Mohon tunggu...
Iska Wahyu Sulistyawan
Iska Wahyu Sulistyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Newbie

Aparatur Sipil Negara di Kementerian Keuangan, menyelesaikan pendidikan Sarjana di STIE Perbanas Jakarta dan kemudian melanjutkan program MBA di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta MSc in Strategic Management di Rotterdam School of Management, Erasmus University Rotterdam.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menakar Peluang Pegawai Perempuan dalam Top Management Instansi Pemerintah

10 November 2020   19:35 Diperbarui: 12 November 2020   09:56 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teori Pergantian Top Management Perempuan

Pada bagian ini, akan dibahas mengenai beberapa hasil penelitian maupun teori yang terkait dengan pergantian CEO perempuan dari sisi korporasi. 

Dengan pertimbangan bahwa body of knowledge dari keilmuan strategic management lahir dari perubahan paradigma pada pengelolaan organisasi privat, teori-teori mendasar yang terkait hal ini patut menjadi pertimbangan dengan disesuaikan dengan konteks Kementerian Keuangan.

Top management sangat penting karena pada level jabatan ini yang bertanggung jawab penuh atas keberlanjutan suatu organisasi. Tindakan atau rencananya menentukan bagaimana perusahaan akan diarahkan. Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa suksesi CEO secara umum dipandang sebagai hal yang krusial untuk pembelajaran dan adaptasi organisasi (Friedman & Singh, 1989; Boeker & Goodstein, 1993). 

Tipe dan karakter CEO yang memimpin perusahaan berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan strategis perusahaan (Beatty & Zajac; 1987). Atribut dan latar belakang tertentu dari CEO yang baru direkrut mempengaruhi kemampuan dan nilai kognitif mereka, yang pada gilirannya memengaruhi pilihan strategis sebagaimana dinyatakan oleh upper echelon theory (Hambrick & Mason, 1984). Berdasarkan argumen ini, atribut eksekutif puncak perusahaan akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan strategis perusahaan yang pada akhirnya mengarah ke hasil/outcome perusahaan.

Keputusan perusahaan untuk menunjuk perempuan sebagai CEO baru mendapat lebih banyak perhatian karena dianggap sebagai kejadian yang langka. Akibatnya, baik pihak internal maupun eksternal termasuk investor menjadi lebih memperhatikan atau bisa juga menjadi lebih skeptis tentang CEO wanita daripada CEO laki-laki (Lee & James, 2007).

Resources dependencies theory mengasumsikan perusahaan memutuskan untuk merekrut perempuan dan etnis minoritas untuk ditempatkan sebagai eksekutif puncak karena mereka memiliki sumber daya baru dan spesifik yang dapat bermanfaat bagi perusahaan (Singh, 2007). 

Dalam hal ini, perempuan dan etnis minoritas yang direkrut oleh perusahaan dianggap memiliki karakteristik pribadi yang unik yaitu dibutuhkan untuk kinerja masa depan perusahaan. Menurut Hillman, Cannella dan Harris (2002), Hillman, Shropshire dan Cannella (2007), karakteristik pribadi mereka seperti pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman (modal manusia) serta koneksi pribadi dan jaringan karier (modal sosial).

Teori lain yang dapat menjelaskan mengapa ada berbagai respon di pasar ketika suatu perusahaan memutuskan untuk mempekerjakan CEO wanita adalah signalling theory. Dalam literatur manajemen, signalling theory telah dibahas secara intensif. Menurut Spence (2002), pada dasarnya, signalling theory terkait dalam meminimalisir informasi asimetris antar pihak. 

Sebuah studi terbaru dalam tata kelola perusahaan, misalnya, sebagaimana dinyatakan oleh Zhang & Wiersema, (2009) bahwa sertifikasi CEO mengirimkan sinyal kredibilitas mereka untuk memastikan validitas laporan keuangan perusahaan sebagai representasi dari kualitas perusahaan yang tidak dapat diobservasi

Sejalan dengan signalling theory, keputusan tegas untuk menunjuk seorang wanita sebagai CEO baru menciptakan beragam sinyal ke pasar. Akibatnya investor mungkin memiliki pendapat berbeda terhadap suksesi CEO wanita. Dalam situasi tertentu, suksesi CEO terlihat akan memberikan lebih banyak nilai manfaat atau penurunan kinerja saham untuk pemegang saham (Akerlof, 1970).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun