Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lara dan Via: Gadis Kecil Penjual Jagung Rebus

13 September 2020   20:59 Diperbarui: 13 September 2020   21:01 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lara dan Via adalah bocah pejalan. Di usia belia melawan angkuhnya jaman.

Sore hari ini tadi, saya lewat kembali di jalan Urip Sumoharjo yang membelah kawasan barat kota Kupang. Bersama anak istri, untuk suatu keperluan sekaligus merefresh mata setelah melalui hari-hari lebih banyak beraktivitas di rumah saja.

Selingan supaya mata tidak beradaptasi melihat arak dekat. Harus diimbangi melihat jauh. Santai kami lajukan kendaraan. Setelah melewati hotel Kristal, Unika pun terlewati kusempatkan menengok gerai ATM di depan sebuah toko.

Sepi, tak ada seorangpun di sana. Demikian juga 2 bocah kecil penjual jagung rebus yang kutemui di siang terik saat itu. Ya, kuingat di saat itu.

Saat itu hari Rabu, 19 Agustus sekitar jam 1  siang di tengah terik matahari. Sepulang antar Ata, anak kedua ke rumah temannya yang ulang tahun. Sekalian mereka kumpul-kumpul selepas tamat MTs.

Reuni kecil-kecilan atau apalah istilah, kumpul-kumpul teman di usia mereka memang menyenangkan. Apalagi di tengah tugas-tugas di sekolah baru masing-masing bersama teman-teman yang baru pula. Yang belum berjumpa muka.

Saya tak tega melarang atas nama kuatir situasi di tengah pandemi. Hal yang akan dirasa oleh semua orangtua. Kami ijinkan, asal tetap jaga protokol kesehatan.

Dua bocah perempuan itu duduk bersila di pojok-pojok teras gerai ATM. Tepat di ujung-ujungnya, sudut-sudut lantai keramiknya. Sementara 2 helai pintu kaca diantaranya sering terbuka dan menutup seiring orang-orang silih berganti melakukan transaksi di mesin ATM. Di hadapan kedua bocah gadis itu ada jagung rebus yang ditata melingkar dalam baskom.

"Jagung rebus, om", tawar mereka saat saya melangkah didekatnya.

Saya balas tanpa suara. Hanya senyuman. Tepatnya  berusaha senyum ke mereka berdua, sambil lewat untuk suatu keperluan. Semoga dengan senyuman itu mereka tidak kecewa. Senyuman saya, senyum penghargaan. Bertujuan baik, walau saya sendiri tidak yakin apakah bibir saya saat itu mengikuti arahan hati saya.

Tentu saja, akhirnya saya sadar dan yakin mereka tidak melihat ketulusan senyum saya. Karena saya lupa, masker masih melekat erat menutupi sebagian muka saya. Itupun setelah waktu 20 menit berlalu, setelah sampai di depan rumah.

"Ada jagung manis, juga jagung pulut, Om".

"Sama-sama enaknya".

Dua bocah perempuan yang kaya rasa dengan menjemput tatapan mata manusia-manusia mekanis yang terburu-buru di tengah hari yang menderu dengan senyum ringan. Senyum keilkhlasan walau dibalas jiwa-jiwa hampa manusia mekanis dengan sungging tanpa rasa.

Sambil lalu, saya berfikir betapa di usia mereka yang masih kecil sudah harus menanggung beban dengan berjualan. Bukankah mereka berdua anak-anak usia sekolah. Yang waktunya banyak dihabiskan untuk belajar, membaca, bermain dengan teman-teman.

Lara dengan Al Qur'an di genggaman (dokpri)
Lara dengan Al Qur'an di genggaman (dokpri)

Lara duduk di sebelah kanan berjilbab lebar sedangkan Via yang duduk di sebelah kiri mengurai rambutnya yang panjang. Yang bikin saya kagum, Lara duduk sambil memangku Al Qur'an kecil dalam genggaman. Saya membayangkan betapa bernilainya waktu yang dilalui.

Di sela berjualan, bisa bercanda dengan teman karib seperjalanan. Di antaranya diamnya mungkin Lara membaca atau mengulang hafalan syat-ayat dari kitab kecilnya. Sementara di berbagai sudut bumi, bocah-bocah yang lain tenggelam dengan mobile legend,  update status, sibuk tik tok, dan entah tenggelam di ceruk terdalam alam maya.

20 buah jagung sebaskom,dengan harga 5000 perak, berarti pulang membawa 100.000. Anak-anak pejuang yang meringankan beban ortu. Yang tidak sempat merengek minta hape untuk kesenangan.

Mungkin sempat di waktu lalu, tapi keadaan tidaklah mengijinkan. Yang terobati dengan uluran tanganmu sekedar membeli jagung manis dan jagung pulutnya. Itulah kesenangan sejatinya.

Apalagi saat baskom kosong, wajahnya pati berseri penuh kebahagiaan. Yang maknanya pasti berbeda dengan mendapatkan bintang di permainan dunia maya.

Lara dan Via, bocah-bocah yang di sebagian usia diasuh oleh alam. Oleh kerasnya kehidupan. Oleh kenyataan. Dengan tekad dan mental kuat. Sementara sebagian bocah-bocah-bocah lainnya, diasuh fatamorgana, alam virtual yang memanjakan dengan banyak rebahan. Yang takut panas, angin dan debu.

Lara dan Via adalah bocah pejalan. Di usia belia melawan angkuhnya jaman. Rumah di Fatufeto tidaklah menjadi hambatan. Kaki kecilnya ringan melangkah menelusuri bentang alam.

Kupang, 130920

alifis@corner

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun