SEJAK pagi Kak Ibnu bermalas-malasan di kamar eyang putri. Kebetulan eyang tengah pulang kampung. Menengok rumah yang telah lima tahun ditinggalkan kosong. Kabarnya rumah tersebut hampir roboh.
Jam telah menunjukan pukul 07.15 WIB. Bocah berusia enam tahun itu masih belum beranjak dari kasur. Walaupun bunda telah berulang kali teriak meminta kakak untuk mandi dan sarapan.
Tangan kecil Ibnu memainkan mobil balap kecil warna hijau yang dibeli eyang  beberapa waktu lalu. Memaju mundurkan mobil itu di atas bantal guling. Â
Bunda menghampiri Ibnu dengan wajah penuh amarah. Seperti ingin melontarkan makian ataupun cubitan ke paha Ibnu karena tidak mendengarkan panggilannya. Â Namun semua diurungkan setelah melihat wajah Ibnu yang penuh beban.Â
"Kakak Ibnu kenapa. Kangen eyang ya, " tanyanya.Â
Ibnu menggelengkan kepala. Â Ia juga tidak menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya.Â
Dia hanya berkata, Â "Boleh Ibnu mandi sendiri bunda."
Bunda mengangguk. "Tentu saja boleh. Kakak boleh mandi sendiri, " tuturnya.Â
Fadilah yang sejak tadi bermain dengan ayah ikut berteriak kegirangan. Â "Hore adik juga mandi bareng kakak, " teriaknya.Â
Ayah tertawa melihat adik melonjak-lonjak kegirangan. Berlari-lari kecil menuju kamar eyang. Â
"Bunda, adik mandi bareng kakak ya, " katanya.
Bunda memeluk adik seraya berkata, "Fadilah kan sudah mandi tadi. Sekarang yang mandi kakak."
Fadilah tetap ngotot ingin mandi bareng kakak. Dia tidak terima dilarang mandi lagi. Â
"Tadi kan mandinya sama bunda, sekarang sama kakak," katanya merajuk.Â
Ayah yang berada di depan pintu kamar eyang kembali tertawa melihat tingkah lucu Fadilah. Â "Ya sudah, Â adik boleh mandi bareng kakak, Â tapi hanya sebentar, " katanya.Â
Mendapat izin dari ayah membuat Fadilah girang. Ia mengajak Ibnu untuk menuju kamar mandi yang terletak di bagian samping rumah mereka. Â
"Ayo kakak. Bawa mainan ya, " katanya.Â
Ibnu mengikuti dari belakang. Dia enggan membawa mainan seperti yang diinginkan adik. Â
"Mandi saja, Â kita main air di kamar mandi, " tuturnya.Â
Selesai mandi keduanya disuapi bubur oleh ayah. Bermain sebentar di taman bagian belakang rumah. Kemudian kembali ke kamar dan tidur. Â
Sudah dua hari Ibnu dan Fadilah tidak mengikuti kegiatan belajar di Bimba (Bimbingan Belajar) Â Sinergi. Â Bukan karena keduanya malas, Â melainkan libur. Â
Di ruang tengah bunda dan ayah berdiskusi panjang terkait apa yang membebani pikiran Ibnu. Â Bunda menduga kepulangan eyang ke kampung menjadi faktor utama perubahan perangai IbnuÂ
"Ibnu dekat sekali dengan eyang. Jadi dia merasa kehilangan. Apalagi eyang selalu melindungi Ibnu dari semua hukuman yang akan aku berikan, " kata bunda penuh keyakinan.Â
Ayah memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, Â Ibnu memiliki tekanan belajar atau punya persoalan dengan teman-teman mainnya di sekolah atau di rumah. Â
"Bunda harus bertanya kepada guru bimbanya terkait perubahan prilaku Ibnu hari ini, " kata ayah.Â
tidak ingin melihat Ibnu seperti itu. Tidak ingin melihat putranya sakit. Â
Pukul 14.30 WIB Ibnu terbangun. Diam sejenak di kasur, melihat sekeliling kamarnya dan turun.Â
Ibnu menghampiri ayah yang tengah membaca buku di ruang tengah. "Ayah, " katanya memegang kaki ayahnya.Â
Sang ayah mengangkat Ibnu dan memangkunya. "Kenapa sayang, " tanyanya.Â
Ibnu langsung melontarkan pernyataan yang membuat ayah kaget. Â
"Ternyata berat menjadi seorang kakak, " katanya.Â
Ayah diam sejenak, Â memilih kata yang mudah dipahami Ibnu.Â
"Memang apa tugas seorang kakak, " tutur dia.Â
Ibnu dengan sigap menjawab pertanyaan ayah. Pertama, menjaga adik. Kedua, Â mencontohkan yang baik. Ketiga, Â harus makan banyak. Keempat, tidak boleh meninggalkan adik
"Berat ya Yah, " katanya minta pembenaran.Â
Ayah kembali mengajukan pertanyaan. Â "Kak Ibnu tahu dari mana?, " katanya.Â
"Dari Awan yang ngasih tau Ibnu, " jawab Ibnu.Â
Ayah menarik napas dalam-dalam kemudian berkata, Â "Tugas utama Kak Ibnu tidak berat, Â hanya belajar dan sekolah yang baik. Ya, Â ditambah jagain adik kalau digalakin anak-anak lain. Â Cuma itu, " katanya.Â
"Cuma itu ayah," tanyanya.Â
"Iya, Â cuma itu. Yang lain serahkan kepada ayah dan bunda, " tuturnya.
Ibnu tersenyum senang mendengar jawaban ayah. Â Dalam hati berkata, Â ternyata tugas seorang kakak hanya belajar dan melindungi adik.Â
Bunda dan Fadilah yang sejak tadi mendengarkan diskusi kakak dan ayah tersenyum.Â
Tiba-tiba Fadilah mengajukan pertanyaan ke bunda. "Apa tugas seorang adik bunda, " tanyanya.Â
Bunda tertawa. "Loh, adik tanya apa?, " tutur bunda sambil mencium pipi adik.Â
"Ngangkat galon dan cuci piring, " katanya.Â
Mendengar jawaban adik bunda, Â ayah dan kakak tertawa. Â
"Tugas seorang adik hanya belajar, Â jadi anak pinter biar bisa jadi dokter. Eyang ingin adik jadi dokter, " kata bunda sambil menggelitik badan adik. Â Tabik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H