MASA KECIL, SD dan SMP
Saya anak ke 4 dari enam bersaudara, lahir di tengah-tengah kekacauan pemerintah dalam menghadapi perang saudara, berperang dengan warga negara sendiri, yang berbeda haluan dengan pemerintah yang sah. Masa kecil ku kurang bahagia, mungkin karena sulit nya ekonomi di tahun 70 an. Orang tua ku yang seorang pprajurit TNI harus berusaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan, demi kelangsungan hidup, serta terus menutupi kecukupan ekonomi keluarga. Kakaku yang lelaki harus ikut menjual judi buntut yang di sebut Nalo hampir sama yang ada saat ini beredar judi toto singapur (togel). Pada tahun tersebut pemerintah orde baru belum melarang judi semacam itu.
Saat usia lima tahun masih teringat oleh ku ketika di sekap oleh ibu-ibu yang hanya menanyakan nomor yang akan keluar untuk esok hari. Usia lima tahun mana ngerti mengenai nomor, tetapi dengan kode tangan yang saya permainkan mereka menebak-nebak nomor yang akan keluar, kebetulan nomor itu keluar, jadi aku sering di tanggap oleh ibu-ibu yang gila nomor untuk menanyakan kepada ku, upahnya mungkin hanya bala-bala, gorengan jajan untuk di berikan pada ku. Masa sulit ini terus berlanjut hingga berpindah tempat tinggal dari Sukasirna ke Asrama Yon Kav 8 Tank di Turangga.
Tinggal di sukasirna yang jumlah penduduknya padat membuat kehidupan berbaur dengan segala macam profesi, mulai dari pns, tni, dan bahkan copet yang mangkal di taman hiburan cahaya. Menuju akses taman hiburan cahaya sangat mudah hanya dengan jalan kaki, sekitar 15 menit sudah sampai. Di tempat hiburan ada gedung film misbar (gerimis bubar), tetapi sebelum mulai film di putar disekitar nya telah banyak pedagang segala macam termasuk tukang jual obat, disitulah para copet beraksi. Pernah suatu ketika, ada saudara yang kebetulan kecopetan tetapi melalui komunikasi dengan yang punya wilayah di daerah tersebut, barang yang di copet tadi dapat kembali dengan utuh.
Cicadas memang daerah padat, sampai saat ini hasil penelitian bahwa daerah ini memang yang terpadat di Asia Tengara bahkan dunia. Tiga wilayah di Kota Bandung diduga menjadi kota terpadat di dunia. Karena kepadatan penduduknya di atas 13.000 jiwa per kilometer persegi. Padahal, idealnya kepadatan penduduk itu lima ratus jiwa per kilometer persegi.
"Tiga wilayah itu adalah Cicadas, Kiaracondong, dan Bandung Kulon. Di negara lainnya juga tidak ada yang kepadatan penduduknya lebih dari 13.000 jiwa per kilometer persegi," kata Kepala BKKBN Jabar Drs. H. Rukmana Heryana, M.M., seusai pembukaan acara Konsultasi Nasional Kepala Seksi di Bandung, Jumat (27/3). Acara dibuka Kepala BKKBN Dr. Sugiri Syarief, M.P.A.
"Masalah kepadatan penduduk di Bandung ini harus diselesaikan oleh seluruh aspek, misalnya oleh bagian tata ruang dan lainnya. Karena kepadatan penduduk itu harus sesuai dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan. Bila penduduk di satu daerah terlalu padat dan tidak didukung adanya air bersih, akan kewalahan," kata Rukmana.
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Bandung Dra. Wiwiek Idaryati, M.Pd., yang dihubungi secara terpisah menuturkan, rata-rata kepadatan penduduk di Kota Bandung tahun 2009 adalah 13.345 jiwa. Jumlah tersebut didapatnya dari Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Bandung tahun 2009. Namun, Wiwiek tidak mengetahui secara pasti kepadatan penduduk per kecamatan.
"Data tentang kepadatan penduduk di tiga wilayah tersebut mungkin data yang lama dan bukan sedunia, tapi mungkin se-Bandung. Karena saat ini kan sudah ada pemekaran wilayah di Kota Bandung, dari 26 kecamatan menjadi tiga puluh kecamatan," ucap Wiwiek.
Wiwiek mencontohkan, daerah Cicadas sekarang ini ada yang masuk ke Kecamatan Antapani dan ada yang masuk ke Kecamatan Mandalajati. Itu akan memengaruhi penghitungan sebaran penduduk per luas lahan.
Bila dilihat dari jumlah penduduk terbanyak di Kota Bandung, ungkap Wiwiek, berdasarkan RKPD itu ada enam wilayah yang termasuk banyak, yaitu Bandung Kulon sebanyak 120.733 penduduk, Batununggal (117.753), Kiaracondong (115.305), Babakan Ciparay (108.725), Bojongloa Kaler (106.867), Cibeunying Kidul (100.927). "Antapani sendiri jumlah penduduknya 67.529," ujarnya. http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2009/03/30/87149/bandung-kota-terpadat-di-dunia.
Saya pernah sekolah di SD Cimuncang, yang tidak jauh dari rumah ketika sekolah belum ada yang memakai sepatu, hari pertama di antar dan di belikan sandal lili yang keras untuk di pakai ke sekolah. Di sekolah kelas satu SD tidak mengerti apa-apa yang penting ada teman dan bermain kejar-kejaran. Pernah saya berangkat ke sekolah, sandal yang harusnya di pakai saya lempar kehalaman rumah dan terus berlari menuju ke sekolah dengan tidak menggunakan alas kaki, ketika di hampiri oleh guru kenapa tidak memakai sandal saya diam saja, hanya itu yang dapat diingat ketika sekolah di SD Cimuncang karena dari situ saya harus pindah ke asrama Yon Kav 8 Tank di Cibangkong sebutan daerah itu. Kemudian saya sekolah di SD Terang jalan turangga sampai kelas 3 karena suasana sekolah tersebut lebih maju di bandingkan SD Cimuncang, di SD Terang harus memakai sepatu, karena ruangan nya tidak cukup pertama kali sekolah di masukan ke ruang TK, munkin karena ruang SD terang tidak cukup.
Hanya sampai kelas tiga SD saya di SD Terang, kumudian pindah ke SD Inpres yang dekat dengan asrama. Ada cerita yang menarik ketika di SD terang, karena mungkin saya nakal dan suka naik keatas meja sehingga orang tua kami di panggil karena melihat kenakalan saya, shingga ketika naik kekelas 3 saya diberi naik percobaan dan kelas 3 lokasinya pindah di sd gelap istilah dahulu karena kelas tiga tersendiri yang di pindah kesitu yang akhirnya sekolah ini menjadi SMP Kavaleri, sekarang SMP Kartika X. Diceritakan di atas karena sulitnya ekonomi, maka ibu ku juga berdagang di pinggir jalan turangga dengan menggunakan roda, tepat di depan SD Terang. Dagangan tersebut berupa jajanan anak-anak dan ada juga rokok berdagang di jalan turangga kadang sampai jam 9 malam baru pulang ke asrama. Pernah suatu ketika saya bersama kakaku yang lelaki menyusul ketempat ibu saya berjualan dengan menggunakan sepeda, kaka mengendalikan sepeda dan saya yang digonceng di belakang, dengan gaya yang nyeleneh saya lepas tangan dan tiba-tiba kakiku masuk jari-jari dengan luka yang cukup parah.
Kebetulan di tempat itu masih ada dr. sukoco yang masih buka praktek, sekarang trans studio bandung tepat didepan SD Terang, saya di bawa ke sana, selama beberpa hari saya tidak bisa berjalan, tapi selalu ingin masuk sekolah. Karena ingin ke sekolah, kebutulan sekolah di sd terang kelas 3 dilaksanakan sore hari dan saya di antar sekolah oleh ibu saya dan ketika pulang sekolah saya belum di jemput, bagai mana pikir saya, akhirnya saya putuskan merangkak pelan pelan dengan menggunakan tangan, disitulah pa guru Muji ketika itu melihat saya yang berjalan merangkak tidak tega melihatnya serta mengajak saya untuk di gonceng dengan sepedahnya, namun tidak lama kemudian ibu saya segera datang mengendong saya pulang.
Pindah dari SD Terang ke SD Inpres
SD Inpres merupakan program pemerintah yang menyiapkan sekolah sekolah baru dengan program Inpres, inpres sendiri singkatan dari instruksi presiden. SD ini berdiri masih berada di lingkungan yang dekat dengan komplek militer di wilayah Pusenkav, Bataliyon Kavaleri 8 Tank yang sekarang menjadi Bataliyon Kavaleri 4 Tank. Saya bersekolah dari kelas 4 SD dari tahun 1974 sampai tahun 1977, tetapi ketika ujian ikut di Induk sekolah yaitu di SD negeri Turangga. Jumlah murid di kelas 4 hanya ada 18 orang, tidak begitu beda dengan cerita dari laskar pelangi.
Di kelas 4 saya mengikuti perkemahan yang dilaksanakan oleh sekolah kakaku yang kebetulan kakaku kelas 1 smp dan akau kelas 4 sd ikut pramuka yang tergabung dengan penggalang kelas 1 smp, badan saya waktu itu masih kecil tetapi nekat ingin ikut kemping bersama kakaku, karena di paslitasi oleh kavaleri saya tidak takut untuk berkemah di daerah Situ Pategang Bandung Selatan, daerah itu masih serem tidak seperti sekarang sudah enak bersih dan tertata. Ketika pada esok hari pada kegiatan pencarian jejak, saya menjadi penjaga tenda dan anggota yang lain mencari jejak di sekitar Situ Patenggang, sambil menunggu kedatang para pencari jejak saya tidur-tiduran di pinggir tenda, karena lelapnya serta daerah itu kondisinya tidak datar tanahnya tetapi agak miring, sehingga ketika para pencari jejak datang saya masih tertidur dan hampir menyentuh bibir pantai Situ Pategang.
Untung mereka datang kalau tidak mungkin saya sudah tenggelam dan kebasahan. Cerita ini saya tuliskan dalam pelajaran mengarang di SD Inpres, cerita ini mendapat sambutan dari Ibu guru Tur Yati Iskandar sehingga kalau ada kegiatan di gedung merdeka saya suka di ajak, namun karena penampilan saya dekil tidak seperti anak perwira, saya di ajak oleh bu Yati tapi disuruh ganti baju dulu yang rapih, serapih-rapih nya saya tetap kelihatan dekil and the kummel itu lah saya ketika SD.
Gigi Patah
Memiliki gigi yang rapih dambaan setiap insan. Saya memiliki gigi sedikt kedepan, mungkin hanya berapa mili. Gigi ini cukup mengganngu, kemudian saya berkeluh kesah sama ibu saya kenapa gigi nya sedikit kedepan, padahal juga tidak terlalu kedepan, masih bagus dengan senyum dikulum. Ternyata kita tidak boleh berkeluh kesah dengan apa yang sudah di berikan oleh sang pencipta Allah SWT, karena dalam pergaulan sehari-hari dengan teman sebaya kita saling bercanda dan besenda gurau. Dengan bercanda itulah gigi ku yang sebelah kanan patah, karena terjatuh.
Ceritanya ketika sedang bermain di bawah ayunan dekat pohon rindang, teman saya yang bernama wowo tidak sengaja mendorong saya, seketika itu saya terjatuh dengan gigi saya membentur tembok. Betapa linunya ketika gigiku patah, beberapa hari saya tidak bercerita sama ibu saya, kalau beliau tahu tentu gusar dengan apa yang terjadi dengan gigi saya. Ternyata benar, ketika beliau tahu langsung kaget dan mendesak saya untuk menanyakan siapa yang sudah berbuat demikian pada saya. Setelah dua, tiga minggu baru saya sampaikan bahwa yang melakukan itu adalah wowo anaknya pa sarjono yang tinggalnya di barak c asrama yon kav 8 tank, emosi ibu saya sudah reda, namun ketika bertemu dengan ibunya wowo hal ini disampaikan kepadanya.
Tinggal di asrama memang sangat komplek. Karena selalu bersentuhan antara anak dengan anak, sering terjadi ribut antar orang tua. Karena di alami juga oleh saya ketika berantem dengan sama-sama anak tentara, tidak jarang orang tua ikut campur. Suatu ketika saya berantem dengan anak yang orang tuanya orang mendan, namanya Pa Damanik dan anaknya bernama Wawan. Wawan usianya memang di bawah saya, tetapi suka ngeyel karena orang tua nya sedikit punya dan memiliki TV yang suka di tonton oleh warga, saya sering nonton tv di rumah wawan. Suatu ketika saya ada kles dengannya dan terlibat berantem anak kecil dan saya kebetulan menjadi pemenangnya.
Tidak terima dengan kekalahannya wawan mengadu sama bapaknya. Maklum namanya orang medan kadang ingin selalu menang, tidak lama setelah mendapat laporan dari putranya wawan, Pa Damanik datang ke rumah saya yang tidak jauh dari rumanya, rumah wawan di blok B dan saya di Blok A. Ayah saya yang sedang tidur siang di datangi oleh Pa Damanik terbangun dan menghadapinya. Namanya anak-anak nanti juga akur kembali, selorohnya. Karena ngotot tak terima anaknya kalah berantem, langsung bapak saya bilang kalau anak sama anak, sekarang Bapaknya sama Bapaknya. Mendengar tantangan itu, Pak Damanik langsung meninggalkan rumah dan kembali kerumahnya. Ternyata benar, saya dan wawan sudah bermain bola lagi esok harinya dan saya pun sering nonton tv di rumah wawan. Telivisi di tahun 70 an jarang yang punya dan masih hitam putih, asrama yon kav 8 tank menyedikan tv untuk di toton bersama, namun sering rusak, gambarnya penuh semut, maklum tv tabung, jadi beberapa tetangga yang memang ekonominya berlebih dapat membeli tv. Sehingga saya nonto tv di beberapa rumah, yang kebetulan mau membuka pintu untuk di tonton.
Masa sekolah dasar memang tidak terasa memiliki kesan, yang ada bahwa isar kecil adalah anak yang nakal tetapi tidak bandel dan juga tidak berprestasi. Banyak yang ingin di ketahui dalam bersekolah, walaupun tidak memeiliki uang jajan dari orang tua, hanya nasi goreng yang di siapkan oleh ibuku cukup untuk menahan lapar sampai siang. Itulah yang disiapkan oleh ibuku sarapan dengan nasi goreng bawang merah, cukup bertahan sampai siang dan itu dia lakukan sampai saya sekolah di SMA.
Memasuki usia sekolah menengah pertama, saya sama dengan teman yang lain ikut tes ke sekolah negeri, ketika itu pilihannya SMP negeri 13 Bandung dan tesnya di SMP Bhayangkara depan pasar palasari. Saya mengikuti tes, tetapi tidak di terima, waktu itu tidak ada gengsi untuk sekolah di negeri atau swasta sama saja tapi saat ini orang tua ingin sekolah di negeri dengan cara apapun, padahal negeri dan swasta sama saja tergantung kita yang menjalaninya, dan akhirnya saya mengikuti jejak langkah ke tiga kakak-kakaku yang sekolah di SMP Kavaleri yang guru-gurunya sudah banyak dikenal oleh keluargaku.
Masa smp sangat menyenangkan dimana masa itu banyak sekali pengalaman berteman dengan teman yang berlawanan jenis, saat kelas satu smp masih telihat masa sd masih terbawa di smp, suka kejar-kejaran dan berantem sama teman sekelas. Smp memang sangat menyenangkan, padahal waktu sekolah di perpanjang sampai satu setengah tahun oleh rejim Daoed Yoesuf menteri pendidikan dan kebudayaan saat itu, saya pada saat itu masih kelas satu SMP. Pada kelas satu SMP kelas I A mendapat giliran menjadi petugas upacara, aku memberanikan diri meminta menjadi komadan upacara. Badan ku yang kecil dan pakaian yang tidak rapih terlihat oleh bapak Kepsek Suharman, BA. Saya langsung di gantikan oleh Harioso kelas III yang kebetulan Ketua OSIS beliau mengatakan “yos ganti komandan upacaranya” mendengar hal itu tentu saya kecewa tapi karena masih kecil kekecewaan itu di pendam dan bisa menjadi dendam kesumat jika di pikirkan. Namun tidak menjadi demikian karena saya mengikuti terus sehingga sampai selesai di smp kavaleri.
