Mohon tunggu...
Isar Dasuki Tasim
Isar Dasuki Tasim Mohon Tunggu... Administrasi - Profil sudah sesuai dengan data.

Sebagai Guru SMA yang bertugas sejak tahun 1989 di Teluknaga Tangerang. "berbagi semoga bermanfaat"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Nenekku Meninggal

21 Juni 2020   12:51 Diperbarui: 21 Juni 2020   12:58 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang perjalanan dari jembatan Kedurang (dahulu belum ada), memandang kekiri dan kekanan sangat indah sungai besar masih mengalir dan jernih, beberapa kampung terlewati dan sampailah di Desa Tanjung Alam tempat Kampung halaman Bapakku, dari kejauhan sudah di teriaki oleh adik kandungnya sambil menangis menjerit-jerit, sementara aku yang di belakang lansung di gendong dan di ciuminya. Masih tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. 

Bapakku langsung naik ke atas rumah, karena masih rumah panggung. Cerita-cerita dan aku sudah bermain dengan saudara sebaya. Bapak ku tidak bisa menutupi kesedihannya, perjalanan yang Panjang untuk sampai ke kampung halamaman di dapati orang tua beliau sudah disemayamkan di pekuburan belakang, seberang sungai kecil. 

Ingin rasanya menggali kembali kurburan itu dan melihat jasadnya, namun saudara yang lain melarang dan mengiklaskan Ibunda tercintanya. Beberapa hari di kampung halaman tidak banyak yang dilakukan, hanya melihat sawah, berjalan ke kebun cenkeh, saat itu cengkeh menjadi andalan orang kampung selain kopi.

Karena seorang prajurit dan terikat dengan surat cuti maka perjalanan sesuai dengan waktu yang telah di rencanakan. Namun selama di dusun ada cerita yang sangat mengerikan bagi diriku.aku Bersama saudara sepupuku sebut saja Riskantoso usianya tidak begitu jauh mungkin lebih tua dirinya di bandingkan dengan ku. Riskantoso sudah berpengalaman hidup di kampung sementara aku masih senang-senangnya bermain tidak tahu bahaya.

Rombongan orang tua ku mengajak untuk menjala ikan di sungai, berangkatlah beberapa orang untuk menjala ikan termasuk Aku dan Riskantoso ikut dari belakang dengan beberapa anak yang sebaya. Menjala ikan di kampung ternyata harus kompak, dari beberapa orang memenggang jaring lalu  menyelam, kemudian di angkat ternyata beberapa ikan yang berukuran sedang sampai besar terjaring. Bergitulah terus dilakukana sampai beberapa kali dan berpindah ketempt lain yang lebih dalam. 

Nah ini lah yang disebut mengerikan, pernakah tau para pembaca tentang tengkala, Tengkala adalah perangkap ikan yang di pasang di sungai, yang di susun dengan bambu, berbentuk hurup v dengan ujungnya merupakan perangkap ikan. Jika ikan sudah masuk kesitu tidak bisa keluar lagi, apa lagi bila anak kecil yang masuk kesitu sudah pasti tidak bisa keluar lagi, bila tidak di keluarkan oleh pemiliknya.

Aku yag dari kota datang kekampung mengikuti orang tua untuk mengahadiri pemakaman orang tuanya, namum karena perjalanan berhari-hari dan tidak dapat menyaksikan pemakaman. Ikut dalam pencariakn ikan di sungai yang cukup deras mengalir. Searah dengan ari mengalir aku masih sambil berenang di bimbing oleh Riskantoso menuju kearah tengkala itu, ternyata arah air yang masuk ke tengkala sangat deras dan aku tidak bisa mengendalikan diri. 

Tanganku menggapai bambu yang ada di atas tetapi tidak terpegang karena sangat derasnya aliran sungai itu. Namun nasib masih bisa di tolong. Diujung tengkala masih ada Waan (kaka dari orang tuaku) yang sedang memperbaiki tengkala dan melihat diriku sambil tangan keatas, dan seketika itu tangan ku di gapainya dan selamatlah aku dari bahaya tengkala yang bisa mematikan. Pengalaman di kampung yang tidak bisa di lupakan sampai saat ini menjadi bahan cerita. Entah bagai mana dengan Riskantoso masih meningatnya atau sudah lupa.

Beikutinya perjalanan kembali ke Jawa diantar oleh gerobak, karena kendaraan saat iru masih belum ada, untuk berjalan kaki ke Kota Manna tidak mungkin karena Aku masih kecil. Maka di buatlah Gerobak yang di tarik oleh Sapi. Kakak Bapakku yang mempersiapkannya. Beliau sambil membawa beras dan rempah-rempah yang siap di jual di Pasar Manna. 

Dalam perjalanan pulang ke Jawa tidak banyak yang di ingat, karena lebih banyak tidur dalam perjalanan. Sampailah di Asrama, ternyata aku makin galak dengan teman-teman sebaya di Asrama Batalyon Kavaleri 8 Tank. Ketika di tanya oleh gurunya "sar, kapan pulang dari kampung" aku menjawab "ga, ga kapan" maklum belum ngerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan baru saja pindah dari Cicadas Ke Asrama jadi belum cukup perbendaharaan katanya.

Itulah perjalanan ketika Nanekku Meninggal dunia seperti tidak ada peristiwa yang istimewa, maklum masih anak-anak, belum mengerti. (IDT).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun