The Fallacy of Prediction
Dalam kondisi dunia dimasa sekarang ini yang sangat dipengaruhi oleh VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambigue), merencanakan menjadi hal yang boleh dibilang sangat menantang jika tidak ingin disebut sulit. Dimasa lampau sekitar tahun 1965, Igor Ansof mengeluarkan pernyataan “kita harus berpijak pada masa di mana organisasi dapat menyusun perkiraan dengan akurasi plus minus 20% dalam horizon perencanaannya”.
Namun faktanya, walaupun beberapa aspek yang didukung pola berulang seperti musim dapat diperkirakan, prediksi atas hal yang tidak berpola seperti inovasi teknologi dan kenaikan harga lebih sulit untuk diprediksi.
Hal ini nyatanya memang sangat sulit apalagi untuk ter-cover dalam rencana strategis jangka menengah. Dalam RPJMN yang memiliki horizon waktu 2020-2024 pun isu pandemi Covid-19 yang dampaknya sangat signifikan melanda Indonesia di tahun 2020, tidak tercantum di dalamnya sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan maupun target pembangunan.
Hal ini dapat dipahami karena secara sistem dan aturan, penyusunan RPJMN sudah dimulai pada tahun sebelumnya (2019) dan membutuhkan waktu dan birokrasi yang panjang hingga akhirnya dokumen tersebut ditetapkan oleh Presiden di 2020 sehingga Covid-19 belum terpotret dalam RPJMN 2020-2024.
Untuk mengakomodir isu kekinian, isu pandemi Covid-19 tertuang dalam materi RKP 2021 sebagai salah dalam seluruh aspek perencanaan tahun 2021 yang memang proses penyusunannya dimulai pada tahun 2020.
Key point dari isu ini adalah perlunya suatu entitas organisasi untuk memiliki rencana jangka pendek/tahunan yang sifatnya lebih adaptif atau update dengan kondisi internal maupun eksternal organisasi sehingga dapat menghasilkan perencanaan yang lebih akurat dan realistis.
The Fallacy of Detachement
Menurut pendapat Jelinek dalam bukunya berjudul Institutionalizing Innovation, proses perencanaan yang dilaksanakan secara rutin, membuat banyak pihak mempersepsikan bahwa telah terbentuk sebuah administrative system sebagai media terciptanya perencanaan dan kebijakan. Berdasarkan pandangan ini, sistem yang melaksanakan kegiatan berpikir serta pembedaan dalam beberapa hal yaitu strategi dipisahkan dari operasional, formulasi dari implementasi, pemikir dan pelaksana, serta pembuat strategi dengan obyek dari strategi dimaksud.
Pandangan tersebut dinilai sedikit “tricky” karena dalam praktiknya, inovasi tidak dapat di institusionalkan, dalam arti lain inovasi tidak dapat dilekatkan pada satu mekanisme/system tertentu, prosedur baku atau bahkan pada suatu organisasi. Inovasi selalu berkembang dan menuntut genuine thinking dari seorang planner. Sistem tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan synthesis atas informasi atau pengetahuan yang dimiliki karena hal itu lebih dekat dengan sense atau art of thinking dari manusia.
The Fallacy of Formulation