Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ujang, Manusia Merdeka

17 Agustus 2021   21:35 Diperbarui: 19 Agustus 2021   16:30 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan mudah orang orang menjumpainya seusai sholat jum'at. Begitu jamaah buyar keluar masjid untuk kembali beraktivitas beliau sudah berdiri di ujung gerbang atau di pinggir jalan dengan wajah teduhnya. Dengan senyuman khasnya.

Anehnya, pak Alba juga mendengar dari cerita obrolan, hampir di semua masjid-masjid di Kota Kupang, jamaah disitu juga mengenal pak Ujang. Pak Abo pernah bertemu pak Ujang di salah satu masjid di Alor tahun 2015-an dan jamaah di situ juga mengenal baik. 

Pak Aba mengenalnya di tahun 1984, pak Abi di tahun 1990 dan pak Abe di tahun 1991. Pak Alba sendiri mengetahuinya tahun 2004, sejak datang ke kota Kupang sebagai pendatang. 

Bukan sosok pejabat, pengusaha, tokoh masyarakat ataupun ulama. Bukan orang kaya berpenampilan perlente, juga bukan ustadz yang berdakwah di khalayak jamaah. Justru beliau adalah jamaah seperti orang pada umumnya. 

Berperawakan agak pendek, wajahnya selalu dihiasi senyuman dengan tas kecil selalu lekat di pinggang atau punggungnya. Bercelana rapi, baju sering dimasukkan dengan kopiah yang tak pernah lepas.


Kata pak Abi yang dekat dan berasal dari tanah asal yang sama, tas kecil pak ujang itu hanya berisi bulpen, Al Qur'an kecil dan kertas kecil catatan-catatan tangan.

Selepas jum'at itu, infonya beliau ada di Sumba. Pak Abe menunjukkan fotonya. Dan bisa dipastikan masjid masjid disana akan dihampirinya. Dihampiri senyuman dan wajah teduhnya. Mereka agak terhenyak tapi tidak terlalu heran, ketika mendengar pak Ujang sudah sampai sana.

Jadi dimata mereka, sosok pak Ujang jadi role model, orang yang dekat dengan masjid dari dulu kala sampai saat ini dan dikenal oleh banyak orang. Kekuatan dirinya terletak pada silaturahmi. Guyup dengan semua orang. Tidak menampakkan diri sebagai orang penting tetapi kehadirannya menyejukkan dan menggembirakan.

Tidak berlebihan pak Alba dan para sahabatnya akhirnya sadar bahwa pak Ujang menjadi manusia yang lebih merdeka dari mereka semua. Ketika mereka hanya mampu mengobrol di masjid dekat rumah, pak Ujang sudah melanglang buana di masjid tanah Sumba. Silaturahmi dengan jamaah disana. 

Kalau merdeka dimaknai kebebasan, pak Ujang memiliki semuanya. Memiliki kebebasan finansial karena bisa kemanapun tak perlu diperbudak kerja dan harta, bebas berada dimanapun kapanpun karena semua manusia di dunia adalah keluarga, bebas memilih rumah, mushola, masjid, tanah manapun untuk didatangi karena baginya selama di bawah langit kebahagiaan sejati adalah silaturahmi dan rumah Allah adalah tempat persinggahan utama di kehidupan dunia.

Pak Alba dan para sahabatnya  pun iri, karena ketika membayangkan saatnya nanti tiba, setelah kematian dan ditimbang amal perbuatan, beliau mungkin melenggang tanpa hambatan. Menyapa kita semua yang bersusah dan mandi keringat, masih dengan senyum teduhnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun