Hal ini terus menjadi kebiasaan hingga saya masuk sekolah. Dari SD sampai dengan SMK, sarapan pagi saya selalu mi instan. Setiap pagi, setiap hari.
Tidak jarang juga saya makan mi instan sebanyak 2 kali dalam sehari. Pertama saat sarapan pagi di sekolah, dan kedua saat jam istirahat di sekolah.
Menu mi instan memang menjadi menu wajib di kantin setiap sekolah dan saya adalah orang yang menjadi pelanggan tetap lapak penjual mi instan di kantin ketika SD, SMP, dan SMK.
Tentu saja kelakuan saya ini tanpa sepengetahuan orangtua. Kalau mereka bertanya "Isky di sekolah tadi makan apa?"Â maka saya akan menyebutkan nasi goreng, nasi uduk, siomay, gorengan secara bergantian setiap hari. Hehehe...
Tapi kecanduan itu sedikit berkurang setelah saya lulus kuliah. Semenjak saya lebih sering di rumah, saya patuh hanya makan mi instan sebanyak 1 kali dalam sehari.
Ini memang masih buruk, tapi setidaknya ada sedikit perbaikan. Setidaknya saya tidak berbohong lagi ke orangtua.
Terkait dampaknya bagi kesehatan tubuh saya, sejujurnya hingga hampir 20 tahun saya rutin konsumsi mi, saya (belum) tidak pernah terkena penyakit serius yang disebabkan oleh mi instan.
Saya sadar betul bahwa suatu hari nanti mi instan yang sudah bersarang di tubuh saya akan menunjukkan keganasannya.
Tidak merasakan dampak makan mi instan bukan berarti saya bebas dari penyakit yang disebabkan oleh makanan tersebut.
Banyak orang di luar sana yang sudah merasakan dampaknya dan saya belum mendapat gilirannya.