Mohon tunggu...
Isar Dasuki Tasim
Isar Dasuki Tasim Mohon Tunggu... Administrasi - Profil sudah sesuai dengan data.

Sebagai Guru SMA yang bertugas sejak tahun 1989 di Teluknaga Tangerang. "berbagi semoga bermanfaat"

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[Catatan Harian] Masa Kecilku

5 Maret 2016   11:45 Diperbarui: 5 Maret 2016   12:57 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tidak terima dengan kekalahannya wawan mengadu sama bapaknya. Maklum namanya orang medan kadang ingin selalu menang, tidak lama setelah mendapat laporan dari putranya wawan, Pa Damanik datang ke rumah saya yang tidak jauh dari rumanya, rumah wawan di blok B dan saya di Blok A. Ayah saya yang sedang tidur siang di datangi oleh Pa Damanik terbangun dan menghadapinya. Namanya anak-anak nanti juga akur kembali, selorohnya. Karena ngotot tak terima anaknya kalah berantem, langsung bapak saya bilang kalau anak sama anak, sekarang Bapaknya sama Bapaknya. Mendengar tantangan itu, Pak Damanik langsung meninggalkan rumah dan kembali kerumahnya. Ternyata benar, saya dan wawan sudah bermain bola lagi esok harinya dan saya pun sering nonton tv di rumah wawan. Telivisi di tahun 70 an jarang yang punya dan masih hitam putih, asrama yon kav 8 tank menyedikan tv untuk di toton bersama, namun sering rusak, gambarnya penuh semut, maklum tv tabung, jadi beberapa tetangga yang memang ekonominya berlebih dapat membeli tv. Sehingga saya nonto tv di beberapa rumah, yang kebetulan mau membuka pintu untuk di tonton.

Masa sekolah dasar memang tidak terasa memiliki kesan, yang ada bahwa isar kecil adalah anak yang nakal tetapi tidak bandel dan juga tidak berprestasi. Banyak yang ingin di ketahui dalam bersekolah, walaupun tidak memeiliki uang jajan dari orang tua, hanya nasi goreng yang di siapkan oleh ibuku cukup untuk menahan lapar sampai siang. Itulah yang disiapkan oleh ibuku sarapan dengan nasi goreng bawang merah, cukup bertahan sampai siang dan itu dia lakukan sampai saya sekolah di SMA.

Memasuki usia sekolah menengah pertama, saya sama dengan teman yang lain ikut tes ke sekolah negeri, ketika itu pilihannya SMP negeri 13 Bandung dan tesnya di SMP Bhayangkara depan pasar palasari. Saya mengikuti tes, tetapi tidak di terima, waktu itu tidak ada gengsi untuk sekolah di negeri atau swasta sama saja  tapi saat ini orang tua ingin sekolah di negeri dengan cara apapun, padahal negeri dan swasta sama saja tergantung kita yang menjalaninya, dan akhirnya saya mengikuti jejak langkah ke tiga kakak-kakaku yang sekolah di SMP Kavaleri yang guru-gurunya sudah banyak dikenal oleh keluargaku.

Masa smp sangat menyenangkan dimana masa itu banyak sekali pengalaman berteman dengan teman yang berlawanan jenis, saat kelas satu smp masih telihat masa sd masih terbawa di smp,  suka kejar-kejaran dan berantem sama teman sekelas. Smp memang sangat menyenangkan, padahal waktu sekolah di perpanjang sampai satu setengah tahun oleh rejim Daoed Yoesuf menteri pendidikan dan kebudayaan saat itu, saya pada saat itu masih kelas satu SMP. Pada kelas satu SMP kelas I A mendapat giliran menjadi petugas upacara, aku memberanikan diri meminta menjadi komadan upacara. Badan ku yang kecil dan pakaian yang tidak rapih terlihat oleh bapak Kepsek Suharman, BA. Saya langsung di gantikan oleh Harioso kelas III yang kebetulan Ketua OSIS beliau mengatakan “yos ganti komandan upacaranya” mendengar hal itu tentu saya kecewa tapi karena masih kecil kekecewaan itu di pendam dan bisa menjadi dendam kesumat jika di pikirkan. Namun tidak menjadi demikian karena saya mengikuti terus sehingga sampai selesai di smp kavaleri.

Mulai Menyenangi pelajaran Matematika

Prestasi belajarku memang tidak begitu bagus hanya rajin saja sekolahnya. Tapi berusaha untuk bisa rajin seperti orang lain, dari sini saya mulai memperhatikan bagai mana caranya orang belajar dan selalu memperoleh nilai bagus, seperti Erick Syahfril yang juara kelas dan Elica Efendi yang juara umum di kelasnya. Saya hanya menyukai pelajaran matematika. Guru matematika di smp ada tiga orang Ibu Atti, Bapak Budi Kustoro dan Bapak Yaya S Kusumah yang sekarang Guru Besar UPI Profesor. Prof. Dr. Yaya S Kusumah yang menginspirasi saya menjadi guru matematika nantinya. Ketiga guru ini mempunyai cara tersendiri dalam menjelaskan materi pelajaran, namum hanya Pak Yaya yang memberikan pemahaman kepada saya untuk mengerti bagai mana belajar matematika. Suatu saat pada kelas II, kebetulan beliau mengajar dan khusus materi matematika belajarnya sudah menggunakan laboratorium matematika sehingga ketika materi pelajaran Matematika, kelas itu yang menuju kelaboratorium matematika. 

Setelah duduk semua beliau memberikan beberapa soal latihan, karena minggu lalu telah selesai ulangan harian dan sedang di periksa oleh beliau, saat itu saya di panggil kedepan dan Nampak sudah ada kursi di depan beliau, lalu dengan lemah lembut beliau bertanya kepada saya “isar kemarin belajar tidak” di Tanya begitu saya binggung menjawabnya karena memang di rumah tidak pernah belajar, kebetulan pelajaran itu materinya tentang perbandingan sudut dalam segitiga. Lalu saya menjawab “tidak Pa” beliau hanya tersenyum, saya berpikir wah nilainya jelek nih dalam hati, ternyata kertas ulangan yang diberikan kepada saya dengan terbalik, yang nilainya tidak terlihat saya terima, ternyata  sempurna nilai ulangan saya 100. Dengan tidak belajar saja, saya mendapakan nilai 100, apa lagi kalau belajar, mulai saat itu saya di kenal sebagai si jago matematika. Tetapi ada pengalaman yang kurang menyenagkan dengan Pa Yaya guru matematika, ketika di kelas III kebetulan masih beliau yang mengajar bidang studi matematika, materi yang di ajarkan adalah materi aljabar tentang persamaan kuadrat yaitu memfaktorkan. Saya tidak begitu cepat mengerti materi ini, karena harus memiliki ketekunan yang lebih. 

Ada sepuluh soal memfaktorkan fungsi kuadrat, saya mengerjakan sendiri tetapi tidak ketemu-ketemu jawabannya sehingga buku itu saya coret-coret dengan kata-kata kotor seperti setan dll, karena merasa kesal pada diri sendiri tidak bisa mengerjakan soal semacam itu, ketika saya sedang mencoret-coret buku itu di belakang ternyata ada pa yaya yang sedang memperhatikan saya, “ ngapain sar” sambil di ambil buku itu kemudian di perlihatkan sama teman-teman sekelas dengan mengatakan “ mau jadi apa isar, lihat bukunya” dengan demikian tentunya saya sakit hati sama pa yaya, tetapi tidak di pendam oleh saya dan terus belajar matematika dengan serius, akhirnya orang lain tidak bisa, saya bisa mengerjakan seluruh materi matematika.

Pelajaran matematika memang bagus tetapi pelajaran yang lain biasa-biasa saja. Karena tidak mau tekun dalam belajarnya. Lulus pada tahun 1981, mencoba mengikuti tes di SMA Negeri 2 Bandung, karena hanya matematika nya yang bagus tetapi tidak didukung dengan pelajaran lain akhirnya tes di SMAN 2 Bandung tidak di terima, selanjutnya masuk ke SMA Indonesia Raya di Pastur Bandung jalan yang dulu sepi, kini macet luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun