Mohon tunggu...
Vox Pop

Perang Asimetris SBY vs Prabowo di Demo FPI

28 Oktober 2016   16:27 Diperbarui: 28 Oktober 2016   16:35 16295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo & SBY (tempo.co)

Selasa Malam, 20 September 2016, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri meresmikan pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat sebagai kandidat Gubernur dan wakil dari PDI-P dalam kontestasi Pilkada DKI 2017. Selain PDI-P, pasangan Ahok - Djarot juga ikut diusung oleh Partai Golkar, Hanura, dan Nasdem yang sebelumnya telah menyatakan dukungan kepada Ahok. Sebenarnya, PDI-P saja sudah cukup untuk mengusung pasangan ini dalam Pilkada DKI. PDI-P punya 28 kursi di DKI, sementara syarat untuk mendaftar ke KPU adalah 22 kursi. Total 52 kursi dari empat partai pendukung dimiliki oleh pasangan Ahok - Djarot.

Keputusan Megawati untuk usung Ahok serta merta mengubah peta koalisi partai politik saat itu. Koalisi Kekeluargaan, persekutuan Partai Politik  yang awalnya digadang-gadang mengusung pasangan Sandiaga Uno dan Mardani Ali Sera sebagai pasangan kandidat untuk melibas Ahok jika bersikeras maju lewat jalur independen, kehilangan kekuatan terbesarnya: PDI-P. Pasca hengkangnya PDI-P dari Koalisi Kekeluargaan, tersisa enam partai di koalisi itu: Gerindra, PKS, PPP, Demokrat, PAN, dan PKB.

Gerindra, Partai besutan Prabowo Subianto, adalah yang paling optimistis bahwa Koalisi Kekeluargaan tidak akan terpecah pasca ditinggalkan PDI-P. Prabowo masih berharap bisa gandeng SBY membentuk poros partai-partai Islam dan Nasionalis untuk hadang koalisi pendukung Ahok di Pilkada DKI.  Pilkada satu putaran, pertarungan dua pasangan calon saja: Ahok - Djarot dari Koalisi PDI-P, Partai Golkar, Hanura, dan Nasdem di satu sisi, berhadapan dengan Sandiaga Uno - Ali Sera yang diusung enam partai Koalisi Kekeluargaan di sisi lain.

Namun, tarik menarik yang cukup tegang terjadi di antara keenam partai ini manakala menentukan siapa pasangan calon yang hendak dimajukan menantang pasangan petahana. Mardani Ali Sera yang diajukan PKS sebagai pendamping Sandiaga Uno tidak disetujui oleh tiga partai Islam yang lain. Penolakan ini mengerucut pada mulai terbentuknya dua poros dalam tubuh Koalisi Kekeluargaan: Kubu Kertanegara, berisi Gerindra dan PKS, dan Kubu Cikeas, berisi Partai Demokrat, PPP, PAN, dan PKB. Prabowo Subianto pun, demi menjaga keutuhan Koalisi Kekeluargaan sempat meminta Presiden PKS untuk legowo dan tak memaksakan Ali Sera sebagai calon Wakil Gubernur mendampingi Sandiaga Uno.

Lalu, nama-nama muncul dan menghilang: Sandiaga Uno-Syaifullah, Sandiaga Uno-Anies Baswedan, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra-Sandiaga Uno. Tarik menarik makin memisahkan dua poros: Kertanegara dan Cikeas.

Rabu petang, 21 September 2016, Gerindra dan PKS melakukan pertemuan tertutup di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta Selatan. Gerindra dan PKS memberi sinyal akan umumkan pasangan calon yang mereka usung pada hari Jumat, 23 September setelah shalat Jumat sebagai bentuk "tawaran baik" bagi kubu Cikeas. Harapannya: Demokrat dan tiga partai Islam yang saat itu juga melakukan pertemuan di Cikeas tetap satu kapal dengan Gerindra dan PKS. Sementara itu, pertemuan di Cikeas berlanjut sampai larut, dan belum mengumumkan apa-apa.

Kamis malam, 22 September 2016, rapat tertutup antara petinggi Demokrat, PAN, PPP, dan PKB dilanjutkan. Marathon panjang yang berlangsung sampai dini hari.

Jumat dini hari, 23 September 2016, poros Cikeas membuat pengumuman mengejutakan: Demokrat, PAN, PPP dan PKB resmi mengusung putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon gubernur yang mereka usung, dengan Sylviana Murni, birokrat Pemda DKI, sebagai wakilnya. Pengumuman ini sekaligus  menjadi pernyataan:  SBY tak lagi berkongsi dengan Prabowo di Pilkada DKI, blok ketiga telah terbentuk, Pilkada DKI tak mungkin selesai satu putaran.

Jumat siang, 23 September, pengumuman nama calon yang sedianya dilakukan Gerindra dan PKS selepas shalat Jumat tertunda sampai jauh petang. Karena PKS sempat melakukan manuver untuk menyeberang ke poros Cikeas. Namun PKS ditolak oleh SBY. Petang ketika Maghrib menjelang, Prabowo Subianto akhirnya mengumumkan nama pasangan yang diusung Gerindra dan PKS: Anies Rasyid Baswedan sebagai calon gubernur dan Sandiaga Uno sebagai calon wakil gubernur. Prabowo dikabarkan kecewa dan mangkel pada SBY karena merusak rencananya untuk head to head melawan petahana.

5- Oktober 2016, terbit kisruh yang mengaitkan Ahok dengan Surat Al-Maidah ayat 51. Berita-berita bermunculan simpang siur, MUI merespon pemberitaan ini dengan sangat bersemangat. Sebagai tindak lanjutnya, MUI melaporkan Ahok ke Polisi. Polri yang menerima dan memproses laporan tersebut berusaha untuk bersikap fair dan objektif, tetapi terlanjur beredar kabar bahwa Polri menolak laporan terhadap Ahok tersebut. Isu Ahok terkait surat Al-Maidah terus digulirkan dan pelan-pelan berhasil menyulut kemarahan umat Islam.

10 Oktober 2016, Ahok menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam soal pidatonya yang menyinggung surat Al-Maidah. Namun, niat baik dari permintaan maaf Ahok itu tidak mendapatkan respon baik, MUI masih ingin membahas hal itu lebih jauh lagi.

14 Oktober 2016, Prabowo gerakkan lima ribu massa FPI di bawah koordinasi Haiburokhman untuk demo menuntut Ahok dihukum. Prabowo lakukan ini untuk hancuran citra blok Islam yang dibentuk SBY. Gerindra menyangkal terlibat dalam demo FPI 14 Oktober itu, karena bisa jadi memang demikian. Habiburokhman hadir bukan sebagai politisi Gerindra tetapi sebagai utusan pribadi Prabowo.

SBY yang sangat mengenal Prabowo, tentu telah membaca bahwa Prabowo menggerakkan FPI untuk menghancurkan citra blok Islam yang dibangunnya. Sebagai kontra gerakan Prabowo, SBY menyusupkan Amien Rais untuk kacaukan operasi FPI yang ikut dioperatori Habiburokhman tersebut. Aksi Amien Rais berhasil memprovokasi demo terhadap Ahok dan mengekskalasi isu menjadi serangan terhadap Jokowi.

Prabowo sikapi intersepsi SBY via Amien Rais di Demo 14 Oktober dengan menyerang dan memojokkan Amien Rais dengan cara mengekspose kehadiran petinggi PAN itu di media. Pemberitaan-pemberitaan dan spin isu yang mendorong terbentuknya persepsi bahwa dalam demo itu, FPI bergerak bersama kubu Cikeas dan efek baliknya justru merugikan pasangan calon Agus - Sylvi.

Mendapat serangan balik begitu, SBY membalas dengan mengalienasi FPI dari kubu Islam. Komentar-komentar tokoh publik menampilkan FPI sebagai entitas yang berbeda dari umat Islam Indonesia. FPI bukan bagian dari Islam Indonesia.

Yusril Ihza Mahendra memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati menyikapi rencana gerakan yang akan dilakukan FPI 4 November nanti. MS Kaban, mantan menteri era SBY juga ikut berkomentar: umat Islam dan aparat keamanan untuk tidak terprovokasi demi menghindari konflik di lapangan. Ketua PB NU, Said Agil Siroj bahkan dengan tegas melarang warga NU untuk ambil bagian dalam demo besar yang akan digelar FPI 4 November nanti.

Laporan yang diajukan Sukmawati Soekarnoputri terhadap Rizieq Sihab atas penghinaan terhadap Pancasila, boleh jadi juga adalah hasil koordinasi dengan SBY. Goal SBY adalah Rizieq ditangkap aparat kepolisian, yang menyebabkan massa FPI menjadi semakin beringas. Pada saat itu blok Islam Cikeas akan menjauhkan diri dari FPI. Demo akbar 4 November hanya akan dihadiri massa FPI. Massa FPI yang terprovokasi karena penangkapan Rizieq akan picu kerusuhan dalam demo akbar 4 November dan Prabowo yang punya kedekatan dengan FPI sekali lagi akan dikambinghitamkan sebagai dalang kerusuhan.

Dua jendral ini, SBY dan Prabowo, memang kocak. Saya tidak habis pikir. Kerjaannya sejak dulu adu setting, adu operasi, korbankan masyarakat awam demi ego dan kekuasaan. Kalau bos pengusungnya begitu, kandidat yang diusung juga tidak akan beda jauh karakternya, like father like son. Simple.

Karena itulah saya sejak awal pilih mendukung Ahok - Djarot, yang jelas kerja nyatanya, kelihatan hasilnya membawa manfaat untuk publik. Ahok - Djarot tidak pernah berkonflik karena mementingkan ego. Merekamlah mau bertarung demi rakyat, bukan mengadu rakyat demi kepentingan pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun