Revolusi melalui konsep Khilafah yang dimaksud adalah revolusi nilai-nilai rohani, mengingat revolusi yang bersifat jasmani dalam beberapa kasus justru telah gagal menghadirkan cinta dan kasih sayang malah menghadirkan rasa was-was, khawatir dan rasa takut dalam menyongsong masa depan.Â
Gerakan revolusi rohani ini diawali dengan pembaruan nilai-nilai Tauhid yang menuntut maut dan taubat. Maut yang dimaksud adalah kematian terhadap nafsu dan cinta dunia, karena faktanya memperturutkan hawa nafsu dan cinta dunia membawa manusia pada permusuhan dan peperangan.
Revolusi rohani melalui konsep Khilafah ini pun menuntut taubat, dalam artian bahwa manusia harus berkomitmen secara sungguh-sungguh untuk kembali kepada perintah Allah Swt, bersatu padu dengan kehendak-Nya, manunggal dalam kemuliaan-Nya lalu menyatakan janji setia di hadapan-Nya. Melalui tahapan ini manusia bak terlahir kembali, menjadi pribadi yang penuh dengan kelembutan hati, belas kasih, sabar, pemaaf dan memiliki pancaran kasih sayang Allah Swt.
Tahapan selanjutnya dalam revolusi ini terkait dengan hubungan antar sesama manusia. Dalam tahapan ini, Khilafah Ahmadiyah berpandangan bahwa manusia mustahil memperoleh kwalitas revolusi rohani jika tidak mengikuti dan berpegang teguh kepada ajaran Yang Mulia Rasulullah saw. karena beliau adalah contoh paripurna dalam memperlakukan sesama manusia, beliau mengamalkan kasih sayangnya melalui pengkhidmatan sejati dengan dasar pengakuan persamaan nilai, menegakkan keadilan dan memberikan ihsan. Â
Rasulullah saw. tidak pernah membeda-bedakan satu manusia dengan yang lainnya, apapun warna kulitnya, bangsanya, bahasanya dan agamanya. Sikap ini melenyapkan kecenderungan sikap monopoli kemuliaan, kebenaran dan keselamatan. Yang tercipta justru semangat menyayangi orang lain, sikap toleransi, tidak membenci siapapun dan inilah ruh dari perdamaian sejati yang disebarkan Khilafah Ahmadiyah, yakni 'Kasih sayang untuk semuanya, Tiada kebencian bagi siapapun.'
Khilafah dan Kasih Sayang
Konsep Islam dalam kategori cinta dan kasih sayang inilah yang dikembangkan oleh Khilafah Ahmadiyah di seluruh dunia melalui satu komando Khalifah Ahmadiyah saat ini, yakni Hz. Mirza Masroor Ahmad (aba).Â
Dengan motto "Love for all hatred for none" (Kasih sayang untuk semuanya, Kebencian tidak bagi siapapun), Khilafah Ahmadiyah membangun kasih sayang sebagai gambaran kecintaan universal ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, yang mengajarkan kita untuk selalu hidup dengan cinta kasih, harmoni dan rendah-hati.Â
Dan dengan karunia Allah Swt. saat ini Ahmadiyah telah hadir di lebih 200 negara dunia. Hidup dengan damai dan terus berkontribusi membangun negara dimana pun berada. Hal ini terjadi karena Khilafah Ahmadiyah berakidah bahwa cinta terhadap negara adalah bagian dari keimanan.
Khilafah Ahmadiyah semenjak awal berdirinya telah meninggalkan secara total konsep penyatuan antara agama dan negara, sehingga sampai kapan pun tidak akan pernah memiliki cita-cita dan upaya untuk mengganti ideologi negara manapun atau mendirikan suatu Negara dan pemerintahan. Di mana pun orang Ahmadiyah berada, dia akan taat pada hukum nasional negara tersebut bahkan dengan penuh tanggung-jawab akan selalu ikut berjuang membangunnya.
Melalui pemahaman atas konsep Khilafah yang benar, para Ahmadi di berbagai tempat telah menunjukan bukti loyalitas terhadap negaranya masing-masing. Sebagai contoh di Pakistan, Sir Muhammad Zafrullah Khan seorang Ahmadi yang berkhidmat sebagai Menteri Luar Negeri pertama Pakistan dan Professor Abdus-Salam sebagai Ilmuwan muslim pertama peraih Nobel di bidang Fisika. Demikian pula di Indonesia, Tuan Sayyid Sah Muhammad yang menjadi salah satu pahlawan kemerdekaan, Arif Rahman Hakim yang dikenal sebagai Pahlawan Ampera dan beberapa Ahmadi lainnya yang berdedikasi terhadap NKRI.
Khilafah dan NKRI
Selain itu Khilafah Ahmadiyah pun sangat kental menyertai perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Melalui seruan Khalifah Ahmadiyah yang ke-2, Hz. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (ra). para Ahmadi di seluruh dunia dihimbau untuk menjalankan program rohani, yakni berdoa secara khusyu selama dua bulan yang disertai puasa Sunnah senin-kamis untuk mendukung Indonesia meraih kemerdekaannya, hal ini benar-benar menjadi kekuatan bagi kemerdekaan Indonesia saat itu.