Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain Tabroni
Iskandar Zulkarnain Tabroni Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seorang Lulusan Sosiologi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Senang dengan dunia otomotif, dan menjadikan kegiatan mengendarai sepeda motor sebagai bentuk hobi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review Buku "Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas" Karya Neng Dara Affiah

23 April 2019   17:15 Diperbarui: 23 April 2019   17:48 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian argumen-argumen yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih superior dibanding perempuan yang menghambat munculnya pemimpinan perempuan. Asumsi bahwa pihak laki-laki memiliki aset kekayaan yang mampu menghidupi istri dalam bentuk maskawin dan pembiayaan hidup keluarga sehari-hari. Selain itu laki-laki pada umumnya dianggap memiliki kelebihan penalaran (al-aql), tekad yang kuat (al-hazm), keteguhan (al-aznl), kekuatan (al-quwwah), kemampuan tulisan (al-kitabah), dan keberanian (al-furusiyyah wa al-ramy). Karena itu dari kaum laki-laki lahir para nabi, ulama dan imam.

Kelompok yang pro terhadap kepimpinan perempuan, memaknai asumsi tersebut secara berbeda. Pemaknaan di atas, yakni karena Allah telah memberikan kelebihan (kekuatan) pada yang satu atas yang lain, para ahli tafsir berperspektif feminis, bersifat relatif dan tergantung kepada kualitas masing-masing individu dan bukan karena sifat gendernya. Fazlur-Rahman menafsirkan bahwa "kelebihan" tersebut bukanlah bersifat hakiki, melainkan fungsional. Artinya jika seorang istri di bidang ekonomi dapat berdiri sendiri, baik karena warisan maupun karena usahanya sendiri dan memberikan sumbangan bagi kepentingan rumah tangganya, maka keunggulan laki-laki akan berkurang, karena sebagai manusia tidak memiliki keunggulan atas perempuan. Amina Wadud Muhsin juga menyatakan bahwa laki-laki qowwammun atas perempuan tidaklah dimaksudkan bahwa superioritas itu melekat kepada setiap laki-laki secara otomatis, sebab hal itu hanya terjadi secara fungsional selama yang bersangkutan memiliki kriteria Alquran, yakni memiliki kelebihan dan memberikan nafkah. Kriteria tersebut juga bisa dimiliki oleh perempuan, sehingga perempuan pun memiliki kelebihan.

Menurut Asghar Ali Engineer, pernyataan Alquran karena Allah telah memberikan kelebihan (kekuatan) pada yang satu atas yang lain sesungguhnya merupakan pengakuan bahwa dalam realitas sejarah, kaum perempuan pada saat itu sangat rendah dan pekerjaan domestic dianggap kewajiban perempuan. Sementara laki-laki menganggap dirinya sendiri lebih unggul karena kekuasaan dan kemampuan mereka memberi nafkah dan membelanjakannya untuk perempuan. Oleh karenanya, pernyataan tersebut bersifat kontekstual dan bukan normative. Seandainya Alquran menghendaki laki-laki harus menjadi qowwam atas perempuan, ia akan menggunakan pernyataan normatif dan mengikat bagi semua perempuan pada semua zaman dan semua keadaan.

Selain itu, perlu dilihat juga konteks kelahiran ayat tersebut. Pertama, ayat ini turun dalam konteks hubungan suami Istri dan bukan dalam konteks kepemimpinan. Kedua, melarang perempuan menjadi pemimpin atas dasar ayat ini adalah keangkuhan yang bertentangan dengan konsep dasar tuhan menciptakan manusia. Bahwa manusia, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mengemban amanat menjadi khalifah di muka bumi dan mengelola bumi secara bertanggung jawab dengan menggunakan akal yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia.

Kemudian penolakan terhadap kepemimpinan perempuan juga didasarkan oleh hadis, "tidak akan berjaya suatu kaum/masyarakat jika kepemimpinannya diserahkan kepada perempuan (Lan yufliha qaumun imra'atan)", yang kemudian diteliti oleh Fatimah Mernissi secara cermat bahwa: pertama, hadis itu diucapkan Nabi Muhammad untuk menggambarkan negeri Persia yang mendekati ambang kehancuran dengan dipimpin oleh seorang perempuan yang tidak mempunyai kualitas yang memadai. Kedua, hadis ini dikemukakan kembali oleh perawinya, Abu Bakrah, ketika ia melihat perpecahan di kalangan umat Islam karena peristiwa Perang Siffin antara Khalifah Ali dan Siti Aisyah. Baginya, memihak pada salah satu diantaranya bukan merupakan pilihan yang bijaksana, dan menggunakan ucapan Nabi 23 tahun semenjak ia meninggal. Ketiga, hadis itu hanya diriwayatkan oleh satu orang yaitu Abu Bakrah, berdasarkan ahli hadis, jika sebuah hadis hanya diriwayatkan oleh satu orang (Ahad), maka diragukan keotentikannya.

