Assalamu'alaikum, Pak.
Arman di sini alhamdulillah baik-baik saja. Semua yang Bapak bilang di email minggu lalu akan Arman ingat terus. Kebetulan Arman pernah sekali main ke rumah Rasyid waktu ada undangan dari Pak Radjasa. Gak kenal betul sih ama dia. Tapi kelihatannya dia anak baik-baik. Mungkin pas malam tahun baru kemarin dia lagi apes jadi terpaksa mengalami hari-hari yang berat selama liburan di tanah air. Gak kebayang gimana rasanya berurusan dengan polisi.
Pak, ngomong-ngomong soal apes, Arman ikut prihatin baca berita tabrakan Pak Menteri Dahlan Iskan. Kok bisa ya menteri nabrak gitu. Maksud Arman, kok di Indonesia kejadian ya, seorang menteri mengendarai mobil sendiri hanya untuk sebuah uji coba yang mustinya dilakukan oleh ahlinya.
Kalau boleh ngomongin soal ini, jujur Arman curious banget ama Pak Dahlan. Kenapa ya dia suka banget bikin pertunjukan di jalan raya gitu. No offence loh, Pak. Cuma gak habis pikir aja, gimana ceritanya seorang menteri bisa jatuh dua kali di lubang yang sama. Pertengahan tahun kemarin kan mobil listrik yang dia kendarai juga sempat mogok karena kehabisan listrik di tengah jalan!
Kalau jadi Bapak, eh maksudnya jadi menteri (amin, tapi pengennya sih jadi direktur aja deh biar gak pusing dikejar-kejar rakyat pembayar pajak), gak akan pernah Arman berani test drive sendiri mobil listrik, sebagus apapun kualitasnya. Arman yakin kok, setiap ada musibah yang kita alami, besar kecilnya, merupakan teguran. Jadi kalau dulu pernah gagal test drive mobil, berarti si menteri lagi ditegur tuh agar tidak ngurusin sesuatu yang bukan bidangnya. Bener kan, Pak? Test drive bukan kerjaan menteri kan Pak?
Pak Habibie aja yang jago bikin pesawat gak pernah tuh menerbangkan sendiri pesawatnya! Tadi siang Arman ngomong gitu ke teman pas makan siang di dekat flat. Dia bilang, ngaco luh, Man. Habibie kan tukang insinyur, bukan tukang pilot! Arman langsung samber aja: Lah, sama juga toh. Dahlan kan menteri, bukan supir! Dia diam, Arman nyengir2 dalam hati. Hehehe....
Arman yakin kok ini bukan soal proyek mobil listriknya. Tapi soal bagaimana pemimpin mengambil porsi yang tidak berlebih dalam setiap tindakan dan kebijakan yang dia pilih. Misalnya dalam memilih untuk mengendarai mobil itu langsung atau mempercayakannya ke pembalap professional yang sudah kerjaannya melakukan test drive.
Kalau proyek mobil listriknya sih keren. Mau dibilang mobil listrik buatan Indonesia paling unggul sedunia pun, semua orang tinggal ngangguk-ngangguk aja kok. Arman yakin mobil ini akan jadi (kalau memang benar-benar bagus loh), dengan atau tanpa keterlibatan orang sekaliber menteri dalam urusan tes-tesan mobil. Apalagi mobil kan buat dipakai semua orang. Gak seperti nasib proyek pesawatnya Pak Habibie yang belum apa-apa udah dipotong di tengah jalan.
Trus Arman juga gak habis pikir ama bosnya Bapak. Buat apa juga dia ikut-ikutan beli mobil sample kayak gitu. Itu kan mobil belum jadi karena belum diproduksi massal. Kalau pengen nunjukin dukungan, yang paling pas dilakukan oleh seorang presiden ya bikin peraturan agar proyek itu berjalan mulus. Gak perlu pakai ikut pesen mobil segala.
Pas tahu presiden memesan mobil yang belum jelas kualitasnya itu, Arman jadi ingat sepak-terjang beliau dalam proyek Blue Energy yang konon dapat mengubah air jadi bahan bakar minyak. Atau proyek bibit padi unggulan Super Toy HL-2 yang boro-boro bisa dipanen tiga kali sekali tanam, tapi hasilnya malah kosong melompong.
Arman jadi geli sekaligus malu setiap kali baca-baca berita seperti itu, Pa. Mereka yang dipercaya menjadi pemimpin itu kok bisa-bisanya menganggap negerinya seperti negeri sihir yang semuanya bisa diwujudkan dengan ayunan tongkat dan mantera ajaib.
Punya proyek sih boleh aja. Tapi apa harus grasak-grusuk gitu padahal proyeknya belum tentu sukses? Dan rakyat gak ada urusan dengan proyek yang gagal. Mereka bayar pajak buat membayari kebutuhan hidup presiden, para menteri, membayari kebutuhan keluarganya, pendidikannya, termasuk membayari biaya Arman belajar di negeri orang kayak gini, bukan buat melihat proyek-proyek gagal. Tapi buat merasakan keberhasilan dan kesuksesan gemilang yang diraih oleh presiden dan bawahan-bawahannya.
Arman berharap Bapak gak pernah masuk berita buat proyek yang gak jelas. Kalau boleh saran nih, Bapak kan sekarang lagi punya proyek juga tuh. Sebaiknya tetap dijalankan tanpa banyak janji dan gelar rencana sukses segala. Mbak Santi staf humas Bapak harus pandai-pandai menjelaskan apa yang sedang Bapak kerjakan. Nanti kalau sudah diuji coba berkali-kali dan selalu sukses, baru diumumkan. Itu pun harus dalam kondisi proyeknya sudah dalam proses produksi massal.
Arman yakin Bapak masih seperti dulu. Gak suka masuk tipi apalagi sambil pakai dasi merah yang dulu itu. Hihihi.. jadi geli ngingetnya. Udah gitu aja dulu ya, Pak. O iya, doain Arman lulus seleksi program pertukaran ke luar Eropa. Arman belum begitu paham detil programnya. Kemarin ada orang yang menghubungi dan suruh Arman siap-siap tes minggu depan.
Salam hangat selalu, Pa. Gara-gara Tucuxi, Arman jadi ngomong ngaco gini dah.
Salam buat Ibu, buat Yasmin, buat Rio dan buat semuanya yang lagi ada di rumah dan baca email ini bareng-bareng di depan komputer.
Senyum dari jau, peluk mesra selalu.
Wassalam
Arman Sudiro
Dari London yang masih dingin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H