Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengapa Berita Titi Lebih Banyak Dibaca Dibandingkan Didi Rul?

6 Oktober 2011   15:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:15 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Update: Tulisan Titi sudah dihapus karena terbukti berisi informasi palsu atau hoax. Silakan baca penjelasannya di sini.

===============================================================

Saat membuka kembali berita yang ditulis Titi soal kematian seorang bayi saat ibunya asyik menggunakan BlackBerry, saya terperangah. Jumlah pembaca di tulisannya bertambah 100 ribu orang dalam kurun waktu lima hari terakhir, atas saat kehebohannya mulai mengendur. Penambahan ini memang tidak lebih tinggi dibandingkan lonjakan pembaca yang terjadi selama dua hari pertama.

Sebagai pemerhati jurnalisme warga, saya kebetulan sempat memperhatikan peningkatan jumlah pembaca Titi dari jam ke jam pada hari pertama berita itu dirilis, Jumat 30 September 2011. Dari 16 ribu orang, meningkat menjadi 40 ribu ke 80 ribu pada malam pertama. Dan di malam kedua, tercatat sudah 220 ribu orang terpikat oleh berita yang peristiwanya dialami sendiri oleh Titi.

Banyaknya jumlah pembaca di satu tulisan menjadi bukti paling akurat atas kehebohan yang berhasil diciptakan oleh sebuah tulisan. Asal tahu saja, Kompasiana menerapkan sistem pencatatan jumlah pembaca yang cukup ketat, menyusul kasus rekayasa jumlah pembaca yang pernah heboh di Kompasiana.

Setelah takjub dengan banyaknya pembaca, saya kemudian teringat kehebohan serupa yang diciptakan oleh Didi Rul melalui laporan pertemuan antara mahasiswa Indonesia di Melbourne dengan anggota DPR Komisi XI yang menghasilkan olok-olokan "komisidelapan@yahoo.com"--merujuk ke alamat email aneh yang disebut-sebut sebagai email resmi anggota Dewan.

Berita yang ditulis oleh Teguh Iskanto dan diedit oleh Didi Rul itu meledak karena semua media mainstream. Televisi berulang kali menayangkan berita ini di banyak program berita yang mereka miliki. Koran Kompas juga mengulasnya di rubrik Politik. Mungkin karena berita politik jauh lebih seksi dibandingkan berita sosial ataupun teknologi.

Ledakan isu yang diciptakan beramai-ramai oleh media mainstream tersebut berdampak pada tulisan Didi yang hingga saat ini telah dibaca oleh lebih dari 140 ribu orang.

Jumlah yang sangat besar, tapi masih kalah jauh dibandingkan jumlah pembaca berita Titi yang mencapai 320 ribu lebih.

Pertanyaannya, mengapa ini bisa terjadi? Padahal hampir semua media mainstream beramai-ramai memberitakannya. Sedangkan berita Titi hanya diberitakan-ulang oleh KOMPAS.com dan TribunNews (setidaknya itu yang saya lihat di hasil pencarian Google).

Besarnya jumlah pembaca Titi menarik untuk diulas sebabnya. Selain itu, perbedaan pada jumlah komentar, jumlah peringkat dan jumlah orang yang membagikannya lewat Facebook maupun Twitter juga menarik dicermati.

Berikut perbandingan lengkapnya:


  • Berita Kunjungan Komisi 8: 144 ribu pembaca, 280 komentar, 30 bintang, 3500 penyebar Twitter dan 21 ribu penyebar Facebook.
  • Berita Bayi BlackBerry: 325 ribu pembaca, 196 komentar, 10 bintang, 188 penyebar Twitter dan 6900 penyebar Facebook.


Jawaban dari pertanyaan di atas sebenarnya ada pada perangkat canggih warna hitam (yang belakangan ikut latah mengeluarkan versi warna putih) bernama BlackBerry. Berita Didi Rul memang lebih seksi dan diminati tipi, tapi tidak mengandung BlackBerry. Sedangkan berita Titi tidak berkembang liar di koran atau tipi, tapi menyentuh rasa kemanusiaan dan berhubungan erat dengan BlackBerry (dan penggunanya).

Cerita Titi secara kasat mata melibatkan para pengguna BlackBerry. Bahkan ia tak segan-segan mendedikasikan tulisannya untuk para pengguna BlackBerry, agar mereka tidak terbuai dengan kotak ajaib itu dan mengabaikan lingkungan di sekitarnya. Itulah yang menyebabkannya menyebar dengan sangat cepat dari satu perangkat ke perangkat berikut. Dari satu kelompok BBM ke jejaring BBM lainnya. Begitu mendapatkan berita dan tautannya, pengguna BlackBerry segera membukanya, membacanya, geleng-geleng kepala, lalu kembali ke aplikasi BBM untuk menyebarkannya ke pengguna BlackBerry lain.

Begitu seterusnya.

Dengan adanya penyebaran secara mobile seperti ini, perbandingan angka-angka yang saya sajikan tadi akan lebih mudah untuk dipahami.

Karena berita itu diterima dan disebarkan lewat telepon genggam, para pembaca tulisan Titi hanya sempat membaca. Mereka tidak sempat (atau tidak bisa memberi komentar). Apalagi memberi bintang ataupun menggunakan fitur berbagi konten yang disediakan Facebook dan Twitter.

Di luar angka pembaca, angka-angka yang dihasilkan di atribut tulisan lainnya dapat dipastikan hanya berasal dari pembaca desktop yang menikmati tulisan tersebut lewat komputer. Hal ini berbeda dengan pola yang terjadi di tulisan Didi, di mana mayoritas pembacanya adalah warga Internet yang berselancar lewat komputer pribadi.

Jadi kesimpulannya, untuk konteks pengguna Internet dan penikmat media sosial di Indonesia, penyebaran konten lewat BlackBerry dapat berlangsung lebih cepat dan berdampak lebih hebat dibandingkan penyebaran lewat perangkat dan media sosial lain. Bahkan gabungan sekian banyak media mainstream pun tak mampu mengalahkan kekuatan komunitas yang ada di BlackBerry.

Atau kurang lebih seperti itulah faktanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun