Silaturahmi DK Provinsi
Sepakat Lahirnya DK Indonesia
Para pengurus Dewan Kesenian Provinsi se Indonesia sepakat terbentuknya Dewan Kesenian Indonesia. Mereka juga sepakat perlunya undang-undang keberadaan lembaga yang dipayungi pemerintah ini.
Hal itu mengemuka pada Silaturahmi Dewan Kesenian (DK) Provinsi se Indonesia yang digagas DKL sekalitan Lampung Arts Festival (LAF), yang berlangsung di Hotel Arinas, kemarin (25/11).
Kedua pembicara, Ketua DK Kepulauan Riau Husnizar Hood dan Ketua Umum Listibya Bali I Gusti Putu Rai Andayana, sepakat silaturahmi ini melahirkan kelompok kerja untuk menggagas pertemuan lebih besar lagi di Provinsi Kepri. Pokja juga bertugas menyusun teknis tugas-tugas dan fungsi DK Indonesia, termasuk payung hukumnya.
“Diharapkan pertemuan di Kepri, rumahnya sudah terbentuk. Sehingga langkah berikutnya adalah mencari orang-orang yang akan mengisi DK Indonesia tersebut,” kata Husnizar Hood.
Hal itu itu juga disepakati I Gusti Putu Rai Andayana. Dia menganggap bahwa DK Indonesia sangat penting, untuk mengkoordinasi antar-DK se Indonesia. “Kalau selama ini DK di provinsi seakan berinduk kepada DKJ, sementara tugas DKJ hanya lingkup Provinsi Jakarta sehingga menjadi beban,” ujar dia.
Namun, gagasan Pokja itu dipertanyakan Muhaimin dari DK Sumsel. Alasannya, pokja atau tim formatur yang ada untuk melahirkan DK Indonesia tidak berjalan. Jadi, kalau hanya melahirkan pokja lagi berarti hanya jalan di tempat. “Karena itu, usul saya di sini kita bentuk pokja untuk merancang apa dan bagaimana tugas dan fungsi DK Indonesia. Selain itu, merumuskan hukum bagi keberadaan DK Indonesia,” ujar dia.
Dengan adanya rumusan fungsi dan tanggung jawab DK Indonesia, diharapkan kita tidak sedang mencetak birokrat-birokrat kesenian. “Artinya, kita harus punya prinsif. Sehingga kalau pun ada kekuatan politik yang hendak memanfaatkan keberadan DK Indonesia, kita punya sikap untuk menolaknya.”
Panji Utama dari DK Bandar Lampung yang juga sepakat tebentuknya DK Indonesia. Namun, ia tetap meminta pengurus DK jangan sampai meminta atau merengek-rengek soal kucuran anggaran kepada pemerintah. “Tanpa anggaran pun, seharusnya seniman bisa hidup dan berdaya,” tandasnya.
Namun, Husnizar Hood membantah istilah merengek-rengek itu. “Itu hanya gaya masing-masing seniman, tapi pemerintah menganggarkan bagi kesenian adalah hak seniman,” katanya. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H