Mohon tunggu...
Islah oodi
Islah oodi Mohon Tunggu... Penulis - Wong Ndeso

Penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelarian

17 Februari 2021   20:06 Diperbarui: 17 Februari 2021   20:15 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Satu kali transaksi cukup untuk biaya melahirkan istrimu."

Baron tergiur dengan iming-iming untung besar. Hanya cukup sebagai pengedar--satu kali transaksi bisa mengantongi uang biaya melahirkan istri. Walaupun awalnya Baron ragu, tapi mengingat kebutuhan mau tak mau akhirnya ia lakoni juga pekerjaan haram itu.
***
"Kalian bertiga kejar ke sana! Kau ... Kau dan kau ikut saya ke gang sini," Pekik suara polisi terdengar di gang perumahan memberi instruksi pada rekan polisi yang lain. Suara deru sepatu semakin terdengar jelas.

"Jalan buntu, Ndan," ucap salah satu polisi.

"Bagaimana ini? Kita kembali saja atau apa, Ndan?" Suara yang lain menanggapi. Sepertinya polisi-polisi itu kebingungan. Semoga saja mereka kembali.

"Tunggu! Lihat itu ada bangunan belum jadi. Ayo, periksa. Mungkin dia di sana."

Tubuh Baron menggigil ketakutan. Keringat dingin semakin mengucur deras membasahi kaos oblong yang ia kenakan. Tangannya gemetar ketakutan. Baron pegang erat-erat tas kecil yang di dalamnya berisi barang-barang haram dan uang hasil transaksi. Deru suara sepatu semakin jelas terdengar mendekati bangunan tempat ia bersembunyi. Dan polisi-polisi kini telah berada di ruang bawah mencari dirinya.

"Bagaimana?"

"Nihil, Ndan. Tapi ada tangga menuju ke loteng atas ini, Ndan."

"Cepat cek!" Pekik lelaki yang disebut komandan.

Suara langkah kaki mulai naik ke atas bangunan. Celorot cahaya senter menerangi sisi bagian-bagian loteng bangunan tempat Baron bersembunyi. Baron panik tak karuan. Otaknya berpikir keras mau terus sembunyi yang jelas tak lama lagi kemungkinan besar akan dipergoki atau ia berlari? Tapi mau berlari ke mana sedang posisinya kini benar-benar terpojok. Suara langkah polisi semakin mendekati. Hingga cahaya senter mengenai punggung Baron yang sedari tadi jongkok bersembunyi. Baron menengok ke belakang dan ....

"Diam! Jangan bergerak!" Teriak polisi berperut buncit yang memergoki. Baron panik dan berusaha kabur lagi. Tapi, belum sempat Baron berlari terdengar letupan senjata api bersamaan dengan kaki kiri Baron terasa panas dan sakit, lalu sejurus kemudian Baron tersungkur di tepi loteng. Ia mencoba berdiri, tapi satu kakinya yang telah ditembus peluru tak kuat menopang tubuhnya dan Baron terpelanting jatuh ke bawah dari loteng bangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun