Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) di Indonesia, depresi paska persalinan dimasukkan ke dalam kriteria gangguan jiwa terkait emosi dan perilaku yang berhubungan dengan masa nifas, yang dapat muncul selama periode 6 minggu setelah melahirkan.
 Pada seorang wanita yang alami depresi akan ditemukan suatu situasi yang "down." Gejala depresi yang tampil paska melahirkan biasanya berupa mood terdepresi (sedih), perasaan tidak berguna, rasa bersalah yang berlebihan, sering menangis, sulit konsentrasi, sulit tidur, kehilangan minat terhadap hobi yang dulu disenangi, mudah lelah, serta penurunan berat badan dan libido.
Kondisi ini apabila tidak terdeteksi secara awal dan di tangani dengan baik, dapat berkembang kepada tindakan melukai diri sendiri (self harm) dan bunuh diri, atau bahkan sampai membunuh anak kandungnya (infanticide).
Dasar etiologi dari terjadinya depresi paska persalinan adalah faktor biologis dan psikososial. Penyebab biologisnya ditenggarai oleh karena ketidakseimbangan dari neurotransmitter (hormone saraf) di otak, seperti: norepinefrin (nor-adrenalin), dopamine, serotonin, penurunan konsentrasi corticothropine-releasing hormone (CRH), dan fluktuasi hormone seks (estrogen, progesteron) serta hormone kortosol dan tiroid.
Sedangkan faktor risiko psikososial yang terkait adalah usia punya anak, stressor dalam merawat bayi, gangguan cemas dan depresi prenatal atau antenatal, adanya riwayat depresi sebelumnya, ibu muda atau pertama kali memiliki bayi, ketiadaan dukungan sosial atau kehadiran dari keluarga dekat, peristiwa kehidupan yang stressful, kehamilan yang tidak dikehendali (un wanted child), dan alami kegagalan KB. Pada negara berkembang, faktor gender juga memilii peranan, yaitu adanya keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Penanganan depresi persalinan dapat dilakukan melalui penggunaan terapi hormonal dengan steroid seks, obat dual fungsi anti depresan dan anti cemas (golongan SNRI atau serotonin nor epinephrine re-uptake inhibitor, misalnya venlavaxine), maupun obat anti psikotik (apabila terdapat psychosis post partum, seperti gejala halusinasi pendengaran *mendengar bisikan ghaib atau keyakinan aneh berupa delusi/waham).Â
Edukasi kepada pasien mengenai depresi yang dialami dan pengobatannya juga perlu diberikan. Di samping itu, pasien dan keluarga perlu waspada terhadap gejala dan tanda awal kekambuhan sehingga perlu segera mencari pertolongan jika gejala depresi kembali muncul.
Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa psikoterapi interpersonal, terapi kognitif perilaku dan terapi suportif yang dikombinasikan dengan pemberian obat ternyata memiliki efek positif dalam mencegah dan mengatasi wanita yang alami depresi paska persalinan. Konseling kehamilan yang dilakukan pada saat antenatal care pada wanita hamil terbukti efektif pula dalam program preventif pencegahan depresi paska persalinan di masyarajat perkotaan. pada wanita dengan postpartum depression yang parah, terapi kejang listrik (ECT) dapat menjadi pertimbangan yang dikatakan cukup aman dan efektif.
Dengan pemberian edukasi yang benar kepada masyarakat, identifikasi ibu dengan faktor risiko masalah kesehatan jiwa tentunya dapat membantu mencegah terjadinya gangguan ini. Dengan demikian deteksi dini dapat berjalan dan pengobatan yang efektif dapat segera diberikan.
Pemberian edukasi yang sederhana dengan bahasa awam perlu digalakkan dalam bentuk penyuluhan deteksi dan intervensi yang sedini mungkin. Pemberdayaan (empowering) dukungan sosial dan emosional melalui bentuk perhatian dan kasih sayang dari suami dan keluarga terdekat merupakan amunisi yang kuat bagi kaum wanita agar terhindar dan dapat melawan depresi paska persalinan.
Terkait dengan mitos dan fakta mengenai postpartum depression, penelitian terbaru menunjukkan bahwa 1 dari 7 wanita mengalami depresi setelah melahirkan dalam kehidupannya. Sebanyak 50% dari wanita tersebut ternyata tidak terdeteksi secara awal. Bunuh diri (suicide) menjadi penyebab nomor dua dari mortalitas atau angka kematian dari wanita setelah melahirkan, yaitu sebanyak 20%.