Ning Aini, Abah Abdullah yang telah sepuh dan sering sakit-sakitan dipanggil oleh Yang Maha Kuasa meninggalkan dunia fana untuk selama-lamanya. Ribuan santri berduka. Ribuan para alumni pondok pun turut hadir pada saat proses pemakaman jenazah Abah Abdullah. Pondok kehilangan sosok pengasuh dan jika ini diteruskan bisa jadi santri-santri seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Maka jalan satu-satunya adalah menjadikan Gus Rajul sebagai penerus pengasuh pondok sesuai wasiat Abah menjelang kematiannya.

***

"Braaak." Mobil yang saya kendarai menembus deras hujan malam saat perjalanan pulang dari kota J menabrak seorang perempuan yang tiba-tiba nyelonong dari gang perumahan padat penduduk. Seketika mobil saya hentikan dan langsung membuka pintu mobil keluar dan melihat perempuan yang mengenakan pakaian minim telah tergeletak bersimbah darah. Cepat-cepat saya meminta pertolongan warga sekitar yang mungkin telah lelap dalam tidur sebab jam telah menunjukan pukul 01:14 dini hari.
Kata sebagian warga perempuan tersebut adalah perempuan pekerja seks komersial di lokalisasi sekitar sini. Tapi saya tak peduli siapa dia, yang jelas saya harus bertanggung jawab sebab telah menabraknya.

Tubuh perempuan itu kini telah berada dalam mobil didampingi dua orang warga. Langsung saja saya nyalakan mesin mobil dan meluncur ke klinik terdekat. Sesampainya di klinik tubuh perempuan tersebut langsung dibawa oleh para perawat pada ruangan untuk segera mendapatkan pertolongan. Hingga hampir waktu subuh perempuan tersebut belum juga sadarkan diri, bahkan hingga saya selesai melaksanakan kewajiban salat subuh pun belum juga ada kabar tentang perempuan itu.

Baru sekitar pukul 06:34 seorang perawat datang menghampiri saya yang sedari tadi duduk di bangku tunggu, perawat memberi tahu bahwa perempuan yang tadi malam tertabrak mobilku telah siuman. Segera saya bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju kamar temat perempuan tersebut dirawat.

"Bagaimana keadaan panjenengan, Bu? Maaf tadi malam saya yang menabrak panjenengan. Tapi, saya berjanji akan bertanggung jawab semua biaya pengobatan panjenengan," ucapku pada perempuan yang masih tergeletak lemah dengan perban yang membalut keapalanya.
Perempuan tersebut hanya menatap dengan tatapan sayu dan lesu. Namun saat saya hendak pergi ia mengucapkan kata lirih yang hampir tak terdengar. Langkahku terhenti dan kembali berdiri disamping ranjang perempuan tersebut.

"Mungkin anda sudah tahu kalau saya perempun tuna susila. Tapi saya melakukan pekerjaan tesebut karena terpaksa untuk menghidupi anak saya. Tolong rawat anak saya yang berada di kontrakan seberang jalan kecelakaan tadi malam."
Belum sempat saya tanggapi ucapannya, perempuan tersebut terdiam bersamaan dengan terpejam matanya untuk selama-lamanya. Sesuai janji, saya akan bertanggung jawab, maka segala urusan memulangkan jenazah perempua ini pada kontrakan tempat ia tinggal, hingga merawat jenazah sampai selesai dikuburkan semua saya tanggung. Pun menjalankan apa yang almarhumah wasiatkan, ialah merawat anaknya. Saya ajak anaknya untuk tinggal dan nyantri di pondok yang saya asuh. Seorang anak lelaki yang bernama Rajul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun