Tapi sekali lagi, penafsiran orang terhadap tiga model penulisan di atas boleh jadi berbeda. Bahkan bisa jadi satu orang menganggap ketiga gaya di atas memiliki arti yang sama.
Tidak Ada Orangnya
Kedua, terkait timing atau waktu. Dalam diskusi atau percakapan tulisan, kita tidak bisa memanfaatkan apa yang saya sebut dengan fitur interupsi-langsung atau direct-interruption. Saat seseorang membalas komentar, kita tidak bisa memotong komentarnya dengan penjelasan atau klarifikasi atas apa yang ingin dia komentari—dengan harapan komentarnya tidak berbuah salah paham.
Ingat, semua interaksi atau dialog dalam bentuk tulisan berlangsung dua arah bergantian. Tidak seperti dialog tatap muka yang berlangsung dua arah bersamaan. Kalau sedang bertemu orang atau menelpon, kita bisa bicara secara bersamaan, atau memotong omongan orang atau meminta orang lain untuk menahan diri sambil mendengarkan apa yang ingin kita sampaikan. Tapi dalam dialog tulisan, tidak ada satu pun keistimewaan tadi yang bisa digunakan.
Belum lagi kalau bicara soal kondisi dan posisi saat dialog itu terjadi. Kalau bertatap muka, kita akan melihat bahwa semua orang yang terlibat dalam diskusi hadir di satu tempat pada saat yang sama. Tidak ada yang mengganggu komunikasi antar-mereka. Tapi dalam diskusi tulisan, tidak ada yang bisa menjamin bahwa semua orang yang terlibat dalam diskusi hadir pada saat yang sama.
Ada kalanya si A sedang serius menanggapi komentar si B, sementara si B sedang berada di bis atau mengendarai mobil. Atau bisa jadi si B tidak bisa menanggapi-balik karena sedang ke kamar mandi, atau harus segera pergi, atau sudah waktunya tidur. Masalah koneksi juga menjadi penghambat yang kerap membuat orang terpaksa melanjutkan diskusi di hari esok, atau tidak melanjutkannya sama sekali.
Akhirnya, argumen yang disampaikan tidak dibaca atau disalahartikan. Komentar panjang hanya direspon bagian bawahnya karena tidak ada waktu untuk membaca semuanya. Mood orang pun jadi berubah-ubah. Hari ini ceria, besok sudah bete sehingga berpengaruh pada interaksinya di dunia maya.
Nah, setelah mengetahui semua faktor-faktor di atas, sudah semestinya kita lebih bijak dalam merespon dan menjalankan diskusi tulisan. Sehingga apa yang terjadi di kolom komentar tidak berdampak lebih panas dibandingkan diskusi tatap muka.
Apalagi, kita tidak pernah bisa mengenal dengan baik semua orang yang terlibat dalam diskusi. Apakah dia benar-benar manusia atau bukan. Karena “On the Internet, nobody knows you’re a dog.” Persis seperti yang digambarkan Peter Steiner di The New Yorker, 22 tahun silam.
[caption caption="Karikatur ini dimuat di harian The New Yorker pada tanggal 5 Juli 1993. (The New Yorker)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/07/27/internet-dog-55b5b4eb26b0bd48298336d9.jpg?v=600&t=o?t=o&v=555)