Untuk itu perlu ditelisik lebih dalam bahwa ajaran Islam tidak membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin, walaupun memang jumlah pemimpin perempuan sangatlah terbatas. Hal tesebut terjadi karena hambatan seperti pemahaman yang salah kaprah mengenai ajaran Islam seperti di atas. Tantangan lain adalah adanya ego kolektif masyarakat muslim yang melanggengkan nilai-nilai patriarki, sehingga narasi agama digunakan sebagai tameng dan dimanipulasi untuk melegitimasi kepentingan ego tersebut.

Penulis buku memberikan cara-cara yang dapat digunakan untuk membentuk pemimpin perempuan sebanyak mungkin dalam berbagai ranah kehidupan. Pertama, semenjak kecil ditanamkan, pola pendidikan watak kepemimpinan, perempuan atau laki-laki tidak dibeda-bedakan. Kedua, anak perempuan dan laki-laki berhak mengakses apa saja sepanjang membuat diri mereka berkembang. Ketiga, memberikan kebebasan untuk memilih sesuai pilihan nuraninya. Keempat, melatih perempuan jatuh bangun dengan pilihannya, karena proses itu akan muncul pendewasaan hidup dan "otonomi diri". Dan kelima, menghindari perangkengan perempuan dalam sangkar emas atas nama "perlindungan", karena bisa menjebak perempuan menjadi kerdil dan gagap berhadapan dengan realitas kehidupan nyata.

Pada bab kedua, yaitu pembahasan tentang islam dan seksualitas perempuan, yang menurut saya sebagai reviewer berisi bahasan-bahasan yang sangat mendalam dan menarik terutama pada topik poligami. Penulis buku dapat memotret dengan sangat baik bagaimana kelamnya sejarah poligami dari mulai masa bangsa Arab pra Islam hingga sekarang di Indonesia. Para perempuan, diperlakukan layaknya seonggok daging yang digunakan hanya untuk pemuasan kebutuhan seksual dengan dalih-dalih ayat agama.

Dalam topik poligami, penulis dari buku ini menjelaskan bahwa praktik-praktik poligami ini merupakan sebuah tradisi dari masyarakat Arab dan Timur tengah yang sangat kental. Penulis buku membagi topik poligami ini menjadi beberapa bagian.

Pada bagian sistem perkawinan dalam tradisi Arab pra-islam, dijelaskan bahwa terdapat dua pandangan mengenai sistem perkawinan dalam struktur masyarakat Arab pra-Islam. Pertama, matrilineal, yaitu bentuk perkawinan yang mengacu pada garis ibu sebagai rangkaian asal leluhur mereka. Kemudian praktik perkawinan poliandri atau perempuan yang memiliki suami lebih dari satu orang yang merupakan hal yang lazim pada masyarakat Arab pra-Islam. Dan pandangan kedua yang mengatakan bahwa jauh sebelum munculnya islam, praktik poligami yang tak terbatas telah mengakar kuat pada masyarakat jazirah Arab. Bagaimana pemimpin suku ketika itu memiliki puluhan, bahkan ratusan istri. Beberapa sahabat Nabi pun pernah melakukan praktik poligami tak terbatas ini yang kemudia diperintahkan oleh Rasul untuk menceraikannya dan menyisakannya hingga tinggal empat.

Pada masa Islam awal, ayat poligami dalam Alquran turun pada tahun 5 Hijriyah atau 625 M. Islam mengalami kekalahan dan para prajurit muslim gugur meninggalkan istri-istri serta anak-anak yang kemudian menjadi janda dan yatim. Timbulnya persoalan ini turunnlah surah An-Nisa ayat 3 yang mendorong seorang laki-laki untuk mengawini para perempuan janda tadi dengan tidak lebih dari empat orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun