Mohon tunggu...
Zulkarnain El Madury
Zulkarnain El Madury Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Madura pada tahun 1963,
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang pemburu kebenaran yang tak pernah puas hanya dengan " katanya". Adalah Da'i Pimpinan Pusat Muhammadiyah peeriode 1990 sd 2007, selanjutnya sebagai sekjen koepas (Komite pembela ahlul bait dan sahabat) hingga 2018, sebagai Majelis Tabligh/Tarjih PC. Muhammadiyah Pondok Gede, Sebagai Bidang Dakwah KNAP 2016 -219 . Da'i Muhammadiyah di Seluruh Tanah air dan negeri Jiran ..pernah aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), Tinggal dijakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Benarkah Ayah Ibu Nabi Di Neraka ? Menjawab Subhat Aswaja Indo Dan Syiah

1 Februari 2016   16:28 Diperbarui: 9 Juli 2017   19:46 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="Ayahku dan Ayahmy di Neraka"]
[/caption]

Banyak orang Islam tidak bisa menerima hadits Imam Muslim yang mewartakan keberadaan Bapak Ibu Nabi di Neraka, mereka sulit menerima berita hadits dengan sekedar pertanyaan dan analisis miring, seolah telah terjadi kesalahan redaksi hadits, atau juga mungkin bagi mereka redaksi rawi, disamping tuduhan pada sahabat yang meriwayatkan ucapan Rasulullah itu. Untuk menyimak benarkah dan shahikah hadits nabi yang mewartakan nasib Ayah dan Ibu Nabi yang masuk neraka ?

Pertama adalah akal : sudah pasti akal seorang muslim tidak rela dan tidak bisa menerima berita yang menyudutkan orang yang melahirkan seorang Nabi, pemimpin umat Islam dan seorang yang menjadi sandaran ilmu agama dalam Islam, sandaran turunnya wahyu dan haditsnya, tidaklah mungkin kemudian akal bisa menerima nasib orang tua yang menyebabkan lahirnya bernasib sial di Akhirat.

Kedua : Berbagai cara digunakan untuk membela kedudukan orangtua Nabi, agar supaya tidak termasuk orangtua yang malang nasibnya di Neraka. Berbagai hadits dan ayat dikutip untuk menyalahkan berita hadits tersebut.

Ketiga : Ada usaha melemahkan derajat haditsnya, sebagai bagian dari usaha melemahkan argumen, disamping memberikan komparasi hadits, untuk menolak hadits Nabi yang mewartakan kecelakan orangtua Nabi tersebut.

Selain itu dari ada syiah yang juga bersikeras menolak hadits tersebut yang disebutnya sebagai kejahatan sahabat Nabi yang sengaja bertujuan merendahkan Nabi. Bahkan akhirnya memaki maki Abu Hurairoh sebagai sahabat Nabi yang direndahkan dengan berbagai tuduhan palsu, selain berusaha menghilangkan peran Abu Hurairo dalam Islam. [sebagaimana sabda sabda para mullah yang tega menempatkan sahabat nabi sebagai hamba hamba Allah yang murtad]

Dalil yang anti Bapak Ibu Nabi Masuk Neraka, juga berangkat dari sekedar dugaan dan takwil mereka terhadap ayat ayat Allah dengan beranggapan orang yang menyatakan Bapak dan Ibu Nabi masuk neraka, Rupanya lupa dengan Azar bapak Ibrohim yang masuk neraka, itupun dengan bantahan serupa berusaha memalingkan Quran dengan menyebut azar sebagai bapak angkat nabi Ibrohim, lucunya disini.

Termasuk sang Prof Dr Syaikh Ali Goma [ Syaikh Ali Jum’ah] memembela dengan berbagai cara guna melyakkan keluarga Nabi adalah orang orang surga. Dengan berbagai interpretasi dan argumentasi yang dicari cari oleh Pak Profesor ini, tujuannya hanya satu “Keluarga Besar Nabi semuanya di Surga” , via menampilkan ayat ayat dan hadits hadits nabi yang menyimpulkan keluarga besar Nabi bukan Musyrikin, terutama Ibunya.

Demi membela Ayah bunda Nabipun mereka termasuk mengais hadits hadits Palsu, bahwa bapak Ibu Nabi di hidupkan kembali, lalu disyahadatkan oleh Nabi, merupakan sebuah berita palsu yang beredar di bukum buku Maulid Nabi yang diyakini oleh sebagian Umat Islam. Mengherankan memang, rasa ketidakpercayaan ayah Ibu Nabi sebagai penghuni neraka, karena dua orangtua tercinta yang menjadi cikal bakal lahirnya Rasul yang umatnya lebih satu Milyar manusia.

Tetapi perlu kita kemukan dalil dalil Syar’i , argumen kuat sebagai dalil syar’i, dalil yang tidak bisa dibantah oleh siapapun kecuali mereka yang tidak menyukai kebenaran ini menyebar ditengah umat. Imam Nawawi dalam Syarah Imam Maslim ketika akan mengomentari hadits Muslim yang meriwayatkan Ayah dan Ibu Nabi di Neraka meletakkan judul :

فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار ولا تنفعه قرابة المقربين. وفيه أن من مات في الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذه قبل بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء –صلوات الله تعالى وسلامه عليهم–».

 [Bab: Keterangan bahwasanya barangsiapa yang mati di atas kekufuran maka dia akan masuk neraka. Dia tidak akan mendapatkan syafaat dan hubungan kekeluargaan tidak memberikan manfaat baginya.Juga orang yang mati dalam pada zaman Fatrah sebagaimana yang terjadi pada Bangsa arab yang menyembah berhala, mereka adalah ahlunnar, dan hal itu termasuk pada wilayah sebelum munculnya dakwah, karena sebelumnya telah sampai kepada mereka dakwahnya Nabi Ibrohim dan lainnya dari para Nabi, semoga sholawat dan salam kepada mereka semua [Syarah Shahi Muslim 3 / 79]

أن أبي وأباك في النار هو من حسن العشرة للتسلية بالاشتراك في المصيبة

Adapun perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di dalam neraka.” Ini merupakan suatu budi pekerti yang baik, yaitu menghibur seseorang dengan mengatakan bahwa mereka sama-sama mendapatkan musibah yang sama.” [Imam Nawawi]

Gambaran tersebut menyebutkan tidak manfaatnya hubungan keluarga dekat yang terpaut dengan kekafiran, melihat nada bahasa Imam nawawi, beliau mengisyaratkan dengan bahasa umum yang tidak sekedar menyentuh keluarga Nabi, tetapi semua keluarga Muslim yang berada dilingkungan kafir, tetapi karena judul syarah hadits tersebut dikaitkan dengan hadits Nabi, nyatalah bahwa yang dimaksud adalah ayah dan Ibu Nabi.

Inilah Hadits Hadist yang dikomentari Imam Nawawi :

أَنّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النّارِ. فَلَمّا قَفّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النّارِ

“Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, di manakah ayahku berada?” Nabi menjawab: “Di dalam neraka.” Ketika orang itu berpaling untuk pergi, Nabi memanggilnya. Lalu Nabi berkata: “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka.” [HR Muslim (203)]

Dalam Hal ini Ibnu Katsir menegaskan dengan menyebutkan ayat :

لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

 Kerabat karibmu dan anak-anakmu sekali-sekali tiada bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. [Al Mumtahanah  ayat 3]

Kata Ibnu Katsir :

قراباتكم لا تنفعكم عند الله إذا أراد الله بكم سوءًا، ونفعهم لا يصل إليكم إذا أرضيتموهم بما يسخط الله، ومن وافق أهله على الكفر ليرضيهم فقد خاب وخَسِر وضَلّ عمله، ولا ينفعه عند الله قرابته من أحد، ولو كان قريبًا إلى نبي من الأنبياء. قال الإمام أحمد:

حدثنا عفان، حدثنا حماد، عن ثابت، عن أنس، أن رجلا قال: يا رسول الله: أين أبي؟ قال: "في النار" فلما (1) قَفَّى دعاه فقال: "إن أبي وأباك في النار". ورواه مسلم وأبو داود، من حديث حماد بن سلمة، به

“Keluarga dekatmu, tidak akan bermanfaat di sisi Allah sedikitpun, kalau Allah menghendaki derita bagimu [Muhammad], tidak ada perbuatan manfaat mereka yang bisa sampai kepadamu, bila engkau menyukai mereka dengan yang tidak disukai Allah. Maka siapa saja keluarganya yang sepakat dengan kekafiran yang mereka inginkan, sungguh perbuatan mereka dalam kerugian dan kesesatan. Dari Affan, dari Humad, dari Tsabit, dari Anas bin Malik , bahwa seseorang bertanya pada Nabi : Ya Rasulullah, dimana ayahku ?  Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Dineraka, maka ketika akan berpaling, Nabi memanggilnya kembali dan bersabda : Sesungguhnya  Ayahku dan ayahmu di Neraka” ...[Muslim, Abu Daud]

Berkaitan dengan Nasib Ibu Nabi Muhammad shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana ditegaskan dalam hadits Ibu Hurairah, sahabat Nabi Muhammad yang paling dibenci kaum Syiah , Abu Hurairoh meriwayatkan sebagai berikut :

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

زَارَ النّبِيّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمّهِ. فَبَكَىَ وَأَبْكَىَ مَنْ حَوْلَهُ. فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأذِنَ لِي

“Nabi صلى الله عليه وسلم pergi berziarah ke kubur ibundanya. Lalu beliau menangis sehingga membuat orang-orang yang disekitarnya ikut menangis pula. Beliau berkata: “Saya telah meminta kepada Rabbku agar saya diizinkan untuk memohon ampun baginya, namun Allah tidak mengizinkanku. Saya meminta kepada-Nya agar saya diizinkan untuk menziarahi kuburnya, dan Allah mengizinkanku.” [HR Muslim (976)].

Demikian juga Al-Quran yang dilatari oleh sebab ziaroh Nabi ke kubur Ibunya, telah di legalkan oleh Quran dengan bahwa keberadaan orang musyrik tak bisa dimintapan ampun oleh siapapun sekalipun putranya sendiri :

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

“Tidaklah boleh bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.” [QS At Taubah: 113]

Memintakan ampun keluarga dekat yang berseberangan keyakinan dengan Islam, tidaklah dibenarkan oleh ketentuan Syariat itu sendiri. Islam membebaskan diri dari adat adat Jahiliyah, kemusyrikan dan kedurhakaan lainnya yang melenyapkan makna tauhid , menyucikan Allah semata dalam semua hal .

Selain itu juga Nabi Muhammad mewartakan kepada umat Islam lewat haditsnya yang mengisahkan kemusyrikannya Pamannya dan kakeknya , merupakan Bukti yang menunjukkan bahwa Abdul Muththalib dan Abu Thalib mati dalam kemusyrikan adalah sebuah hadits dari Al Musayyab bin Hazn radhiallahu, dia berkata:

أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ يَا عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ

“Ketika Abu Thalib hampir meninggal, datanglah Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjenguknya. Beliau mendapati di sana telah hadir Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah ibnul Mughirah. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepada Abu Thalib: “Wahai pamanku, ucapkanlah “Laa ilaaha illallah” agar aku dapat bersaksi dengan kalimat tersebut di hadapan Allah atas (keimanan) dirimu.” Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata: “Wahai Abu Thalib, apakah engkau memusuhi agamanya Abdul Muththalib?” Rasulullah صلى الله عليه وسلم berulangkali mengulangi perkataan beliau, dan begitu pula mereka berdua terus mengulangi perkataan mereka. Akhirnya perkataan terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah dia tetap mengikuti agamanya Abdul Muththalib dan enggan untuk mengucapkan “Laa ilaaha illallah”. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata: “Demi Allah, aku benar-benar akan memintakan ampun (kepada Allah) untukmu sebelum aku dilarang untuk melakukannya.” [ Hadits Shohi Imam Bukhari 1360]

Setelah itu, turunlah ayat yang melarang beliau untuk memintakan ampun bagi pamannya. Ayat tersebut adalah:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

“Tidaklah boleh bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.” [QS At Taubah: 113].

Sbagai pelengkap dan pendukung, memang benar benar logik sekali kalau masuknya ayah dan ibu Nabi kenaraka adalah beberapa fakta berikut ini .

Istri Nabi Nuh Dan Luth menurut Al-Quran adalah ahlunnar atau ahli Neraka, apakah pengertian makhluq pilihan bagi seorang Nabi, tidak membatalkan ayat Allah untuk menghukum penyebab terpilihanya hambanya jadi Nabi untuk masuk neraka. Bagamaina mungkin sehebat Nabi Nuh dan Luth harus menerima janji Allah, istri keduanya harus masuk neraka, karena sebab kedurhakaan pada suaminya, sebab tauhid dan keingkaran lainnya yang menjadi alasan Allah menghukum keduanya, bukankah tidak mungkin seorang Nabi Istrinya masuk neraka, kecuali berdasarkan Nash syar’i.

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ 

Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)".[at-Tahrim 10]

Demikian juga Nabi Ibrohim menyebutkan bapaknya adalah orang sesat sebagaimana firmannya, mungkin logika bisa mengingkari, bagaimana mungkin orang sesat bisa melahirkan putra yang berpredikat Rasulullah, bukankah seharusnya adalah orang orang pilihan. Disinilah akal tidak akan pernah menjangkau kehendak Allah, maka orang pilihan harus lahir dari seorang musyrikin ;

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آَزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آَلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

 Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar ["Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."[Al An’am 74]

 [Meskipun beda penafsiran ada yang mengatakan Bapaknya atau Pamannya, tetap saja, tidak dimungkinkan menurut akal keluarga besar Nabi sesat, ini menunjukkan tidak ada jaminan keluarga Nabi selama tidak ada dalil Quran atau sunah yang menjaminnya, bahwa keluarga mereka adalah ahlu surga

Demikian juga anak nabi nuh , Kan’an, menjadi anak yang durhaka, penantang, bukankah hubungan darahnya jelas, keluarga Nabi, sekalipun akal sulit menerima kenyataan, kalau kelak anaknya akan durhaka, tetapi yang terjadi adalah faktual dan diakui oleh semua kitab, baik Muslim atau Kristen.

Firman Allah :

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ قَالَ سَآَوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya,[719] sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir."

Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu Termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. [Hud 42-43]

Maha Suci Allah, bahwa Islam tidak menempatkan keluarga dekat dari seorang Nabi dan seorang sholeh adalah keluarga, selama mereka menentang perintah Firmannya, tidaklah berguna pembelaan seorang Nabi dan Orang Shaleh di hadapan Allah, selama menginkari perintah Tauhid. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun