Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saudara Sesama, Saudara Seiman

24 Oktober 2021   21:25 Diperbarui: 24 Oktober 2021   21:52 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ba'da maghrib malam Ahad kemarin, Imam sholat Ustadz Muzakkar atau UJ mengumumkan ada seseorang bernama Alex, mualaf  meninggal dunia. Saat itu jenazah masih di rumah sakit, rencana dimandikan disana dan diumumkan pada para jamaah agar seusai sholat isya' tidak langsung pulang untuk bersama-sama mensholatkan dan menguburkannya.

Inna lillahi wainna ilaihi raji'un. Begitulah akhir kehidupan seorang manusia, kapanpun bisa diambil kembali nyawanya oleh Yang Kuasa.  Siapa pak Alex? semua jamaah tidak ada yang kenal. Orang mana, tinggal dimana tidak ada yang faham. Jamaah asal Penfui, Naimata, Baumata, Liliba tidak ada yang tahu.

Hanya, sebagai saudara sesama, hal-hal tak terduga terkait kematian wajar menjadi permahfuman. Sebuah kewajaran, naluri nurani tergerak membantu sang jasad menuju pembaringan terakhir. Di haribaan bumi. Menyatu dengan tanah. Siapa lagi selain yang masih hidup? Tanpa perdebatan.

Peristiwa kematian bukan hal istimewa. Bahkan tidak perlu ditangisi jika akal menyadari. Semua menunggu giliran untuk meninggalkan kehidupan. Divisi kematian sudah terbiasa, antara Maghrib - Isya, sudah terdelegasi tim di area pemakaman, di rumah sakit dan jamaah yang di masjid.

Sebelum 19.00, saat menjelang iqomah Isya, di parkiran masjid pak Yayan menderu dengan motornya, yang ditumpangi tumpukan papan kayu, kayu nisan, berseru mengingatkan,

"Pak Ali, jamaah jangan buyar tunggu sampai jenazah datang. Saya langsung menuju pekuburan"

"Oke, siip. Siapp !!!"

Tanpa diminta pun, jamaah sudah bersiap. Tetapi dengan diingatkan menjadi bentuk komunikasi efektif bahwa kerjasama sangat diperlukan dalam situasi darurat.

Tanah lahat di kegelapan tadi malam agak lengket dan liat. Hujan lebat selama 2 hari, di beberapa hari lewat membuat  bulir tanah, kerikil dan bebatuan merapat, memadat dan memberat.

Menggali liang lahat (dokpri)
Menggali liang lahat (dokpri)

Sekitar 19.10 semalam sekop menyapa tanah, silih berganti beberapa orang lelaki mulai menggali sepetak persegi panjang, untuk dijadikan liang jenazah. Ada pak Deden, pak Bambang, pak Yayan, ustadz Dirman. 19.15 pak Deden melapor di WAG Al Mujahidin, "Assalamualaikum. Sebagai informasi proses penggalian makam malam ini".

Beberapa liang itu memang sudah disiapkan, sudah tergali tapi ditimbun kembali. Untuk siapapun warga muslim Penfui dan sekitar yang meninggal. Bukan menjemput kematian, sekedar prepare karena kematian adalah hak prerogratif Yang Menghidupkan.

Alasan utama liang disiapkan lebih karena menggali tanah karang itu tidak sebentar. Penuh kerikil dan batu sebesar gaban. Lama prosesnya, apalagi terkena batu yang 'keras kepala'. Lebih keras dari kepala apapun. Tak cukup sehari duahari.

Timbunan tanah liang memang liat memadat, menagih tenaga dan energi ekstra para penggali. Melawan gravitasi, melawan kegelapan, diburu larut malam. Bukan sekedar berkeringat dan menaikkan tanah galian dari liang lahat. Ini kerja kemanusiaan.

Alhamdulillah, anak-anak muda marbot masjid membackup bapak-bapak yang begitu bersemangat dibalik lenguh nafas, lemas otot dan beragam kemanjaan tubuh dimakan usia. Hanya manusia merdeka yang sanggup melakukannya. Menyantuni siklus kehidupan manusia, dikala manusia lainnya beranjak ke peraduan.

Itulah rasa kemanusiaan sebagai sesama. Tidak ada hitung-hitungan laba dan ego diri. Motivasi hanya untuk berbagi, menempatkan secara layak sesama yang sudah tak berdaya. Toh pada saatnya, giliran diri sendiri yang berada disana.

Seusai isya, menunjuk 19.30 sepuluh jamaah masih duduk menunggu kabar sekaligus kedatangan. Ada pak Yasin, pak Amin, pak Sajiman, pak Mardiono, pak Deny, pak Fahrizal, pak Eko, pak Budi, ponakan pak Amin dan pak Syahrir. Sambil duduk melingkar di serambi kami menanti.

Tak pelak, obrolan pun berusaha menggali informasi almarhum yang bernama Alex. Tetap tidak ada yang tahu. Apakah almarhum pekerja yang meninggal hari ini juga dan hendak diterbangkan ke Jawa tetapi terkendala surat dari rumah sakit daerah? Tidak bisa dipastikan. Apalagi nama Alex tidak biasa untuk orng Jawa. Sambil pak Deny, pak Fahrizal kontak tim di rumah sakit, apakah sudah on going ?

Mengkafani jenasah (dokpri)
Mengkafani jenasah (dokpri)


19.58 dpt kabar dari ustadz Rio di rumah sakit,"On Process". UJ menyambung,"Lagi mengkafani pak".

Di rumah sakit, Pak Ridho, UJ, ustadz Rio  memandikan dan mengkafani jenazah. Sudah jadi panggilan jiwa dikala ada yang membutuhkan, apalagi ini jenasah muslim yang harus segera dikuburkan. Tidak laik ditunda ketika tersedia sumberdaya. Dan di 20.14 UJ berkabar,"kami OTW masjid pak".

Keranda itu sudah di dalam masjid. Tepat di depan Imam, shaf pertama. Berbalut kain hijau bertuliskan kaligrafi kalimat Tauhid. Laa ilaha illallah. Tenang suasana. Terdiam jenasah pak Alex didalamnya. Sampai detik itu, kami belum faham siapa pak Alex. Tanpa sanak keluarga yang menyertai. Kepergianmu begitu sunyi.

Saat sudah selesai disholatkan, keranda diangkat kembali ke mobil jenasah masjid. Dari area liang lahat, tepat 20.54 pak Deden laporan,"Kuburan sudah ready" dan seketika di menit berikutnya dibalas UJ,"Kami OTW kuburan".

Ketika menuju parkir bermaksud menuju ke pemakaman, datang 2 ibu-ibu berboncengan.

"Oo, sudah diangkat ke mobil"

"Maaf, ibu berdua keluarganya ?", sapa saya.

"Dia bernama Alex Tulle. Nama Islamnya beta tidak tahu. Ini juga baru kenal. Sudah dua minggu tinggal di rumah kost beta. Istrinya ada di Jakarta dalam kondisi stroke. Tidak ada saudara disini".

Entah bagaimana perjalanan dan kisah hidupnya, yg sangat minim diketahui baik oleh ibu pemilik kost dan juga yang diceritakan pada kami. Dari namanya bermarga Tulle, adalah asal Rote. Tapi tidak ada info keberadaan keluarganya di Kota Kupang.

Hanya info Ibu kost, pak Alex dalam beberapa hari belakangan sakit, bahkan 4 hari terakhir tidak mau makan. Dan Ibu kost tersebut sudah mendapat kontak saudara yang entah domisili dimana dan istrinya yang nun jauh di Jakarta.

"Kami berterima kasih, Bapak-bapak sebagai sesama saudara seiman membantu merawat dan menguburkan saudara Alex. Kami yang berbeda keyakinan sebagai sesama manusia tetap harus membantu mengabarkan proses penanganan jenasah Alex sampai dikuburkan pada keluarganya"

Akhirnya kami mendapatkan info lebih baik tentang almarhum pak Alex Tulle. Bagaimanapun, almarhum adalah saudara sesama manusia, juga saudara seiman. Sebagian jamaah pulang, sebagian lain turut mengantar sampai area pemakaman.

Meliuk dalam kegelapan, kami menyertai mobil jenasah. Keranda diangkat dan disejajarkan di dekat liang. Perlahan diturunkan, dan diatur posisinya didalam. Jasad almarhum begitu tenang. Setelah diadzan dan iqomah, papan dan tikar segera ditutupkan.

Sekop berdenting beradu kerikil, seiring tanah perlahan menutup liang lahat. Dua ibu yang turut hadir memfoto proses dan mengirim ke pihak keluarga. Rasa tanggungjawab sebagai sesama, memaksa berdua bertahan sampai jauh malam turut hadir di pekuburan.

Bergantian para lelaki malam rela berkeringat dan berlumpur tanah liat. Sayup diseberang pemakaman, ada pesta anak manusia. Yang kami yakin tidak sedang terfikir fasa kematian. Pesta melenakan, seakan kehidupan akan abadi tak terpisahkan.  

Prosesi malam Ahad kemarin, diakhiri dengan do'a teruntuk almarhum pak Alex Tulle, dan doa selamat untuk umat manusia. Kamipun buyar meninggalkan pekuburan menembus kegelapan malam.

Selamat beristirahat jasad. Fisikmu tidak abadi. Damai jasadmu menyatu di dalam bumi. Di kehidupan setelah kematian, ruhmu berlanjut.

Engkau telah diabsen, kami pun pada akhirnya akan antri diabsen. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu.

241021 Penfui

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun