Sebenarnya, tidak ada yang baru dari fatwa dan pedoman yang dikeluarkan Komisi Fatwa MUI tersebut. Isinya sudah banyak dirancang, diatur dan diberlakukan ketentuannya oleh banyak pihak dengan banyak kepentingan. Yang diharamkan tidak jauh dari kata kunci hoak dan fitnah.
Pemerintah sendiri sudah membuat Undang-Undang ITE yang dalam versi revisinya lebih banyak menguatkan aspek sebaran informasi dan interaksi antar-pengguna internet.
Produk digital, perusahaan dan komunitas pun sudah banyak membuat aturan main yang menjaga hubungan harmonis antar-pengguna, antar-karyawan dan antar-anggota saat mereka bertemu secara digital. Termasuk Kompasiana yang aturan mainnya tergolong ketat untuk ukuran sebuah platform blog.
Saya tertarik membedah fatwa ini karena pernah membuat pedoman bermedia sosial untuk sebuah perusahaan energi terkemuka di Indonesia. Juga terlibat dalam penyusunan buku bertema sama untuk sebuah kementerian. Dan setelah membaca fatwa MUI, semangatnya sama: menjadikan media sosial tempat yang baik untuk berinteraksi antar-manusia.
Prinsip dasarnya sama: interaksi sosial tatap-muka sama dengan interaksi sosial tatap-layar. Apa yang boleh dilakukan di dunia nyata, boleh dilakukan di dunia maya, begitu pun berlaku sebaliknya.
Antara undang-undang, peraturan perusahaan dan fatwa MUI ini sama-sama berisi aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perbedaan ketiganya terletak pada sanksinya saat salah satu aturannya dilanggar: Kalau undang-undang bisa berujung ke penjara, peraturan perusahaan berdampak pada pemecatan, sedangkan fatwa MUI berbuah dosa.
Fatwa MUI, demikian Din Syamsuddin, merupakan instrumen untuk mengarahkan cara pandang umat Islam terhadap sebuah persoalan. Tapi perlu dicatat, fatwa bukanlah hukum positif layaknya undang-undang.
Namun dalam prakteknya, dapat saya katakan bahwa dampak psikologis sebuah fatwa lebih besar dari produk hukum, apalagi sekedar Surat Edaran Menteri. Fatwa punya kekuatan untuk dipatuhi oleh umat Islam yang menjadi mayoritas penduduk negeri ini.
Bedah Fatwa
Yang menggembirakan dari lahirnya fatwa ini adalah dikumpulkannya semua dalil naqli seputar komunikasi antar-manusia dan penyebaran informasi, baik yang bersumber dari al Quran, al Hadits maupun kesepakatan ulama.
[caption caption="Infografis Fatwa MUI Bermedia sosial (MUI)"]