“Mas Gapey, saya duduk di jendela ya?” Tanya saya sambil menggeser badan ke kursi di dekat jendela.
“Silakan, Mas,” jawab Gapey singkat.
Asiiikk…. Saya langsung membenamkan badan di atas kursi empuk yang ukurannya terasa lebih lebar dari kursi kelas ekonomi pesawat komersil yang pernah saya naiki. Panorama senja membuat saya betah menatap apapun yang ada di luar jendela. Jingga, jingga dan jingga....
Jujur saya katakan, naik pesawat kepresidenan di penghujung tahun 2015 lalu merupakan kenangan paling berkesan yang bisa saya ceritakan di awal tahun ini. Meskipun sudah lebih dari seminggu, aroma wangi kabin pesawat dan indahnya interior masih tertinggal dalam ingatan.
Tidak mudah melupakan keistimewaan yang saya dapatkan bersama Kompasianer Gapey Sandi. Karena bisa dibilang, kita berdua merupakan warga biasa pertama yang terbang satu pesawat bersama presiden, menggunakan pesawat kepresidenan yang belum genap berusia dua tahun.
“Sepertinya begitu ya. Mas Is warga biasa pertama yang naik pesawat presiden,” kata Bey Machmudin, Kepala Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden, saat saya konfirmasi via telepon.
Tidak sembarang orang bisa naik pesawat milik Sekretarit Negara ini. Hanya keluarga presiden, Staf Ahli dan pejabat istana yang berkepentingan, serta menteri yang masuk dalam daftar-pendek yang diperkenankan terbang bersama presiden. Rombongan lain yang ikut serta adalah dari Protokoler Istana, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres) dan wartawan.
Menurut Bey, tidak semua pegawai di istana bisa naik pesawat presiden. Rombongan yang ikut hanya sesuai dengan fungsi dan tugasnya dalam sebuah kunjungan presiden. Seorang pejabat di Kementerian Perdagangan juga mengaku ingin naik pesawat presiden, namun tidak terpikir kapan mimpi itu jadi kenyataan.