Mohon tunggu...
Faisal Aji Setiawan
Faisal Aji Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Pembaca yang suka nulis

Seorang fresh graduate yang baru dapat kerja dan sedang dalam masa penyesuaian untuk hidup mandiri

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Cara Berhenti dari Ketergantungan Tik Tok yang Toxic

23 November 2021   21:14 Diperbarui: 25 November 2021   21:01 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menceritakan terkait bagaimana efek dari Tik Tok merusak kehidupan


Halo perkenalakan saya Faisal, seorang yang bercita-cita menjadi content creator dan banyak sekali menghabis waktu bermain sosial media, salah satunya adalah tiktok. Sebagai aplikasi yang sedang naik daun, tiktok menghadirkan banyak sekali informasi yang menarik dan uptodate. Membuat saya seringkali menghabiskan waktu dari mulai bermenit hingga hitungan jam.  Dari mulai bangun tidur, mau mandi, saat makan, jalan, mengobrol, bekerja, tiktok menjadi aplikasi yang sering sekali saya buka, terutama disaat saya merasa bosan.

Ditambah dengan fitur-fitur nya yang sangat menarik, siapa yang tidak akan tergoda, dari mulai fitur editing yang mudah, menyimpan dan menshare video yang menarik, hingga fitur filter yang lengkap dan beragam, seperti mengubah menjadi kepala botak, dan bermuka dinosaurus, melangsingkan dagu, membuat mata menjadi lebar dan kulit bersih. Ditambah dengan pilihan virtual background yang menarik, dan juga tersedianya fitur musik background yang gratis dan uptodate. Selain itu juga memiliki challenge yang beragam dan uptodate, seperti challenge berjoget, atau menirukan menggunakan sound yang sedang viral. Hal tersebut selain menarik orang untuk melihatnya juga membuat pengguna saling berlomba untuk membuat konten yang menarik agar dapat saling bersaing muncul di beranda atau biasa dikenal dengan istilah "For Your Page" (FYP) agar banyak ditonton, like, komen, share, dan menjadi viral. Hal tersebut tentu membuat tiktok menjadi aplikasi yang banyak digemari dan menyenangkan.

Berbagai macam tayangan tiktok yang sangat menarik dan terus menerus muncul di beranda atau FYP kita tanpa disadari terus menerus ditonton, membuat mata tidak mau beralih, tangan terus menerus scrolling hingga akhirnya mata merah, badan lelah, dan mood naik turun hingga berakibat pada aktivitas. Lalu apa hanya berefek pada kesehatan fisik semata? Tidak tentunya, sebagaimana dengan sosial media lainya, tiktok juga memiliki dampak pada psikis, meskipun dalam akun tiktok banyak orang-orang yang tidak berteman dengan temanya seperti di instagram, dan otomatis tidak melihat postingan dan instastory teman yang dikenal, yang mungkin dapat membuat iri, terganggu, insecure dan lain sebagainya, itulah beberapa alasan yang sering diungkapkan oleh beberapa orang bahwa "Tiktok itu aplikasi iseng buat lihat video seru-seruan doang, mana mungkin toxic".

Nyatanya setiap kali melihat konten akan selalu memberikan dampak terhadap diri kita sendiri, baik itu konten positif ataupun negatif, termasuk konten video yang ada di tiktok contohnya konten orang yang memamerkan kekayaan, atau konten yang memancing emosi saat melihatnya kita akan merespon dengan marah, mencaci, bahkan seringkali ikut memberikan komen negatif di akun tersebut, atau dengan memberikan like dukungan di komen negatif di akun tersebut. Hal tersebut bukankah kita menjadi sama saja menjadi haters? yang tanpa disadari dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Ataupun konten dari seorang yang memiliki hidup sempurna, pertemanan yang asik, percintaan yang goals dan karir yang begitu luar biasa. Hal tersebut membuat kita langsung membandingkan pada diri sendiri, bertanya pada diri sendiri kenapa saya tidak bisa seperti itu dan akhirnya membenci diri sendiri dan orang-orang disekitar kita mengapa tidak bisa sesempurna seperti di video. Apa yang sering kita konsumsi tersebut ternyata memberikan dampak kepada kesehatan mental kita, yang membuat kita memiliki ekspektasi yang sangat tinggi untuk berharap harus memiliki hidup sempurna seperti di tayangan. Akhirnya berdampak pada perasaan minder, insecure, frustasi dan menutup diri, serta menuntut orang dan lingkungan kita harus sesuai dengan apa yang ada di tayangan.

Dalam Kasus saya sebagai seorang yang memiliki keinginan untuk menjadi konten kreator tiktok, seringkali saya terjebak pada situasi dari semula membuka titkok untuk melihat traffic perkembangan, dan mereset konten yang sedang viral untuk dijadikan referensi. Namun akhirnya berakhir menjadi terlalu menikmati setiap konten, hingga lupa tujuan awal, membuat terus menerus scroll dari bermula beberapa detik, menit, ke jam hingga akhirnya mata lelah, dan berujung penyesalan karena telah banyak menyia-nyiakan waktu dan berakibat mood turun dan malas untuk membuat konten tiktok seperti tujuan awal melihat tayangan tiktok. Butuh waktu lama untuk mengembalikan mood dan berdamai pada diri untuk siap membuat konten tiktok kembali. Pola kejadian tersebut sangat sering dialami oleh saya, hingga akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di tiktok dan menghapus aplikasi tersebut di smartphone.

Pertimbangan tersebut saya ambil karena terus menerus merasa terjebak pada situasi kecanduan yang berdampak buruk pada saya:
Saya menjadi terlalu mementingkan apa yang ada di layar smartphone dan tidak memperdulikan orang-orang disekitar, tanpa disadari kebiasaan kecil seperti bermain smartphone saat berbicara juga berdampak buruk, kita menjadi tidak fokus dan tidak menghargai lawan bicara kita, rasa empati, kepekaan dan kepedulian dengan orang-orang disekitar kita juga menjadi berkurang, malahan kita menjadi antusias ketika terjadi permasalahan di sosial media, yang sudah jelas kita tidak mengenalnya. Bahkan adanya tiktok membuat banyak orang lebih suka bercerita disana daripada dengan orang-orang di sekitar mereka, hal tersebut tanpa disadari membuat hubungan dengan orang disekitar kita menjadi jauh dan asing.

Tidak hanya permasalahan sosial namun juga kesehatan fisik menjadi ikut berdampak, saya menjadi kurang konsentrasi, banyaknya aktivitas sehari-hari yang selalu dibarengi dengan bermain tiktok membuat saya menjadi tidak fokus, dan juga merasa permasalahan tertumpuk dan berantakan, ditambah dengan banyaknya informasi yang masuk membuat otak harus bekerja keras mencernanya, dan menguras energi, selain itu kita juga menjadi gampang lupa karena terlalu banyak hal yang masuk ke otak. Berdasarkan sumber yang banyak dibahas di website berikut efek-efek yang didapat apabila sangat ketergantungan dengan Tiktok:  Jam tidur menjadi terganggu, lelahnya badan yang mengharuskan tidur nyatanya menjadi enggan tidur ketika mata dan otak masih senang melihat tayangan titkok,

Merasa kesepian, meskipun merasa terhibur dengan tayangan di tiktok belum tentu kita terhindar dari perasaan kesepian, dan kebahagiaan? karena yang di dalam layar akan sangat sebentar kita rasakan, setelah itu muncul rasa kesepian, tidak bahagia dan lain sebagainya karena memang kita tidak merasakanya secara langsung, dan tayangan di dalam titkok seringkali membuat kita berekspektasi terlalu tinggi tanpa melihat keadaan disekitar kita sebenarnya. Hal tersebut membuat depresi dan akan mengganggu kesehatan mental.
Berbeda dengan Instagram melihat instastory tidak banyak menghabiskan waktu scrolling tiktok, atau menonton Youtube ketika tayangan sudah selesai kita terbiasa stop dan melanjutkan aktivitas lainnya, bahkan sebelum video tersebut habis sudah merasa bosan dan stop. Bahkan sering juga merasa insecure dengan apa yang telah diraih orang lain.
Bukan iri ya, namun rasa sedih karena gagal, karena belum mampu seperti orang tersebut, kok bisa ya, ko aku gabisa, apa yang kurang dengan aku ya. Ya jadinya malah merendahkan diri, membenci diri dan menutup diri. Permasalahan ini terus berputar, hari demi hari

Berhenti dengan Tiktok

Tepat di tanggal 30 Juli 2021 saat email masuk dari perusahaan yang saya daftar berisi penolakan. Saya down dan merasa sangat tidak berguna, saya menyalahkan diri sendiri kenapa tidak totalitas dalam mempersiapkan proses tersebut, saya merasa banyak sekali aktivitas yang bermanfaat menjadi terganggu akibat terlalu fokus dengan aplikasi tiktok.
Oleh karena itu saya memutuskan untuk berhenti dan menghapus tiktok dalam waktu sampai benar-benar mendapatkan pekerjaan. Sudah lebih dari 3 bulan saya berhenti tiktok dan berikut rangkuman fase-fase yang saya alami:

Di minggu pertama, rasanya ada yang hilang dan tidak lengkap, biasanya saya selalu memantau dan uptodate dengan tayangan viral apa yang sedang ramai di tiktok.  Perasaan gelisah dan tangan yang ingin sekali melihat tayangan tiktok, dan saat membuka smartphone menjadi bingung akan membuka aplikasi apa, karena yang biasa selalu dibuka telah tidak ada diberanda.

Di minggu kedua akhirnya mulai membiasakan diri untuk membuka aplikasi lain, seperti Youtube, Instagram dan Whatsapp, dan ternyata banyak sekali video-video berdurasi pendek yang menarik seperti Tiktok di Youtube. lagi-lagi saya tergoda dan lumayan sering membuka Youtube, namun akhirnya bisa saya kontrol dan kembali fokus untuk tidak banyak mengkonsumsi berbagai konten video yang membuat kecanduan, instagram juga saya gunakan hanya untuk kepentingan promosi jualan dan memposting konten, dan melihat konten yang bermanfaat di second account saya.

Di Minggu ketiga saya mulai memfokuskan ke aplikasi baru yang bermanfaat, seperti aplikasi mendengarkan podcast, membaca berita, workout, editing foto dan video, saham, dan manajemen keuangan. Hal ini saya lakukan untuk membiasakan pada habit baru yang lebih positif dan bermanfaat.

Minggu keempat saya mulai terbiasa dengan berbagai aplikasi bermanfaat tersebut, saya juga mulai aktif berolahraga, membaca, mendengarkan podcast, menulis, belajar saham, editing, menonton tayangan yang bermanfaat dan kegiatan positif lainya.

Minggu kelima, ketika merasa bosan dengan berbagai aktivitas yang positif saya merasa juga memerlukan hiburan, saya menonton series dan film yang menginspirasi dan banyak mengandung pengetahuan, saya juga lebih sering menghubungi keluarga dan teman-teman secara intim dan intens, tidak hanya untuk bertanya kabar namun juga berbicara dan bercerita yang intim dan mendalam

Minggu keenam, rasanya saya benar-benar sudah terbiasa dengan hidup tanpa Tiktok dan sosial media yang berlebihan, saya juga lebih asik ketika bertemu dan mengobrol dengan teman-teman, dan untuk pertama kalinya saat sedang asik mengobrol saya tidak paham dan tidak update dengan konten tiktok yang sedang viral "hahahaha" semua orang syok dan berkata tumben lu ga tau, dan saat saya bilang off tiktok reaksi mereka histeris tidak percaya hahaha

Minggu ketujuh, rasanya mulai tenang, rileks, dan fokus kepada tujuan menjadi jelas, hidup teratur, dan senyaman itu ternyata ketika kita hidup tanpa adanya tiktok, sebelum tidur saya biasakan menonton series favorite, mengobrol dengan orang disekitar, dan membaca buku, di pagi hari memulai hari dengan berolahraga, mendengarkan podcast, dan membuat sarapan. List yang saya buat di malam hari benar-benar bisa saya laksanakan ketika di pagi hari, rasanya benar-benar senang karena tidak ada distraksi yang membuat kita lupa untuk menjalankannya.

Namun memang seperti tetap ada yang kurang, yaitu merasa gagal dengan tujuan dan kalah dengan godaan. Pengalaman tersebut pernah saya alami di instagram saat saya masih di bangku perkuliahan sekitar 2 tahun yang lalu, saya benar-benar kecanduan dan merasa sedih ketika melihat postingan orang dan kita tidak berada disana, mengupdate aktivitas sehari-hari yang membuat saya tidak menikmati momen tersebut, selalu insecure dengan jumlah like dan komen saat memposting sesuatu. Namun hal tersebut saya bisa hadapi dan lewati, dan sekarang saya sudah berdamai dan tidak merasa dirugikan dengan instagram. Saya mencoba membuka instagram untuk kepentingan bisnis, dan relasi, tidak melihat postingan yang negatif dan merugikan diri sendiri, serta memfollow orang-orang yang positif untuk kehidupan. Saat berhadapan dengan titkok saya merasa sangat bimbang, ketika berhasil hidup tanpa tiktok, namun saya merasa bersalah karena kalah.

Dealing dan berdamai

Hingga akhirnya di tanggal 18 Oktober 2021 setelah melewati 3 interview dan proses administrasi, saya dinyatakan lolos dan mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut membuat saya lega, dan setelah pertimbangan yang matang akhirnya saya memutuskan untuk oke, saya siap berdamai dengan tiktok menginstal dan berbagi cerita di sana lagi. Namun dengan versi berbeda, saya membutuhkan tiktok sebagai media untuk mengekspresikan diri, saya tidak akan menuntut untuk berekspektasi tinggi akan viral, terkenal dan sebagainya, saya hanya ingin itu sebagai wadah untuk bercerita dan menyimpan kenangan, selain itu juga membutuhkan media informasi karena setelah saya pahami bahwa diri saya termasuk orang yang menikmati konten-konten kreatif, namun bukan kecanduan ya.

Saya juga tidak mengharuskan diri untuk selalu up to date mengikuti perkembangan, karena ternyata tidak papa kok ketinggalan informasi yang memang nggak penting-penting amat di kehidupan. Setelah mengatur managemen waktu yang tepat, kapan saya membuka tikok, membuat, dan meriset, dalam skala waktu yang singkat karena saya sudah tanamkan ke diri sendiri bahwa tiktok bukan prioritas saya, namun sebagai media untuk berbagi dan mencari informasi. Saya juga masih sering menjalankan aktivitas lainya, dan fokus kepada aplikasi yang bermanfaat buat saya seperti aplikasi berita, podcast, saham, workout.

Semua akan terasa ringan dan benar ketika dijalankan dengan porsinya masing-masing, pengalaman saya dengan tiktok benar-benar memberikan pelajaran hidup yang sangat bermanfaat, berkat tiktok saya paham akan pentingnya waktu dan fokus, dimana kita sebagai manusia harus menerima bahwa kita tidak bisa melakukan semua hal dalam satu waktu, namun kita masih bisa untuk terus belajar semua hal dengan menghargai  dan menikmati prosesnya.

Writer: Faisal Aji Setiawan/Faisalajis1310@gmail.com Instagram: @Isalawann
Editor & Translator: Dhefara Sahidha Aurella/ dhefaraaurella@gmail.com Instagram: @dhefaraaurella

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun