Covid gak selesai-selesai. Dan mungkin tidak akan pernah hilang lagi, terus mendampingi jalan kehidupan manusia di muka bumi.
Indonesia masuk gelombang kedua, psikologi masyarakat kembali terjaga. Ya, sekian bulan kurva agak melandai, membuat ritme kehidupan mulai pulih dengan optimis tinggi. Yang tak disadari, aktivitas masyarakat mulai longgar, protokol kesehatan mulai kendor. Dimana-mana terlihat massa berkerumun dan tanpa masker begitu santai  berinteraksi.
Disitulah titik kealpaan. Bukan alpha salah satu varian corona, disamping beta, delta yang dirilis WHO itu. Yang menggunakan huruf Yunani. Yang bikin orang Kimia, Fisika jadi keki. Bagaimana tidak ? Partikel sekaligus Gelombang EM ini telah berevolusi menjadi mikroorganisme. Ini generatio spontanea-nya Aritoteles yang bermutasi di jaman modern. Behh, kayak kurang notasi saja. Hehehe...
Alpa disini adalah kelengahan dan uforia. Manusia tertipu dengan persepsi umum, kurva pandemi sudah makin landai. Vaksinasi sudah menjadi andalan yang berlebihan untuk menjadi tameng menjelajah kebebasan di tengah pandemi. Seakan-akan sudah tidak mungkin terinfeksi. Repot menyikapi perilaku tak tahu diri begini. Di seberang sini (bukan disana) tidak sedikit yang menghujat vaksinasi sebagai sebuah usaha manusia, ikhtiar manusia biasa untuk melawan virus yang katanya sia-sia. Ikhtiar kok dihujat. Kembalikanlah ke niat. Dan niat itu hak paling prerogratif dari anak manusia. Hanya Allah SWT yang tahu dan diri pribadi. Sebagai sesama tidak bisa menjustifikasi niat, apalagi mengolok dan merendahkannya, seakan-akan memiliki otoritas sejajar Allah SWT. Naudzubillah.
Nah, seiring tarik ulur interpretasi dan persepsi masa sebagai imbas ketidakmampuan menterjemahkan secara gamblang dan paripurna dari sebuah fenomena corona dan covid, tanpa disadari tidak  teramati dalam runtun waktu telah terjadi mutasi dan adaptasi virus menjadi varian yang makin ganas dan tak terdeteksi. Delta diketahui menjadi varian yang paling dominan terjangkit di Indonesia.
Saya tidak hendak menyalahkan siapa-siapa. Semua berkontribusi dengan terjadinya gelombang kedua. 3M di masyarakat dan 3T di pemerintah memang tidak jalan efektif semua. Semaunya, seadanya...
Program PSBB, PPKM mikro atau makro apalah, hanya menjadi sebatas program yang menyedot anggaran negara. Kedisiplinan dan ketaatan terhadap aturan yang dicanangkan, sekedar lips service. Ketika Malaysia dengan ringannya menetapkan lockdown, Indonesia melihatnya seperti musuh bebuyutan. Tidak cocok katanya dengan situasi di Indonesia?
Angel wis, Angeelll... !!!
Kompleks tur mbulet sak karep e. Angeel wisss....
Mau mengaitkan dengan agitasi politik, atau karena jengkel mimpi herd imunity ternyata lebih berindikasi menjadi herd stupidity, ya itulah, sebuah konsekuensi bersama. Wis, gak usah olok-olokan lur. Kapan bersatu kalau bertemgkar terus !
Angel wis, Angellll...!!!
Pandemi covid seakan menjadi mortir makin jlimetnya komunikasi antar lini kehidupan masyarakat. Rasa saling curiga dan tidak percaya ya jelas terlihat makin-makin kentara. Ketidakpedulian, acuh tak acuh, bahkan saling menuding jadi konsumsi publik di media masa, grup WA dan lainnya.
Sudah ada sejumlah pasien Covid meninggal di luar rumah sakit. Bahkan jenazahnya terlantar di depan rumahnya. Ini pertanda serius. Tapi sebagian orang makin kencang menyuarakan konspirasi, meremehkan kajian ilmiah vaksin menjadi fucksin, dibalik ketidakcekatan pemerintah umtuk mengambil sikap tegas dan mitigasi yang lugas.
De facto, rumah sakit memang penuh dan mulai berlakukan pemilahan pasien. Jangan masa bodoh terhadap prokes. Keadaan darurat ini nyata. Tapi,
Angel wis, Angellll... !!!
Tapi masih saja ada yang membangun argumen menyesatkan.
Covid bisa sembuh? IYA
Lebih banyak yang selamat ya? IYA
Trus kenapa kuatir sekali ?? KOK LEBAY SEKALI...!!!
Argumen begini ini yang menyakitkan. Enteng dan ringan sekali cuap-cuapnya. Fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang tersedia tidak akan sanggup kalau sampai ledakan kasusnya melebihi kemampuan saat ini.
Yg SEHARUSNYA BISA SEMBUH, bisa gak tertangani dengan baik. Yang harusnya pasien non covid bisa ditangani UGD jadi terabaikan karena antrian. Akhirnya semua  KALAH juga.
Masyarakat Indonesia akhirnya tertindas oleh ketidaksabaran, ketidakpercayaan, kekurangajaran. keangkuhan, kesombongan, kecerobohan... dan lain sebagainya.
Masyarakat Indonesia teradu domba, terpolarisasi, saling menggurui, menyalahkan dan mencacimaki. Masyarakat dan bangsa Indonesia, akhirnya KALAH.
Korban berjatuhan, kecemasan dan kesedihan melanda di swmua lini masa. Kurva dan grafikpandemi atas nama statistik memuncak dengan spartan. Debar jantung berdegub tidak beraturan. Cerita India seakan tanpa dinyana datang menghampiri dengan tiba-tiba.
Angell wis, Angellll....!!!
Ayokk wis, terapkan dengan disiplin lagi, 3M untuk masyarakat, 3T oleh pemerintah. Sama sama. Semua harus menjadi teladan bagi diri dan orang lain.
Minimal bagi yang tidak percaya corona, sedikit menghargai yang percaya corona, dengan 3M juga. Tidak ada guna menjadi Rambo atau malaikat kesiangan. Tidak bermanfaat juga cuap-cuap di tengah masyarakat yang kesakitan.
Sama juga dengan tulisan ini, yang sekedar cuap-cuap tak keruan.
Angell wis, Angeellll...!!!
Wis ojo lali. sing penting 3M sedulur. Ini perintah, walau saya bukan pemerintah. Harusnya siapa, lah saya juga siapa, :)
Untuk pemerintah yang sesungguhnya, 3T jangan kendor, ayokk lanjutkan amanah rakyat. Ojok tidur sajaa...
Wislah...
alifis@corner
240621 12:14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H