Update: Tulisan Titi sudah dihapus karena terbukti berisi informasi palsu atau hoax. Silakan baca penjelasannya di sini.
===============================================================
Saat membuka kembali berita yang ditulis Titi soal kematian seorang bayi saat ibunya asyik menggunakan BlackBerry, saya terperangah. Jumlah pembaca di tulisannya bertambah 100 ribu orang dalam kurun waktu lima hari terakhir, atas saat kehebohannya mulai mengendur. Penambahan ini memang tidak lebih tinggi dibandingkan lonjakan pembaca yang terjadi selama dua hari pertama.
Sebagai pemerhati jurnalisme warga, saya kebetulan sempat memperhatikan peningkatan jumlah pembaca Titi dari jam ke jam pada hari pertama berita itu dirilis, Jumat 30 September 2011. Dari 16 ribu orang, meningkat menjadi 40 ribu ke 80 ribu pada malam pertama. Dan di malam kedua, tercatat sudah 220 ribu orang terpikat oleh berita yang peristiwanya dialami sendiri oleh Titi.
Banyaknya jumlah pembaca di satu tulisan menjadi bukti paling akurat atas kehebohan yang berhasil diciptakan oleh sebuah tulisan. Asal tahu saja, Kompasiana menerapkan sistem pencatatan jumlah pembaca yang cukup ketat, menyusul kasus rekayasa jumlah pembaca yang pernah heboh di Kompasiana.
Setelah takjub dengan banyaknya pembaca, saya kemudian teringat kehebohan serupa yang diciptakan oleh Didi Rul melalui laporan pertemuan antara mahasiswa Indonesia di Melbourne dengan anggota DPR Komisi XI yang menghasilkan olok-olokan "komisidelapan@yahoo.com"--merujuk ke alamat email aneh yang disebut-sebut sebagai email resmi anggota Dewan.
Berita yang ditulis oleh Teguh Iskanto dan diedit oleh Didi Rul itu meledak karena semua media mainstream. Televisi berulang kali menayangkan berita ini di banyak program berita yang mereka miliki. Koran Kompas juga mengulasnya di rubrik Politik. Mungkin karena berita politik jauh lebih seksi dibandingkan berita sosial ataupun teknologi.
Ledakan isu yang diciptakan beramai-ramai oleh media mainstream tersebut berdampak pada tulisan Didi yang hingga saat ini telah dibaca oleh lebih dari 140 ribu orang.
Jumlah yang sangat besar, tapi masih kalah jauh dibandingkan jumlah pembaca berita Titi yang mencapai 320 ribu lebih.
Pertanyaannya, mengapa ini bisa terjadi? Padahal hampir semua media mainstream beramai-ramai memberitakannya. Sedangkan berita Titi hanya diberitakan-ulang oleh KOMPAS.com dan TribunNews (setidaknya itu yang saya lihat di hasil pencarian Google).
Besarnya jumlah pembaca Titi menarik untuk diulas sebabnya. Selain itu, perbedaan pada jumlah komentar, jumlah peringkat dan jumlah orang yang membagikannya lewat Facebook maupun Twitter juga menarik dicermati.