Mulai Menyenangi pelajaran Matematika
Prestasi belajarku memang tidak begitu bagus hanya rajin saja sekolahnya. Tapi berusaha untuk bisa rajin seperti orang lain, dari sini saya mulai memperhatikan bagai mana caranya orang belajar dan selalu memperoleh nilai bagus, seperti Erick Syahfril yang juara kelas dan Elica Efendi yang juara umum di kelasnya. Saya hanya menyukai pelajaran matematika. Guru matematika di smp ada tiga orang Ibu Atti, Bapak Budi Kustoro dan Bapak Yaya S Kusumah yang sekarang Guru Besar UPI Profesor. Prof. Dr. Yaya S Kusumah yang menginspirasi saya menjadi guru matematika nantinya. Ketiga guru ini mempunyai cara tersendiri dalam menjelaskan materi pelajaran, namum hanya Pak Yaya yang memberikan pemahaman kepada saya untuk mengerti bagai mana belajar matematika. Suatu saat pada kelas II, kebetulan beliau mengajar dan khusus materi matematika belajarnya sudah menggunakan laboratorium matematika sehingga ketika materi pelajaran Matematika, kelas itu yang menuju kelaboratorium matematika.
Setelah duduk semua beliau memberikan beberapa soal latihan, karena minggu lalu telah selesai ulangan harian dan sedang di periksa oleh beliau, saat itu saya di panggil kedepan dan Nampak sudah ada kursi di depan beliau, lalu dengan lemah lembut beliau bertanya kepada saya “isar kemarin belajar tidak” di Tanya begitu saya binggung menjawabnya karena memang di rumah tidak pernah belajar, kebetulan pelajaran itu materinya tentang perbandingan sudut dalam segitiga. Lalu saya menjawab “tidak Pa” beliau hanya tersenyum, saya berpikir wah nilainya jelek nih dalam hati, ternyata kertas ulangan yang diberikan kepada saya dengan terbalik, yang nilainya tidak terlihat saya terima, ternyata sempurna nilai ulangan saya 100. Dengan tidak belajar saja, saya mendapakan nilai 100, apa lagi kalau belajar, mulai saat itu saya di kenal sebagai si jago matematika. Tetapi ada pengalaman yang kurang menyenagkan dengan Pa Yaya guru matematika, ketika di kelas III kebetulan masih beliau yang mengajar bidang studi matematika, materi yang di ajarkan adalah materi aljabar tentang persamaan kuadrat yaitu memfaktorkan. Saya tidak begitu cepat mengerti materi ini, karena harus memiliki ketekunan yang lebih.
Ada sepuluh soal memfaktorkan fungsi kuadrat, saya mengerjakan sendiri tetapi tidak ketemu-ketemu jawabannya sehingga buku itu saya coret-coret dengan kata-kata kotor seperti setan dll, karena merasa kesal pada diri sendiri tidak bisa mengerjakan soal semacam itu, ketika saya sedang mencoret-coret buku itu di belakang ternyata ada pa yaya yang sedang memperhatikan saya, “ ngapain sar” sambil di ambil buku itu kemudian di perlihatkan sama teman-teman sekelas dengan mengatakan “ mau jadi apa isar, lihat bukunya” dengan demikian tentunya saya sakit hati sama pa yaya, tetapi tidak di pendam oleh saya dan terus belajar matematika dengan serius, akhirnya orang lain tidak bisa, saya bisa mengerjakan seluruh materi matematika.
Pelajaran matematika memang bagus tetapi pelajaran yang lain biasa-biasa saja. Karena tidak mau tekun dalam belajarnya. Lulus pada tahun 1981, mencoba mengikuti tes di SMA Negeri 2 Bandung, karena hanya matematika nya yang bagus tetapi tidak didukung dengan pelajaran lain akhirnya tes di SMAN 2 Bandung tidak di terima, selanjutnya masuk ke SMA Indonesia Raya di Pastur Bandung jalan yang dulu sepi, kini macet luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H